Friday, 17 December 2021



[1 Raja-raja 17:7-18:1]Jumat, 17 Desember 2021

Dalam rancangan Allah, penderitaan membawa pertumbuhan iman dan mengenal Allah dengan benar.
(Kitab 1 Raja-raja 17:17 – 18:1)

Seorang perempuan dengan anak dipangkuannya, ditinggal oleh suaminya. Pernah hidup berkecukupan, sekarang menjadi janda miskin bersama anaknya hanya dengan persediaan terakhir untuk hidup, segenggam tepung dan sedikit minyak. Yang terjadi kemudian, Allah menolong mereka dengan ajaib; tepung yang tinggal segenggam itu tidak habis dan minyaknya tidak berkurang hari demi hari sehingga mereka terpelihara dan tidak jadi mati kelaparan. Selama 3 tahun, setiap hari mereka melihat bagaimana Allah memelihara dengan ajaib. Namun hari-hari bahagia itu akhirnya ditutupi oleh bayangan gelap, harapannya hancur. Anak yang menjadi harapan satu-satunya untuk masa depan itu sakit dan meninggal (Kitab 1 Raja-raja 17:7-17). Mengapa belum cukup penderitaan yang janda itu alami? Apakah pemeliharaan Allah tidak cukup baginya? Bacalah Kitab 1 Raja-raja 17:17 - 18:1.

Kata janda itu kepada Nabi Elia: "Apakah maksudmu datang ke mari, ya abdi Allah? Singgahkah engkau kepadaku untuk mengingatkan kesalahanku dan untuk menyebabkan anakku mati?" (ayat 18). Janda itu melihat bahwa apa yang dialaminya mengungkapkan sikap Allah terhadap dirinya. Ia sangat terpukul dan tidak mengerti mengapa Allah mematikan anaknya. Dia bahkan menyalahkan diri sendiri, menganggap bahwa anaknya sakit dan mati karena dosa yang sudah dilakukannya. Ingatlah kejadian ketika melihat seorang yang buta sejak lahir, para murid Yesus bertanya"Rabi, siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?" Dan Yesus menjawab "Bukan dia dan bukan juga orang tuanya" (Injil Yohanes 9:1-3). Kematian anak tunggalnya membuat janda itu melupakan dan mengabaikan semua pemeliharaan Allah yang telah dia terima melalui kehadiran Nabi Elia bersamanya. Bacalah kitab Mazmur 103:8-14.

"Ya TUHAN, Allahku! Apakah Engkau menimpakan kemalangan ini atas janda ini juga, yang menerima aku sebagai penumpang, dengan membunuh anaknya?" (ayat 19-20). Nabi Elia menghampiri janda yang memegang erat anaknya yang sudah meninggal, mengambil anak ini dan membawanya ke kamar atas serta berdoa kepada Allah. Sama seperti janda ini, Nabi Elia tidak mengerti mengapa Allah mematikan anak ini. Yang Nabi Elia tahu adalah Allah yang membawanya ke janda ini dan dia meletakkan tragedi ini pada Allah dan memintanya untuk memperbaikinya. Perhatikan, berbeda dengan peristiwa di di tepi sungai Kerit dan perjumpaan dengan janda di Sarfat, dalam peristiwa matinya anak tunggal janda ini tidak ada firman Allah yang datang kepada Nabi Elia tentang apa yang akan terjadi dan harus dikerjakannya. Ingat, tidak ada berita tentang peristiwa kebangkitan orang mati yang pernah terjadi sebelumnya. Tetapi Nabi Elija datang kepada Allah dan berseru meminta pertolongan.

"Ya TUHAN, Allahku! Pulangkanlah kiranya nyawa anak ini ke dalam tubuhnya." TUHAN mendengarkan permintaan Elia itu, dan nyawa anak itu pulang ke dalam tubuhnya, sehingga ia hidup kembali (ayat 21-22). Perhatikan, kata "hidup" tertulis di ayat 1, "Demi Tuhan yang "hidup", dan muncul lagi di ayat 12, 22, 23. Nabi Elia bisa berdoa untuk anak yang sudah mati seperti itu karena pelatihan Allah yang sudah dialaminya sekitar 3 tahun. Ia belajar beriman bahwa Allahnya yang hidup adalah Allah yang dapat memberikan kehidupan, bukan hanya menyediakan pasokan makanan dengan ajaib.

Kata Nabi Elia: "Ini anakmu, ia sudah hidup!" Kemudian kata perempuan itu: "Sekarang aku tahu, bahwa engkau abdi Allah dan firman TUHAN yang kauucapkan itu adalah benar" (ayat 23-24). Sekarang terlihat bahwa penderitaan yang terjadi ternyata membawa kebaikan(bacalah Roma 8:28). Janda di Sarfat menyaksikan kuasa Allah untuk kedua kalinya, melihat Allah yang berbeda dari berhala-berhala orang Sidon. Ia mengakui Nabi Elia sebagai hamba Allah. Tersirat bahwa janda itu mengalami pertumbuhan iman. Akhirnya, ia dan anak tunggalnya menjadi orang percaya yang menjadi saksi Allah di Sarfat.

Dan sesudah beberapa lama, datanglah firman TUHAN kepada Nabi Elia dalam tahun yang ketiga: "Pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada Ahab, sebab Aku hendak memberi hujan ke atas muka bumi."  (1 Raja-raja 18:1).  Nabi Elija tidak langsung tampil mengerjakan misi Allah. Allah memastikan dan menghendaki Nabi Elia memiliki relasi yang intim dengan diri-Nya. Pengertian Nabi Elia bahwa Tuhannya adalah Allah yang hidup menunjukan dirinya sekarang sudah siap. Pelatihan Allah selama 3,5 tahun mempersiapkan Nabi Elia menghadapi 850 nabi-nabi Baal dan Asyera. Dalam rancangan Allah, pergumulan hidup membawa Saudara mengalami pertumbuhan iman dan mengenal Allah dengan benar. Tuhan Yesus Kristus memberkati. (erd171221).

Monday, 13 December 2021



[1 Raja-raja 17:7-16] 
Senin, 13 Desember 2021

"Ikutilah paket perjalanan dari Allah: 
Panggilan, ketaatan, dan pemeliharaan-Nya".
(Kitab 1 Raja-raja 17:7-16)

Mengakhiri tahun 2021, apakah Saudara masih bergumul tentang apa kehendak Allah atas hidup Saudara? Ataukah Saudara bergumul tentang kehendak Allah yang kelihatannya tidak baik bagi hidup Saudara? Renungkanlah kisah berjumpaan Nabi Elia dengan seorang janda di Sarfat. Belajarlah tentang panggilan, ketaatan dan pemeliharaan Allah. Bacalah kitab 1 Raja-raja 17:7-16.

Ingat kejadian sebelumnya, firman Allah datang kepada Nabi Elia ("Yahweh adalah Allahku") supaya pergi sembunyi ke tepi sungai Kerit, menghindari Raja Ahab yang sangat jahat. Elia taat dan di sanalah mendapat pemeliharaan Allah yang ajaib. Allah memerintahkan burung-burung gagak membawa roti dan daging kepada Nabi Elia di tepi sungai Kerit, setiap pagi dan petang, hari demi hari sampai akhirnya sungai Kerit menjadi kering sebab hujan tidak turun di Israel (1 Raja-raja 17:2-7). Selanjutkan, apa yang terjadi atas diri Nabi Elia?

Maka datanglah firman TUHAN kepada Elia: "Bersiaplah, pergi ke Sarfat yang termasuk wilayah Sidon, dan diamlah di sana. Ketahuilah, Aku telah memerintahkan seorang janda untuk memberi engkau makan." (ayat 8-9). Perhatikan sekarang, justru Allah memerintahkan Nabi Elia pergi ke Sarfat, satu suku dengan Izebel (istri Raja Ahab) yaitu orang Sidon yang biasa menyembah berhala. Wilayah itu dikuasai oleh ayah mertua Ahab, Etbaal. Jadi, Nabi Elia diperintahkan tinggal di wilayah musuh! Jarak sungai Kerit hingga tiba di Sarfat sekitar 120-150 Km. Tidak dijelaskan pula di tengah-tengah musim kemarau  seperti yang dialami saat itu, dengan cara bagaimanakah Nabi Elia bertahan.

Tidak adakah pula orang yang dekat, yang mungkin tinggal di Israel, yang bisa dipakai Tuhan untuk memelihara nabi-Nya di tengah bencana kelaparan yang melanda Israel? Terlebih lagi, ketika tiba di Sarfat, Nabi Elia diperintahkan untuk tinggal bersama seorang janda yang malang.

"Sesudah itu Nabi Elia bersiap, lalu pergi ke Sarfat. Setelah ia sampai ke pintu gerbang kota itu, tampaklah di sana seorang janda sedang mengumpulkan kayu api" (ayat 10). Perhatikan, Nabi Elia sekali lagi melakukan persis yang diperintahkan Allah, seperti melakukan perintah Allah untuk pergi bersembunyi di tepi sungai Kerit. Sebelumnya, Allah berfirman, “… burung-burung gagak telah Kuperintahkan untuk memberi makan engkau di sana” (ayat 4). Dan ketika Nabi Elia taat pergi sampai di tepi sungai Kerit, maka pemeliharaan Allah benar-benar terjadi (ayat 5-6). Selanjutnya, Allah berfirman, “Bersiaplah . . . diamlah di sana. Ketahuilah, Aku telah memerintahkan seorang janda untuk memberi engkau makan” (ayat 9). Dan ketika Nabi Elia taat pergi sampai ke Sarfat, maka pemeliharaan Allah benar-benar terjadi (ayat 10,15-16). Nabi Elia tidak akan melihat bagaimana burung gagak dan janda Sarfat mentaati perintah Tuhan untuk memberi makan kepadanya, jika ia tidak terlebih dahulu taat dan pergi ke sana. Akhirnya, Nabi Elia mengalami pemeliharaan Allah hari demi hari sampai sekitar 3,5 tahun. Dan janda di Sarfat, orang bukan Israel pun menikmati pemeliharaan Allahnya Nabi Elia.

Bangsa Israel telah merusak diri mereka dengan penyembahan berhala bangsa-bangsa lain (dewa Baal dan Asyera) dan menjadi lebih buruk daripada mereka. Tetapi dalam kedaulatan dan kasih Allah-nya, Nabi Elia mendapat perlindungan dan pemeliharaan Allah justru di wilayah Sidon dan menjadi berkat pemeliharaan bagi seorang janda di Sarfat.

Allah telah menggunakan keadaan yang tidak biasa untuk melatih dan menguji iman Nabi Elia. Allah telah memelihara Nabi Elia melalui cara-cara yang tidak dia duga. Dalam masa persembunyian itu Nabi Elia tetap taat. Selain melatih dan menguji iman Nabi Elia, keadaan memberikan kesempatan bagi Allah untuk menunjukkan kuasa dan belas kasihan-Nya kepada orang-orang di luar Israel; seperti penuturan Yesus ribuan tahun kemudian yang tertulis dalam Injil Lukas 4:25-26. Panggilan, ketaatan, dan pemeliharaan Tuhan itu pasti satu paket.

Dalam peristiwa kelahiran Yesus, Alkitab menceritakan justru datanglah orang-orang Majus dari Timur ke Yerusalem. Mereka bersukacita karena bintang-Nya telah menuntun perjalanan iman mereka sampai bertemu Yesus dan mendapat pemeliharaan Allah (Injil Matius 2:1-12). Seperti Nabi Elia dan para Majus, ikutilah paket perjalanan dari Allah: Panggilan, ketaatan, dan pemeliharaan-Nya. Selamat mengakhiri perjalanan iman tahun 2021, menyambut Natal dan memulai perjalanan iman tahun 2022. Tuhan Yesus Kristus memberkati. (erd131221)

Saturday, 11 December 2021



"Allah menuntun mereka yang setia selangkah demi selangkah 

ketika mereka menyelaraskan hati pada firman-Nya".
(Kitab 1 Raja-raja 17:1-6)

Tahun 2021 segera berakhir dengan belum adanya kepastian kapan Pandemi Covid-19 dan pergumulannya akan sepenuhnya berakhir. Tetapi, yakinlah bahwa Allah pasti dan tidak pernah berakhir memelihara Saudara. Bagaimana Saudara taat pada pimpinan Allah dalam perjalanan hidup Saudara dan menikmati pemeliharaan-Nya? Renungkanlah kisah Nabi Elia yang taat pada Firman Allah dan dipelihara Allah. Bacalah kitab 1 Raja-raja 17:1-6.

Nabi Elia taat pada pimpinan Allah, dengan berani menyampaikan hukuman Allah di hadapan Raja Ahab, raja Israel (1 Raja-raja 17:1). Raja Ahab melakukan apa yang jahat di mata TUHAN lebih dari pada semua orang yang mendahuluinya (1 Raja-raja 16:29-34). Kemunculan Nabi Elia menggemparkan, tetapi juga mengancam nyawanya. Tidak dijelaskan bagaimana rancangan Allah selanjutnya dan apa yang akan terjadi, khususnya atas Nabi Elia sendiri. Perhatikan, apa yang terjadi selanjutnya dan bagaimana respon Nabi Elia.

Kemudian datanglah firman TUHAN kepadanya: "Pergilah dari sini,..." (ayat 2-3). Setelah dengan berani menyampaikan hukuman Allah di hadapan Raja Ahab, pastilah Nabi Elia menjadi perhatian dan nyawanya tercancam oleh raja yang sangat jahat itu. Tetapi kemudian Allah berfirman kepada Nabi Elia supaya pergi bersembunyi ke tempat yang jauh. Pada saat namanya mulai dikenal, Allah ingin Nabi Elia bersembunyi dan sendirian dengan-Nya. Sekali lagi, seperti perintah untuk tampil dihadapan Raja Ahab (yang menolak Nabi Elia), tidak dijelaskan berapa lama dan apa yang akan terjadi selanjutnya ketika Nabi Elia pergi bersembunyi di tepi sungai Kerit (artinya: "cutting/pemotongan"). Jika untuk menyelamatkan Nabi Elia dari kemarahan Raja Ahab, mengapa Allah memerintahkan Nabi Elia untuk bersembunyinya di tepi sungai Kerit?

"Engkau dapat minum dari sungai itu, dan burung-burung gagak telah Kuperintahkan untuk memberi makan engkau di sana. Pada waktu pagi dan petang burung-burung gagak membawa roti dan daging kepadanya, dan ia minum dari sungai itu" (ayat 4,6). Nabi Elia bukan saja selamat dari ancaman pembunuhan oleh Raja Ahab, tetapi juga pemeliharaan Allah selama terjadinya masa kekeringan; selama masa penghukuman bagi mereka yang mengandalkan dewa-dewa kesuburannya. Perhatikan, pada saat itu burung gagak haram untuk dimakan (Kitab Imamat 11:15; Ulangan 14:14) dan pemakan daging; tetapi di tangan Allah yang berdaulat, burung-burung gagak membawa roti dan daging kepada Nabi Elia. Dan burung-burung gagak itu datang setiap pagi dan petang.

"Lalu ia pergi dan ia melakukan seperti firman TUHAN; ia pergi dan diam di tepi sungai Kerit di sebelah timur sungai Yordan" (ayat 5). Perhatikan, Nabi Elia pergi dan melakukan sesuai dengan Firman Allah. Kenyataannya, Nabi Elia tidak tahu sampai berapa lama ia bersembunyi di tepi sungai Kerit. Yang Nabi Elia tahu dan alami adalah pemeliharaan Allah yang cukup pada waktu pagi dan petang, setiap hari, hari demi hari hingga akhirnya sungai Kerit menjadi kering dan siap untuk langkah selanjutnya.

Pertolongan Allah terjadi ketika Nabi Elia melangkah sesuai firman Allah, pergi dan tiba di tepi sungai Kerit. Teks "datanglah firman TUHAN kepada Elia" berulang tertulis dalam setiap langkah Nabi Elia (1 Raja 17:2; 17:8; 18:1; 21:17; 21:28). Pengalaman hidup hari demi hari bersembunyi di tepi sungai Kerit menjadi latihan Allah bagi Nabi Elia untuk taat, percaya dan bergantung kepada-Nya. Allah tidak memberi Nabi Elia proposal program 3 tahun untuk diikutinya, tetapi mengarahkan di setiap titik kritis dalam perjalanan hidup, dan Nabi Elia mematuhinya dalam iman selangkah demi selangkah. Akhirnya setelah 3 tahun berlalu, datanglah Firman Allah "Pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada Ahab" (1 Raja-raja 18:1). Pembentukan Allah memungkinkan Nabi Elia berani menghadapi 850 nabi-nabi Baal dan Asyera yang mendapat makan dari meja istana Izebel (1 Raja-raja 18:19).

Saudara, bagaimana perjalanan hidup Saudara sepanjang tahun 2021 yang sebentar lagi akan berakhir? Bagaimana Allah sudah membentuk Saudara melalui ketaatan pada Firman-Nya dalam setiap langkah hidup Saudara? Mempersiapkan diri memasuki tahun yang baru 2022 dengan berbagai pergumulannya, percayalah bahwa Saudara tidak berjalan sendirian karena Allah menyertai Saudara. Allah menuntun mereka yang setia selangkah demi selangkah ketika mereka menyelaraskan hati pada firman-Nya. Tuhan Yesus Kristus memberkati. (erd101221)

Thursday, 9 December 2021



[1 Raja-raja 16:29-17:1]
Kamis, 9 Desember 2021

Allah tidak tidur. Bertobatlah dan percayalah pada-Nya!
(Kitab 1 Raja-raja 16:29 - 17:1)

Peristiwa tahun 900an sebelum Masehi, dosa kian merajalela di kerajaan Israel. Waktu itu, Israel dipimpin oleh raja-raja yang tidak taat kepada Allah sampai pada pemerintahan raja Ahab. Ahab melakukan yang lebih jahat dan lebih menyakitkan hati Allah dari 7 raja sebelumnya. Alkitab mencatat bahwa "Raja Ahab melakukan apa yang jahat di mata Tuhan lebih dari pada semua orang yang mendahuluinya. Raja Ahab telah menimbulkan sakit hati TUHAN, Allah Israel, lebih dari semua raja-raja Israel yang mendahuluinya". Bacalah kitab 1 Raja-raja 16:29-34.

Bagaimana Raja Ahab telah menimbulkan sakit hati TUHAN? Raja Israel itu mengambil Izebel (bahasa Ibrani: "adakah ia seorang tuan?") putri Raja Sidon (raja kafir), sehingga ia pun beribadah kepada dewa Baal (artinya "pemilik/tuan/suami") dan sujud menyembah kepadanya. Bahkan ia membuat mezbah untuk Baal dan membuat patung Asyera ("dewi alam dan kesuburan", dipuja sebagai istri Baal). Perhatikan, pada zaman pemerintahan Ahab terdapat 450 nabi Baal dan 400 nabi Asyera, sedangkan nabi-nabi TUHAN dilenyapkan (1 Raja-raja 18:4,19). Peringatan yang paling keras dari Yosua pun sudah dilanggar dengan membangun kembali Yerikho, kota yang telah dikutuk Allah melalui Yosua (bacalah kitab Yosua 6:26).

Jelaslah bahwa Raja Ahab dan para raja pendahulunya telah meninggalkan Allah bahkan melawan Allah. Mereka melakukan kejahatan dan dosa yang semakin dalam. Namun, kejahatan dan dosa yang mereka lakukan ada batasnya. Allah tidak tidur. Allah Pencipta dan Penguasa alam tidak berdiam diri. Lalu berkatalah Elia, orang Tisbe, dari Tisbe-Gilead, kepada Ahab: "Demi Tuhan yang hidup, Allah Israel, yang kulayani, sesungguhnya tidak akan ada embun atau hujan pada tahun-tahun ini, kecuali kalau kukatakan" (1 Raja-raja 17:1).

Bagaikan sebuah meteor yang mendadak melintasi langit malam demikian pula kemunculan Nabi Elia di dalam kegelapan malam rohani Israel. Dengan tampilnya Nabi Elia, proses penyataan Allah secara langsung yang tidak terjadi sejak zaman Yosua, kini terjadi kembali. Hal yang aneh tentang Nabi Elia adalah dia tiba-tiba muncul di tempat kejadian tanpa petunjuk sama sekali. Berbeda dengan nabi-nabi lainnya, asal-usul Nabi Elia tidak terlalu dijelaskan; yang terpenting bukan siapa dirinya tetapi Allah yang mengutus dan menyatakan kedaulatan-Nya. Nama Elia berarti "Yahweh adalah Allahku", nama yang menunjukkan kedaulatan Allah pada hari-hari ketika pemerintahan Raja Ahab yang angkuh dan secara resmi mendukung penyembahan dewa Baal dan dewa-dewa lainnya.

"Demi Tuhan yang hidup, Allah Israel, yang kulayani." Ketika semua orang merasa bahwa Allah sudah mati, tetapi bagi Nabi Elia, Allah hidup dan tidak tinggal diam. Allah adalah realitas tertinggi dari kehidupan Nabi Elia. Dengan rumusan perkenalan ini, Nabi Elia memberitakan bahwa hukuman akan menimpa Ahab dan Izebel secara khusus, serta negeri Israel.

"... sesungguhnya tidak akan ada embun atau hujan pada tahun-tahun ini, kecuali kalau kukatakan." Penduduk Israel telah berpaling dari Yehova kepada dewa-dewa setempat dari kelompok Baal, yaitu dewa-dewa kesuburan. Memang untuk sementara waktu tampaknya patung Asyera memberikan hasil panen yang luar biasa, sampai pada zaman Ahab kerajaan Israel cukup besar dan kaya. Tetapi sesuai waktu Allah, Ia pasti membuktikan siapakah sebenarnya yang paling berkuasa atas alam ini.

Mereka perlu diingatkan bahwa Yehova, Allah Israel, mengendalikan alam ini sehingga dengan demikian juga semua bentuk kesuburan dan kehidupan. Allah menghukum mereka dengan tidak ada embun dan hujan selama 3 tahun 6 bulan di negeri itu (Surat Yakobus 5:17). Kekeringan pasti terjadi dan selanjutnya bala kelaparan. Kenikmatan hidup yang diperoleh di luar Allah hanya bisa dinikmati untuk sementara saja. Karena akan tiba waktunya Allah menyatakan siapakah sebenarnya sumber dan pemberi berkat bagi manusia di bumi ini.

Ribuan tahun berikutnya, peristiwa ini diingat dan dicatat dalam Kitab Perjanjian Baru, Surat Yakobus 5:17-18. Sadar bahwa Allah tidak tidur. Sadar bahwa ada penghukuman bagi yang meninggalkan diri-Nya, tetapi ada pemulihan bagi yang percaya dan berserah pada-Nya. Kiranya kebenaran ini juga menjadi teguran bagi Saudara, saat ini dalam mengakhiri tahun 2021. Dan kelahiran Yesus Kristus menjadi bukti bahwa Allah tidak tidur. Bertobatlah, percayalah dan bersyukurlah. Tuhan Yesus Kristus memberkati. (erd091221) 

Tuesday, 9 November 2021



[1 Petrus 3:17-18] 
Selasa, 9 November 2021

"Mereka yang merenungkan luka-luka Kristus 
akan dikuatkan merasakan luka-luka mereka sendiri"
(Surat 1 Petrus 3:17-18)

Apakah Saudara merasa bahwa Saudara adalah orang yang paling menderita di dunia ini? Saudara merasa paling malang dan kurang beruntung? Kehilangan pengharapan dan merasa bahwa Allah sudah meninggalkan Saudara? Renungkanlah nasihat Rasul Petrus yang dituliskannya dalam surat 1 Petrus!

Surat 1 Petrus ditulis untuk orang-orang beriman yang sedang berada di perantauan (1:1-2) di tengah-tengah bangsa yang tidak beriman (2:12). Perantauan ini bukan hanya secara harfiah, tetapi juga secara rohani (1:17 “selama kamu menumpang di dunia ini”). Di tengah situasi seperti ini, mereka dituduh (2:12, 15), difitnah (3:16; 4:4), bahkan diperlakukan secara tidak adil (3:9; 4:14). Bagaimana respon yang tepat terhadap penderitaan yang mereka alami? Bacalah surat 1 Petrus 3:17-18.

"Ingatlah, jika Allah menghendaki Saudara menderita, lebih baik menderita karena perbuatan baik, daripada menderita karena perbuatan jahat"  (ayat 17) Mereka sudah berbuat baik dan mengupayakan perdamaian (3:11,13), tetapi tetap saja ada sebagian orang yang bertindak jahat kepada mereka (3:14,17). Situasi seperti ini memang kadangkala tidak terelakkan. Dalam kedaulatan Allah, realitas penderitaan tetap menjadi pergumulan orang beriman. Rasul Petrus mengingatkan mereka supaya tidak mengeluh maupun berputus asa;  ada kekuatan dan penghiburan ilahi dari kebenaran firman Allah.

"Kristus juga menderita. Ia mati satu kali untuk kita, orang-orang berdosa, meskipun Ia sendiri tidak pernah bersalah, supaya Ia dapat membawa kita dengan selamat ke rumah Allah. Tetapi, walaupun tubuh-Nya mati, roh-Nya tetap hidup" (ayat 18, terjemahan Alkitab FAYH/Firman Allah Yang Hidup). Rasul Petrus mengajarkan bahwa mereka perlu melihat penderitaan mereka dari perspektif penderitaan Kristus (perhatikan kata "juga").

"Kristus juga menderita" - Yesus Kristus sendiri tidak bebas dari penderitaan-penderitaan dalam kehidupan ini, meskipun Ia sendiri tidak bersalah dan dapat menolak segala penderitaan jika mau. Kristus adalah contoh utama penderitaan karena melakukan apa yang benar. Rasul Petrus menyadarkan mereka yang saat itu mengalami penderitaan bahwa sejatinya Kristus sudah menderita jauh lebih buruk bagi mereka ketika Dia tidak pantas mendapatkannya.

"Ia mati satu kali untuk kita, orang-orang berdosa, meskipun Ia sendiri tidak pernah bersalah" - Kristus yang kehidupan-Nya tanpa dosa (lihat 1 Petrus 1:19; 2:22) dikorbankan atas nama orang-orang yang penuh dosa. Kristus telah menggantikan tempat mereka, dan menanggung kesalahan-kesalahan mereka. Penderitaan dan hukuman dijalani-Nya untuk menebus dan membuat pendamaian bagi dosa mereka (lihat 1 Petrus 2:24). Kristus adalah pengorbanan yang sempurna, efektif, sekali-diberikan untuk dosa (bacalah surat Roma 6:10)! Korban-korban hukum Taurat diulangi dari hari ke hari, dan dari tahun ke tahun. Tetapi korban Kristus, sekali dipersembahkan, sudah membersihkan dosa (lihat surat Ibrani 7:27; 9:26,28; 10:10,12,14).

"supaya Ia dapat membawa kita dengan selamat ke rumah Allah"  - Ini merujuk pada "akses" atau "pengantar" untuk Allah (lihat Roma 5:2; Efesus 2:18; 3:12). Kematian Yesus mengembalikan hubungan dengan Allah yang telah hilang dalam kejatuhan/dosa. Gambar Allah dalam manusia dipulihkan melalui Kristus. Orang-orang yang beriman kepada-Nya memiliki kemungkinan keintiman dengan Allah sebagaimana dialami oleh Adam dan Hawa di Eden sebelum kejatuhan dalam kitab Kejadian pasal 3.

"Tetapi, walaupun tubuh-Nya mati, roh-Nya tetap hidup" - Penderitaan dan kematian Kristus bukanlah titik akhir; masih ada kebangkitan, ada kemenangan. Ada kontras (paralelisme) antara tubuh fisik Yesus (lihat 1 Petrus 4:1) dan kehidupan rohani-Nya (lihat 1 Petrus 4:6; 1 Korintus 15:45). Duduk perkara dan peristiwa penderitaan Kristus, berkenaan dengan diri-Nya sendiri, adalah bahwa Ia dihukum mati menggantikan orang-orang berdosa, dalam kodrat-Nya sebagai manusia, tetapi dihidupkan dan dibangkitkan lagi oleh Roh.

Jadi, Rasul Petrus mengingatkan untuk tidak perlu berkecil hati pada saat Saudara menghadapi penderitaan karena kebenaran; Saudara tidak sendirian dalam menghadapinya. Penderitaan yang Saudara alami bahkan tidak seberat yang dihadapi oleh Kristus. Kristus telah mengalami sekaligus mengalahkan penderitaan dan kematian. Hal yang sama akan dilakukan oleh Allah bagi Saudara. Melalui semua kesakitan yang Saudara alami, Saudara semakin disadarkan tentang kedalaman kasih Kristus kepada Saudara. Saudara memiliki jaminan kemenangan yang bersumber dari karya penebusan Kristus yang sempurna. Kristus telah menang dan membawa Saudara aman kepada Allah. Bersyukurlah atas persekutuan Saudara di dalam penderitaan dan kematian Kristus. Tuhan Yesus Kristus memberkati Saudara. (erd091121)

Thursday, 4 November 2021



[1 Petrus 3:15-16] 
Kamis, 4 November 2021

"Seluruh kehidupan pemberita kebenaran harus dikuasai oleh kebenaran itu"(Surat 1 Petrus 3:15-16)

Surat 1 Petrus ditulis untuk orang-orang beriman yang berada di perantauan (1:1-2) di tengah-tengah bangsa yang tidak beriman (2:12). Perantauan ini bukan hanya secara harfiah, tetapi juga secara rohani (1:17 “selama kamu menumpang di dunia ini”). Di tengah situasi seperti ini, mereka dituduh (2:12, 15), difitnah (3:16; 4:4), bahkan diperlakukan secara tidak adil (3:9; 4:14). Rasul Petrus mendorong jemaah agar tidak takut (phobeō, 3:14) kepada manusia maupun penganiayaan, tetapi harus tetap hormat (phobos, 3:15). Dalam konteks inilah Rasul Petrus memberikan nasihat supaya mereka selalu siap sedia memberikan pertanggungjawaban iman dengan cara yang saleh (3:15-16). Hal apa saja yang harus diperhatikan oleh jemaah? Bacalah surat 1 Petrus 3:14b-16.

"Sebab itu janganlah kamu takuti apa yang mereka takuti dan janganlah gentar. Tetapi kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan!" (ayat 14b-15a). "Mengkuduskan Kristus (Mesias/Al-masih)" berarti menghormati Kristus sebagai Tuhan dan Penebus mereka, lebih daripada yang lain. Mereka memang tidak boleh takut kepada manusia, tetapi Kristus harus tetap mereka takuti dan hormati. Kristus harus mendapatkan tempat yang terutama dalam hati mereka. "di dalam hatimu"  - "hati" adalah sebuah ungkapan yang merujuk pada manusia secara keseluruhan. Rasul Petrus sangat menekankan kehidupan konkrit setiap hari yang bisa dilihat oleh orang lain (3:16-17; 2:12-13). Sebagai Tuhan, Kristus berhak mengatur seluruh aspek kehidupan mereka. Tidak ada satu area pun yang bebas dari kedaulatan-Nya. Sekali lagi Rasul Petrus menegaskan kepada mereka bahwa Tuhan-lah yang menjadi alasan dan motivasi hidup saleh dan ketaatan memberitakan kebenaran-Nya, di tengah penderitaan dan penganiayaan yang mereka alami.  

"meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu" (ayat 15b). "Pengharapan" di sini adalah kata kolektif untuk Injil dan penyempurnaan di masa depan, topik yang sangat relevan bagi mereka saat itu, yang sedang mengalami penderitaan dan penganiayaan karena iman mereka. Mereka bisa kehilangan semangat dan sukacita, dan sangat memerlukan jaminan untuk masa depan. Kalau orang beriman tidak memiliki pengharapan, maka mereka adalah orang yang malang (1 Korintus 15:19) dan tidak berbeda dengan orang dunia yang tanpa pengharapan (Efesus 2:12; 1 Tesalonika 4:13). Rasul Petrus membicarakan tentang "pengharapan", apa yang ada pada mereka yaitu jaminan keselamatan. "Pengharapan" ini seharusnya membuat mereka selalu optimis dan bersukacita. Dengan demikian, orang-orang lain akan tertarik dengan kehidupan yang seperti ini dan menanyakan rahasia di balik kehidupan itu. Keunikan inilah yang perlu mereka beritakan dan tunjukkan kepada orang lain.

"Dan siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu" (ayat 15b). Memiliki pengharapan adalah satu hal. Memberikan penjelasan tentang pengharapan itu adalah hal yang berbeda. Mereka dituntut bukan hanya untuk menunjukkan kehidupan yang berpengharapan, melainkan juga memberikan “pertanggung-jawaban” (bahasa Yunani: apologia). Istilah "apologia" – kata majemuk "apo" (dari) dan "logos" (kata), secara harfiah menunjuk pada pembelaan hukum dalam latar belakang ruang sidang (Kisah Para Rasul 19:33; 22:1; 25:16, 26:1,2,24). Perhatikan bahwa adalah penting bagi setiap orang beriman untuk memiliki presentasi yang logis, dan selalu siap ("hetoimoi aei") memberikan pembelaan tentang iman mereka dalam Kristus. Kesiapan ini bukan hanya dalam konteks waktu (selalu siap), tetapi juga orang. Tidak peduli kapan dan kepada siapa, mereka harus senantiasa siap memberikan pembelaan yang rasional.

"tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat, dan dengan hati nurani yang murni" (ayat 15b-16a). Hati yang dikuasai oleh kekudusan Kristus (ayat 15a) adalah hati yang memunculkan sikap lemah-lembut, hormat, dan tulus kepada orang lain. Pembelaan bukan hanya harus rasional , tetapi juga harus disertai dengan kesalehan. Kekuatan intelektual bukan penggati bagi kematangan spiritual, emosional, dan sosial. Mereka seharusnya memiliki "hati nurani yang murni" (syneidēsin agathēn), karena hal itu bisa mereka mohon dari Tuhan (3:21). Tuhan bisa membawa seseorang kepada diri-Nya bukan hanya melalui perkataan dan cara menyatakannya, tetapi keseluruhan hidup mereka yang menguduskan Kristus dalam seluruh hidup mereka.

Bagaimana dengan pembelaan iman Saudara saat ini? Milikilah pola hidup yang benar seperti nasihat Rasul Petrus ini; memiliki "pengharapan" di dalam Kristus dan menunjukkannya melalui kehidupan yang penuh semangat dan sukacita menjadi kesaksian yang benar bagi orang lain. Menguduskan Kristus dalam hati Saudara dan memberikan apologia dengan cara yang benar: dengan lemah-lembut (prautēs), dengan hormat (phobos), dengan hati nurani yang murni (syneidēsin agathēn). Ingatlah, "seluruh kehidupan pemberita kebenaran harus dikuasai oleh kebenaran itu". Tuhan Yesus Kristus memberkati Saudara. (erd041121)

Saturday, 30 October 2021



[1 Petrus 3:13-14]
Sabtu, 30 Oktober 2021

 "Penderitaaan karena kebenaran 
merupakan kehormatan dan kebahagiaan orang beriman"
(Surat 1 Petrus 3:13-14)

Di tengah penganiayaan dan penderitaan karena hidup beriman, Rasul Petrus menerangkan kepada jemaah untuk tetap hidup saleh dan menjadi berkah bagi orang lain. Tetapi bagaimana jika justru mendapat perlakuan jahat dan menderita? Pada umumnya, kalau Saudara hidup baik, orang-orang tidak akan berbuat jahat kepada Saudara, tetapi kadang-kadang hal itu tetap terjadi. Tetapi dalam hal itu, Saudara menderita karena kebenaran. Bacalah surat 1 Petrus 3:13-14.

Ayat 13, "Dan siapakah yang akan berbuat jahat terhadap kamu, jika kamu rajin berbuat baik?" Ayat ini mengingatkan mereka pada tulisan kitab Mazmur, "ALLAH di pihakku. Aku tidak akan takut. Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?" (Kitab Mazmur 118:6), kitab Mazmur yang sudah dikutip sebelumnya oleh Rasul Petrus (1 Petrus 2:1,9). Kebenaran yang sama, diterangkan juga oleh Rasul Paulus kepada jemaat di Roma (bacalah Roma 8:31-34).

"jika kamu rajin berbuat baik" - ini adalah sebuah kalimat yang berarti tindakan yang potensial. Mereka menderita khususnya karena mereka adalah orang beriman,  namun perhatikan ketergantungannya, "rajin berbuat baik"! (lihat 1 Petrus 3:14; 2:19,20; 3:9,16,17; 4:13,14,16,19). Mereka bukan sekedar berbuat baik, tetapi harus bersemangat dalam melakukan apa yang baik. Ini adalah cara mereka yang terbaik dan paling pasti untuk mencegah penderitaan, "siapakah yang akan berbuat jahat terhadap kamu". "Jikalau ALLAH berkenan kepada jalan seseorang, maka musuh orang itupun didamaikan-Nya dengan dia" (kitab Amsal 16:7). Umat Allah adalah pelaku perbuatan baik, dan Allah selalu waspada untuk mengawasi dan memelihara mereka (1 Petrus 3:12).

Ayat 14, "Tetapi sekalipun kamu harus menderita juga karena kebenaran, kamu akan berbahagia. Sebab itu janganlah kamu takuti apa yang mereka takuti dan janganlah gentar". Sungguh ironis bahwa mereka yang dilindungi oleh Allah seringkali justru merupakan orang-orang yang sedang dianiaya. Mengenal, mengasihi, dan melayani Allah tidak melindungi seseorang dari rasa sakit, perlakuan tidak adil, bahkan kematian. Ini mungkin terlihat seperti kejahatan telah menang, tapi tunggu, bahkan di tengah-tengah penderitaan, orang beriman tetap diberkahi (bacalah Injil Matius 5:10-12; Kisah Para Rasul 5:41).

"Tetapi sekalipun kamu harus menderita juga karena kebenaran" -  adalah sebuah kalimat yang langka (kondisi yang jauh dari kenyataan), yang berarti tindakan yang mungkin terjadi, tapi tidak pasti. Tidak semua orang beriman di mana-mana menderita. Penderitaan dari dahulu sampai sekarang tidak pernah menjadi pengalaman dari setiap orang beriman, tetapi setiap orang beriman harus siap (lihat 1 Petrus 4:12-16; 5:9)! Dalam konteks ayat ini, "kebenaran" merujuk pada hidup yang saleh atau saksi verbal mereka tentang Injil.

"Sebab itu janganlah kamu takuti apa yang mereka takuti" -  Secara harfiah ini adalah "jangan mentakuti ketakutan mereka". Kurangnya rasa takut merupakan karakteristik dari orang beriman (lihat 1 Petrus 3:6). Mereka harus terus-menerus ingat bahwa dunia ini bukan rumah mereka dan hal-hal jasmani bukanlah realitas yang terutama! Mereka adalah peziarah di dunia ini, hanya lewat saja. Mereka tidak perlu takut terhadap apa saja yang dapat orang lain lakukan untuk menyerang mereka dengan kengerian, juga tidak perlu banyak gelisah atau khawatir akan kegeraman atau kekuatan musuh-musuh mereka. Perhatikan, selalu mengikuti apa yang baik adalah jalan terbaik yang dapat mereka ambil untuk terhindar dari bahaya.

"kamu akan berbahagia"  - "Makarios" (berbahagia) adalah istilah yang digunakan dalam Firman Bahagia dari Khotbah Yesus Kristus di bukit (Injil Matius 5:10-12). Dengan kesaksian mereka bahkan di tengah-tengah penganiayaan, orang tidak beriman bisa berbalik dan memuji Allah (lihat 1 Petrus 3:1,8-9). Menderita karena kebenaran merupakan kehormatan dan kebahagiaan orang beriman. Menderita demi kebenaran, demi hati nurani yang baik, atau kewajiban apa saja dari orang beriman, merupakan suatu kehormatan besar. Kegembiraannya lebih besar daripada siksaannya, kehormatannya lebih besar daripada aibnya, dan keuntungannya jauh lebih besar daripada kerugiannya.

Kiranya nasihat Rasul Petrus ini mengingatkan Saudara senantiasa untuk merespons dengan benar setiap penderitaan yang hadir karena Saudara hidup saleh dalam kebenaran Allah. Berbahagialah dalam pemeliharaan-Nya. Selamat berakhir pekan, menikmati cinta kasih Allah bersama keluarga. Tuhan Yesus Kristus memberkati. (erd301021)

Friday, 29 October 2021



[1 Petrus 3:8-12] 
Jumat, 29 Oktober 2021

Seia-sekata, seperasaan, mengasihi saudara-saudara, 
penyayang, rendah hati, membalas yang jahat dengan berkat.
(Surat 1 Petrus 3:8-12)

Surat 1 Petrus menjelaskan kehidupan orang beriman yang sedang mengalami penderitaan dan penganiayaan karena iman mereka. Rasul Petrus mengingatkan mereka untuk tetap hidup saleh, memberikan kesaksian hidup yang baik dan menjadi berkat bagi orang-orang yang belum beriman; bertanggung jawab membangun relasi yang baik dengan masyarakat sekitar (1 Petrus 2:11-12). Selanjutnya, Rasul Petrus juga menerangkan tanggung jawab mereka untuk membangun relasi yang baik antar sesama saudara seiman. Bacalah surat 1 Petrus 3:8-12.

Perhatikanlah enam tanggung jawab yang jemaah miliki antara satu dengan yang lain. Semuanya adalah bagian tentang apa yang merupakan karakter seperti Yesus Kristus dan mereka harus bertumbuh sebagai murid-Nya. Perhatikan ayat 8-9.

"Seia sekata" (bersifat harmonis, bersatu dalam roh, sikap yang sama, "harmonious"/“one mind”). Kata Yunani "homoprhon" harfiahnya adalah kata majemuk "homos" (satu atau sama) dan "phrēn" (pikiran atau berpikir). Kesatuan hidup orang beriman sangat jelas terlihat dalam kehidupan jemaah mula-mula di Yerusalem (Kisah Para Rasul 4:32).  Seia sekata dapat terwujud ketika mereka bersedia dan tunduk pada kehendak Allah. Mereka semua menjadikan kehendak Allah sebagai kehendak mereka dan tujuan-Nya menjadi tujuan mereka juga. Mereka semua bersedia meneladani cara hidup Yesus Kristus (Injil Yohanes 5:30).

“Seperasaan”  (simpatik, memiliki belas kasih satu sama lain, "sym-pathetic"). Kata Yunani "sumpathēs" secara harfiah adalah kata majemuk "sun" (dengan) dan "paschō" (menderita). Istilah "simpati" didapatkan dari kata majemuk Yunani ini. Ini berarti memiliki belas kasihan, perasaan tertekan terhadap penyakit orang lain. Juga memiliki sikap yang  digerakan oleh pergumulan orang lain; misalnya, masalah kesehatan, kesulitan ekonomi, dan lain-lain. Ini adalah sikap yang juga telah diteladankan oleh Yesus Kristus, selama pelayanan-Nya di dunia (Matius 9:35-36). Di masa penganiayaan dan percobaan yang jemaah alami, kualitas hidup ini begitu penting.

"Mengasihi saudara-saudara” (persaudaraan, saling mengasihi satu sama lain). Kata Yunani "philadelphos" secara harfiah adalah kata majemuk "philos" (kasih) dan "adelphos" (saudara). Hal ini mencerminkan perintah Yesus tentang kasih kekeluargaan kepada semua orang beriman (Injil Yohanes 13:34; surat 1 Yohones 3:23; 4:7-8,11-12,19-21). Ini adalah atribut yang esensial jika jemaat ingin untuk bertumbuh dalam anugerah dan pengenalan akan Yesus Kristus (2 Petrus 1:7-8). Kesaksian bagi dunia bahwa mereka adalah sungguh-sungguh murid Yesus (Injil Yohanes 13:35).

"Penyayang" (lembut hati, baik, memiliki belas kasihan, "kindhearted"). Kata Yunani "eusplagchnos" adalah kata majemuk dari "eu" (baik) dan "splagchnon" (organ dalam, usus). Orang dahulu percaya bahwa organ dalam bagian bawah (Kisah Para Rasul 1:18) adalah tempat/kursi dari emosi (Injil Lukas 1:28; 2 Korintus 6:12; Filipi 1:8). Kata majemuk ini mengajak orang beriman untuk memiliki "perasaan yang baik" terhadap satu sama lain. Lawan dari kata ini adalah "berhati dingin", yang tidak peka dengan kebutuhan dan perasaan orang lain. Ketika awalnya mereka adalah “berhati dingin” tetapi dalam Yesus Kristus mereka bisa dan harus mengalami transformasi untuk bertumbuh dalam “perasaan yang baik” bagi orang lain (Efesus 4:22-24, 31-32; Kolose 3:8-10,12).

"Rendah hati”  (sopan, pikiran yang rendah hati, "humble in spirit"). Kata Yunani "tapeionophrones" adalah kata majemuk "tapeinos" (rendah hati) dan "phrēn" (berpikiran). Kata ini digunakan dalam Kisah Para Rasul 20:19 yang berarti kebalikan dari kesombongan diri dan kebanggaan yang egosentris. Ini adalah kabajikan unik orang beriman yang meneladani Yesus Kristus (Filipi 2:3-5).

"Membalas yang jahat dengan berkat". Pesan ini dituliskan untuk orang beriman yang saat itu dianiaya dan menderita, tetapi mereka harus menanggapi seperti Yesus Kristus menanggapi perlakuan yang tidak adil. Meskipun hal ini mungkin bertentangan dengan "sifat manusia,"  Rasul Petrus memberikan dua alasan mengapa mereka bereaksi dengan cara ini, yaitu mereka dipanggil untuk meneladani Kristus (1 Petrus 2:21-23) dan mereka dipanggil untuk menerima berkat dari Allah.

Perhatikan ayat 10-12. "mencintai hidup dan melihat hari-hari baik". Semua orang ingin menikmati hidup dan mengalaminya setiap hari, tetapi seringkali membuat hidup mereka sendiri sengsara dengan sikap hidup yang tidak benar. Terus-menerus mengeluh, membalas kejahatan dengan kejahatan, mereka hanya memperburuk situasi. Rasul Petrus mengutip kitab Mazmur 34 untuk memotivasi orang percaya supaya taat dan menikmati hari-hari baik, dengan memperhatikan peringatan: menjaga lidahnya terhadap yang jahat, menjauhi yang jahat dan mencari perdamaian dan berusaha mendapatkannya. Sebagaimana Yesus Kristus datang untuk membawa damai maka setiap orang beriman bertanggung jawab untuk mengusahakan perdamaian dengan sesamanya. Dengan demikian, mereka memastikan bahwa mata Allah yang penuh anugerah tertuju kepada mereka, Allah mendengar doa mereka, dan mereka selalu ingat bahwa Allah menentang orang-orang yang berbuat jahat.

Seia sekata, seperasaan, mengasihi saudara-saudara, penyayang, rendah hati, dan membalas yang jahat dengan berkatkerjakanlah semuanya dalam hidup Saudara bersama keluarga, jemaah Allah dan semua orang. Tuhan Yesus Kristus memberkati Saudara. (erd291021) 

Saturday, 23 October 2021



[1 Petrus 3:1-7[
Sabtu, 23 Oktober 2021

Kesalehan dalam Ketundukan dan Kasih Suami-istri.
(Renungan 1 Petrus 3:1-7)

Kesalehan adalah buah kehidupan orang beriman. Rasul Petrus menerangkannya kepada jemaah orang beriman yang saat itu mengalami penderitaan dan penganiayaan karena iman mereka. Menurut hukum Romawi saat itu, budak, anak-anak, dan istri harus tunduk kepada pria yang menjadi kepala keluarga (sebagai majikan, ayah, suami). Banyak diantara mereka adalah istri yang menjadi beriman kepada Yesus Kristus tetapi suaminya belum percaya. Bagaimana mereka seharusnya menyelaraskan ketaatan mereka kepada suami yang belum beriman dan Allah? Rasul Petrus menerangkan bahwa istri yang saleh menunjukkan dua karakteristik: ketundukan kepada suami dan kecantikan dari dalam. Dua hal ini sangat penting bagi si istri maupun suaminya. Ketundukan seperti apa yang diterangkan Rasul Petrus? Bacalah surat 1 Petrus 3:1-7.

Perhatikan ayat 1-2. Kesalehan dalam ketundukan. Rasul Petrus tidak menganjurkan pernikahan antara orang beriman dengan orang yang tidak beriman (lihat 2 Korintus 6:14); tetapi, suami-istri yang tidak beriman, lalu istrinya bertobat sedangkan suaminya tidak (lihat 1 Korintus 7:12-16). Rasul Petrus menasihatkan istri-istri yang sudah bertobat untuk tunduk dengan tujuan suami mereka menjadi beriman juga. Kata "tanpa perkataan" (aneu logou) dan kata "kelakuan" (anastrophē, lihat ayat 1:15; 2:12; 3:2, 16) menegaskan bahwa kesalehan mereka dalam perbuatan adalah sarana kesaksian hidup yang penting bagi suami yang belum beriman (lihat 2:12). Namun demikian, pemberitaan Injil juga penting untuk disampaikan (lihat 1 Petrus 3:15).

Jadi, Rasul Petrus menerangkan bahwa tunduk kepada suami yang belum beriman bukan semata-mata karena tuntutan kultural, bukan pula untuk mendapatkan sesuatu yang menyenangkan. Ketundukan isteri bukan cuma di luar untuk pencitraan. Bukan sekadar menjaga reputasi isteri atau suami. Bukan sekadar menyenangkan pasangan. Bukan untuk menghindari pertengkaran belaka, apalagi memamerkan kebaikan isteri. Ketundukan ini dilakukan secara tulus karena Allah yang menjadi alasannya; kesalehan yang berdampak bagi pertobatan suaminya.

Perhatikan ayat 3-4. Kesalehan dalam kesederhanaan penampilan dan kecantikan yang dari dalam. Di berbagai terjemahan tertulis, "Jangan mementingkan kecantikan lahiriah yang bergantung pada perhiasan, pakaian indah serta dandanan rambut". Semua ini menunjuk pada tata rambut yang mahal dan rumit dan mode pakaian wanita di Yunani-Romawi abad pertama. Rasul Petrus tidak bermaksud secara mutlak melarang segala jenis dandanan, pakaian mahal, dan perhiasan; namun demikian tetap mengajarkan kesederhanaan. Rasul Petrus mengatakan "tetapi perhiasanmu ialah manusia batiniah yang tersembunyi", menyoroti perihal kecantikan dari dalam (inner beauty); bukan berarti hanya aspek batiniah saja yang dipentingkan (ayat 1-2, pentingnya kelakuan saleh yang bisa dilihat). Hati yang baik menghasilkan kelakuan yang baik pula. Hati yang diwarnai oleh kelembutan (praus) dan ketentraman/ketenangan (hēsychios) memampukan para isteri untuk tunduk kepada suaminya (lihat 1 Timotius 2:11). Kecantikan dari dalam tidak bisa binasa oleh waktu atau pemakaian (“yang tidak binasa”). Kecantikan ini sangat berharga di mata suami (sebagai sarana pertobatan, ayat 1-2) dan terutama “di mata Allah” (ayat 4).

Perhatikan ayat 5-6. Teladan dari masa lalu. Ketundukan istri yang sudah beriman kepada suaminya memang berat tetapi mereka tidak perlu berkecil hati. Sarah, istrinya Nabi Ibrahim dan para perempuan kudus lainnya dari dahulu memang sudah menjalankan hal tersebut.  Saat itu, Nabi Ibrahim telah sangat tua dan belum menerima penggenapan janji tentang keturunan. Sarah memanggil Nabi Ibrahim sebagai "tuanku" (Kejadian 18:12). Di tengah situasi seburuk apapun, ketundukan Sarah tetap ada. Ketundukannya tidak ditentukan oleh keadaan tertentu. Ketundukan adalah suatu kebiasaan; kapan pun dan dalam situasi seperti apapun.

Perhatikan ayat 7. Rasul Petrus juga menerangkan bahwa suami pun memiliki tanggung jawab dalam hidup salehnya, “Tinggallah bersama istrimu menurut pengetahuan” (synoikountes kata gnōsin). Rasul Petrus memerintahkan para suami untuk selalu menggumulkan apa yang menjadi kehendak Allah dalam pernikahan mereka. Perlakuan mereka terhadap istri masing-masing harus sesuai dengan pengetahuan mereka tentang Allah. Tanggung-jawab kedua yang diemban suami adalah memberikan hormat kepada istri (ayat 7b). Para istri memang harus tunduk kepada suami, tetapi mereka juga layak mendapatkan penghormatan. Ketundukan istri kepada suami dan penghormatan suami kepada istri harus berjalan beriringan. Yang satu tidak meniadakan yang lain. Kata "hormat" (timē) berkaitan dengan sesuatu yang sangat mahal dan berharga. Memberikan hormat kepada istri berarti menganggap dia berharga. Bentuk yang labih praktis, memuji istri sebagai bagian kehidupan yang bernilai.

Dua tanggung-jawab di atas – hidup bersama menurut pengetahuan tentang Allah dan memberikan hormat kepada istri – bukanlah pilihan. Ini merupakan perintah ilahi. Jika dilanggar, ada konsekuensi yang mengikutinya. Keengganan suami untuk menunaikan tangung-jawab kepada istri merupakan kejahatan di mata Tuhan, sehingga Dia tidak akan menghiraukan permohonan suami (lihat ayat 12).

Nikmatilah kesalehan hidup dalam ketundukan dan kasih suami-istri. Tuhan Yesus Kristus memberkati. (erd231021)

Friday, 8 October 2021



[1 Petrus 2:18-25]
Jumat, 8 Oktober 2021

Kristus telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan
teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejak-Nya.
(Renungan 1 Petrus 2:18-25)
https://alkitab.app/v/74282185f0d8 

Penderitaan bisa terjadi bahkan ketika seseorang hidup benar karena imannya, misalnya penderitaan karena dampak pandemi Covid-19 yang melanda seluruh dunia. Penderitaan juga bisa terjadi ketika seseorang yang hidup benar karena imannya mendapat tekanan hidup dari dunia yang sudah jatuh dalam dosa. Seorang pekerja yang hidup benar karena imannya bisa mendapat penindasan dan perlakuan tidak adil dari majikannya bahkan dari rekan-rekan kerjanya, bahkan justru karena imannya tersebut. Belajarlah dari nasihat Rasul Petrus kepada para budak, "Hai kamu, hamba-hamba, tunduklah dengan penuh ketakutan kepada tuanmu, bukan saja kepada yang baik dan peramah, tetapi juga kepada yang bengis". Mengapa demikian? Bacalah surat 1 Petrus 2:18:25.

Penundukan diri yang dikatakan Rasul Petrus tentunya bukan menuruti perintah secara buta, apalagi menuruti perintah yang melawan Allah. Saat itu, kekristenan telah menyentuh semua lapisan masyarakat termasuk para budak. Sebagai budak hak mereka sering diabaikan dan "diperlakukan tidak manusiawi" oleh majikannya. Apalagi bila budaknya itu hidup sebagai orang beriman, sering diperlakukan lebih kejam lagi, seakan-akan hidup kekristenannya itu adalah sebuah kesalahan. Apa nasihat Rasul Petrus?

"Sebab adalah kasih karunia.." (ayat 19-20). Bagi Rasul Petrus bila jemaah harus menderita karena ketaatan kepada Allah, justru itu adalah kasih karunia. Kasih karunia (kemurahan hati) memang tidak selalu mewujud dalam kenikmatan hidup. Dalam penderitaan pun, bila itu dialami karena sadar sedang melakukan kehendak (menghormati) Allah, itu pun kasih karunia. Rasul Petrus menguatkan para budak yang menderita ini dengan memberikan gambaran mengenai Yesus Kristus.

"Karena Kristuspun telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejak-Nya" (bacalah ayat 21-23). Yesus Kristus telah menjadi teladan mereka dalam hidup-Nya. Semua yang dilakukan Yesus di dunia, seperti yang ditulis dalam keempat kitab Injil, adalah suatu teladan yang sempurna untuk ditaati. Akan tetapi, Ia terutama adalah teladan dalam cara Ia menanggapi penderitaan yang harus ditanggung-Nya, walaupun Ia benar-benar tidak berdosa dan berkuasa mengatasi semua keadaan. Yesus membuktikan bahwa seseorang dapat berada dalam kehendak Allah, dapat sangat dikasihi oleh Allah, tetapi ia masih dapat mengalami penderitaan secara tidak adil. Para budak tersebut diselamatkan bukan dengan mengikuti teladan Kristus dalam menanggung penderitaan, karena mereka memang manusia berdosa yang memerlukan Juruselamat. Akan tetapi, setelah seseorang diselamatkan, ia akan bersedia bertindak megikuti jejak-Nya dan meniru teladan Kristus; bertindak karena memandang Allah.

"Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib" (bacalah ayat 24). Yesus menjadi pengganti mereka dalam kematian-Nya. Kata "memikul"  berarti "menjadi korban" (bacalah kitab Yesaya 53:5-7, 9,12). Yesus mati di kayu salib dan menanggung kutuk hukum Taurat karena dosa-dosa mereka (bacalah Galatia 3:13). Kristus terluka supaya mereka sembuh. Ia mati supaya mereka hidup. Mereka mati bersama dengan Yesus, dan dengan demikian "mati bagi dosa" (surat Roma 6) sehingga mereka "hidup untuk kebenaran". Kesembuhan yang sebutkan oleh Rasul Petrus dalam ayat ini adalah kesembuhan rohani bagi jiwa (bacalam Mazmur 103:3), bukan kesembuhan jasmani atas penyakit yang sementara ini mereka tanggung di dunia.  

"Sekarang kamu telah kembali kepada gembala dan pemelihara jiwamu" (bacalah ayat 25)Yesus menjadi Gembala yang memelihara di dalam sorga. Kata "pemelihara" semata-mata berarti "seorang yang menjaga, yang mengawasi". Dalam kitab Perjanjian Lama, domba mati bagi gembalanya; tetapi di Bukit Golgota, Gembala mati  bagi domba-Nya (bacalah Injil Yohanes 10).  Gembala itu pergi mencari domba yang sesat dan menyelamatkannya (Injil Lukas 15:1-7). Dunia yang jatuh dalam dosa sedang memperhatikan mereka, tetapi Gembala yang di sorga juga memeilhara mereka; jadi mereka tidak perlu merasa takut. Mereka dapat tunduk kepada Allah dan mengetahui bahwa Ia akan bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka dan bagi kemuliaan-Nya.

Jadi, sementara Saudara hidup dengan saleh, dan tunduk pada masa penderitaan, Saudara sedang mengikuti teladan Kristus dan makin menjadi serupa dengan Dia. Hidup saleh tidak dipengaruhi oleh situasi. Bahkan ketika diperlakukan tidak adil, bukan hanya tidak membalas melainkan mengampuni dan berbuat kebajikan. Tuhan Yesus Kristus memberkati Saudara. (erd080910)

Wednesday, 6 October 2021



 [1 Petrus 2:13-17]
Rabu, 6 Oktober 2021

Demi Tuhan, tunduklah kepada lembaga pemerintahan 
yang ditetapkan oleh manusia.
(Renungan surat 1 Petrus 2:13-17)
https://alkitab.app/v/c2d659824104

PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar)  dan PPKM (Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) adalah kebijakan dan peraturan Pemerintah Indonesia untuk menekan penyebaran Covid-19. Peraturan Pemerintah ini menjadi salah satu faktor keberhasilan Indonesia dalam mengatasi pandemi Covid-19; dan diakui dunia. Namun demikian, ada sebagian masyarakat yang tidak mematuhi bahkan menentang Pemerintah dengan berbagai alasan. Bagaimana dengan Saudara? Bacalah surat 1 Petrus 2:13-17.

"Tunduklah" (ayat 13). Ingat, mereka sedang mengalami penderitaan dan penganiayaan karena iman mereka. Pemerintah yang bekuasa saat itu adalah Kerajaan Roma dengan para pemimpin yang tidak seiman dengan mereka. Rajanya adalah Nero yang terkenal dengan kekejamannya. Tetapi justru Rasul Petrus mengingatkan mereka untuk tunduk kepada Pemerintah yang berkuasa itu. Mengapa nasihat Rasul Petrus ini penting?

Meskipun sebelumnya (1 Petrus 2:9-12) dijelaskan bahwa identitas mereka adalah "bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus (terpisah, dikhususkan), umat kepunyaan Allah sendiri, umat Allah sebagai pendatang dan perantau di antara lembaga-lembaga sosial dan politik dari dunia ini", tetapi bukan berarti mereka harus tinggal dalam ghetto (tempat tertutup yang terpisah dari kota), menarik diri dari kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Rasul Petrus mengingatkan mereka untuk tidak memisahkan diri tetapi menempatkan kehidupan sosial dan politik mereka dalam relasinya dengan Allah, sehingga mereka dapat hidup dengan Allah bahkan di bagian yang tampaknya sekuler/duniawi dari kehidupan mereka.

Karena Allah" (ayat 13) menjadi bagian kunci untuk memahami ayat ini. Mereka tunduk bukan karena lemah, bukan karena tidak ada pilihan atau karena paksaan dan memikirkan konsekuensinya jika tidak patuh.  Mereka melakukannya karena tunduk kepada Allah. Mereka menempatkan semua kehidupan sosial dan politik mereka sebagai hal yang berhubungan dengan Allah yang berkuasa atas segala sesuatu, termasuk Pemerintah yang berkuasa. Dengan cara ini, ketundukan mereka kepada pemerintah di dunia ini menjadi tindakan penghormatan kepada otoritas Allah atas dunia dan semua lembaga manusia.

"Menghukum orang-orang yang berbuat jahat dan menghormati orang-orang yang berbuat baik" (ayat 14). Rasul Petrus mengingatkan mereka tentang tujuan keberadaan Raja, para gubernur dan pemerintahannya. Rasul Paulus pun mengatakan, "Karena pemerintah adalah hamba Allah untuk kebaikanmu. Tetapi jika engkau berbuat jahat, takutlah akan dia, karena tidak percuma pemerintah menyandang pedang. Pemerintah adalah hamba Allah untuk membalaskan murka Allah atas mereka yang berbuat jahat" (Roma 13:4). Rasul Paulus juga mendesak jemaah untuk bersyafaat bagi raja dan para penguasa (1 Timotius 2:1-4).

"Sebab inilah kehendak Allah..." (ayat 15). Seperti ayat 12, Allah mengendaki mereka hidup saleh. Mereka tetap harus hidup sebagai warga negara yang taat di dunia ini sehingga Allah dimuliakan. Perilaku pemberontak mereka akan membawa aib pada Allah yang mereka sembah. Kesalehan hidup mereka menjadi kesaksian yang baik sehingga orang lain memuliakan Allah yang mereka sembah.

"Hiduplah sebagai hamba Allah" (ayat 16)Mereka tidak tunduk pada institusi manusia sebagai budak untuk institusi itu, tetapi sebagai orang bebas milik Allah (bacalah 1 Korintus 7:22-23) yang harus taat sesuai kehendak-Nya. Mereka telah dibebaskan Allah dari perbudakan semua lembaga manusia, dan dikirim oleh Allah dengan bebas dan tunduk ke dalam lembaga manusia, demi Allah.

Dan yang terakhir, "Hormatilah semua orang, kasihilah saudara-saudaramu, takutlah akan Allah, hormatilah raja!" (ayat 17). Perhatikan perkembanganya, secara umum menghormati semua orang (baik dan jahat) dan secara khusus mengasihi sesama saudara seiman, dan fokusnya adalah takut akan Allah yang Mahakuasa; dan kembali ke perihal menghormati raja sebagai bagian dari menghormati semua orang. Raja bukan Allah; Allah adalah Raja segala raja. Jadi, ketundukan kepada Allah yang Mahakuasa adalah pondasi dan motivasi sikap tunduk kepada Pemerintah dan para penguasanya.

Karena itulah, Saudara juga diingatkan, "Demi Tuhan, tunduklah kepada lembaga pemerintahan yang ditetapkan oleh manusia". Tuhan Yesus Kristus memberkati. (erd061021)

Selasa, 31 Desember 2024 "Tahun Baru: Hidup Baru Dengan Ketaatan Kepada-Nya" (Renungan Natal menyambut Tahun Baru 2025) Banyak...