Friday, 27 August 2021





 Di tengah penderitaan, saling mengasihi dengan tulus ikhlas adalah realita hidup orang-orang yang telah menikmati kasih Allah dan dimurnikan hatinya.(Renungan surat 1 Petrus 1:22-25)

Pandemi Covid-19 memang menimbulkan berbagai pergumulan, penderitaan dan dukacita. Tetapi di sisi lain, manusia semakin dimampukan melihat kehadiran Allah melalui orang-orang yang memberikan pertolongan dengan tulus ikhlas. Belajarlah dari surat 1 Petrus. Untuk perenungan saat ini, bacalah 1 Petrus 1:22-25.

Ingat, surat 1 Petrus ditujukan kepada mereka yang saat itu sedang mengalami penderitaan dan penganiayaan karena iman mereka. Di awal suratnya, Rasul Petrus mengatakan bahwa ada pengharapan dan pengudusan dalam Yesus Kristus. Dan sekarang, Rasul Petrus mengatakan bahwa pengharapan dan pengudusan dalam Yesus Kristus tersebut seharusnya menjadi dasar mengapa mereka harus sungguh-sungguh saling mengasihi dengan hati yang murni. Kekuatan untuk saling mengasihi datang dari pengharapan di dalam Allah yang mereka miliki. Perhatikan alasan mengapa mereka harus saling mengasihi!

Alasan pertama: ketaatan terhadap kebenaran yang memurnikan hati. "Karena kamu telah menyucikan dirimu oleh ketaatan kepada kebenaran, sehingga kamu dapat mengamalkan kasih persaudaraan yang tulus ikhlas, hendaklah kamu bersungguh-sungguh saling mengasihi dengan segenap hatimu" (ayat 22). Menyucikan jiwa mengandaikan adanya sesuatu yang sangat najis dan kotor yang telah mencemarkannya, dan bahwa kotoran ini dihilangkan. Ketaatan adalah tema berulang dalam pasal pertama (ayat 2,14,22). Ketaatan dalam menerima kebenaran Injil dan berjalan di dalamnya. Sekarang mereka hidup sebagai "anak-anak yang taat" (ayat 14), yang tidak lagi ingin hidup mementingkan diri sendiri seperti hidup mereka yang lama. Mereka telah dimurnikan hatinya dengan sarana yang agung yaitu Firman Allah (Yohanes 17:17), dan mengasilkan kasih persaudaraan yang tulus ikhlas (tidak munafik); mengasihi dengan hati yang murni.

Mereka adalah orang-orang yang "dikuduskan" dan "dilahirkan kembali",

tetapi masih tinggal di tengah-tengah dunia berdosa. Dunia yang penuh hawa nafsu dan keberpihakan dalam kodrat manusia, sehingga tanpa anugerah ilahi mereka tidak bisa mengasihi Allah dan satu sama lain seperti yang seharusnya. Tidak ada kasih selain yang keluar dari hati yang murni, yang timbul dari Roh Allah. Kasih ini bukan sekedar suatu kasih secara rohani, tetapi kasih ini merupakan kasih yang "sunggu-sungguh" (sejati) dengan "hati yang murni”. Alasan mereka mengasihi bukanlah untuk menerima, tetapi untuk memberi.

 

Kasih mereka “menyala-nyala”. Kata ini merupakan suatu istilah dalam bidang atletik yang berarti “berusaha dengan sekuat tenaga”. Kasih mereka bukanlah suatu perasaan, melainkan kehendak; sesuatu yang secara terus-menerus harus diusahakan dengan sekuat tenaga. Mereka menyatakan kasih kepada orang lain apabila mereka memperlakukan orang lain dengan cara yang sama seperti Allah telah memperlakukan mereka dengan kasih yang kekal.

Alasan kedua: mengasihi dengan tulus ikhlas karena mereka telah dilahirkan kembali oleh Firman Tuhan. "Karena kamu telah dilahirkan kembali bukan dari benih yang fana, tetapi dari benih yang tidak fana, oleh firman Allah, yang hidup dan yang kekal" (ayat 23). Ini adalah metafora keluarga yang digunakan untuk menggambarkan mereka sebagai anggota baru dari keluarga Allah melalui iman mereka dalam Kristus. Mereka menjadi bersaudara melalui kelahiran baru mereka dan dibawa ke dalam suatu hubungan yang baru dekat satu sama lain; hubungan yang rohani. Jadi, Rasul Petrus mendesak mereka untuk sungguh-sungguh mengasihi satu sama lain dengan hati yang murni dengan menimbang hubungan rohani mereka. Mereka semua telah dilahirkan kembali bukan dari benih yang fana, tetapi dari benih yang tidak fana. Oleh benih yang fana mereka menjadi anak-anak manusia, sedangkan oleh benih yang tidak fana mereka menjadi putra dan putri dari Yang Mahatinggi, yang terus bertumbuh sampai kekekalan (perhatikan ayat 24-25, mengutip kitab Yesaya 40:6-8). Satu hal yang bisa membuat mereka tidak mengasihi adalah ketakutannya sendiri bahwa jika mereka membayar harga kasih itu bagi sesama, diri sendiri akan kehilangan hal-hal baik yang ditawarkan oleh kehidupan di dunia ini. Kekuatan untuk mengatasi ketakutan ini adalah kekuatan pengharapan kekal: bahwa kemuliaan dunia ini akan berakhir dan mereka yang dilahirkan kembali melalui Firman Allah, dan berharap pada Firman Allah, akan tetap bertahan selamanya sampai kekekalan.

Jadi, dalam Pandemi Covid-19 saat ini, kasihilah orang lain dengan hati yang tulus ikhlas. Saudara telah dilahirkan kembali dari hidup yang lama oleh Firman Allah karena kasih-Nya. Sebagai anak-anak Allah yang baru lahir, Saudara mendengar dan mentaati Firman Allah dengan bertindak sungguh-sungguh mengasihi dengan tulus ikhlas. Kasihilah dengan hati yang bersih bahwa ada pengharapan kekal dari Allah yang lebih besar dari semua kemuliaan yang ditawarkan dunia. Tuhan Yesus Kristus memberkati. (erd270821)

Selasa, 31 Desember 2024 "Tahun Baru: Hidup Baru Dengan Ketaatan Kepada-Nya" (Renungan Natal menyambut Tahun Baru 2025) Banyak...