Thursday, 15 July 2021



[Ratapan 2:1-22] 
Kamis,  15 Juli 2021

“Apakah Saudara siap mengenal dan mengasihi Allah sebagaimana 
adanya Dia; Allah yang mendisiplin umat yang dikasihi-Nya?”
(Renungan Kitab Ratapan 2:1-22)

Ingat, Kitab Ratapan adalah salah satu kitab yang sangat menyedihkan, ditulis oleh saksi mata dengan tetesan air mata ketika melihat kota Allah Yerusalem dan Bait Allah hancur lebur. Kitab Ratapan dibacakan setiap tahun pada tanggal 9 bulan Ab (sekitar bulan Juli-Agustus), yaitu pada saat orang-orang Yahudi memperingati kehancuran Yerusalem dan Bait Allah pada tahun 587 SM oleh bangsa Babel maupun tahun 70 M oleh bangsa Romawi. Sampai sekarang orang-orang Yahudi bahkan membaca kitab ini di Tembok Ratapan minimal sekali dalam seminggu. Mengapa ratapan kepada Allah ini bisa terjadi? Bacalah Kitab Ratapan 2:1-22.

Pasal 2 (puisi kedua), ditulis dalam bentuk akrostik seperti pasal 1 (puisi pertama), dalam 22 bait (ayat) mengikuti jumlah abjad Ibrani. Bait pertama dimulai dengan huruf Ibrani Aleph. Bait kedua dimulai dengan huruf Ibrani berikutnya, Bet; dan seterusnya berurutan sampai bait ke-22 dimulai dengan huruf Ibrani terakhir Taw. Bukan sekedar supaya mudah diingat dan menggambarkan isi ratapan yang lengkap serta mendalam, tetapi juga memberikan kesan sebagai tulisan rasional yang teratur guna menemukan pesan teologis di dalamnya.

Jika puisi pertama ratapan tentang “bencana yang hebat”, puisi kedua berbicara tentang “Sang Penyebab”, tentang Allah. Dalam puisi kedua ini, semua kata ganti pribadinya adalah Dia (“He”). Puisi ini tentang Dia yang berdaulat, yang mendatangkan semua bencana itu. Allah yang melakukannya. Dia melakukannya karena dosa-dosa umat-Nya. Penulis puisi berbicara apa saja dalam ratapannya dan Allah menerimanya sebagai bagian dari Alkitab.

Bacalah ayat 1-5. “Ah, betapa Tuhan menyelubungi putri Sion dengan awan”. Kata”menyelubungi” dalam teks Ibrani hanya muncul di ayat ini, memberikan konotasi yang tidak menyenangkan dari sesuatu yang Allah lakukan terhadap Israel, kemarahan atas pemberontakannya. Allah Sion telah menjadi seteru bagi Sion (Yerusalem). TUHAN dengan murka-Nya telah menghancurkan Bait Suci, tumpuan kaki-Nya, keagungan Israel (bacalah 1 Tawarikh 28:2). Betapa mengenaskan.

Bacalah ayat 6-10. Allah melanda kemah-Nya,  yaitu Bait Suci-Nya dan pranata-pranata suci-Nya. Kemah Suci, tempat pertemuan, perayaan dan Sabat, raja dan imam, semua telah direndahkan dan dihancurkan secara kejam. Allah telah membuang mezbah-Nya, meninggalkan tempat kudus-Nya, menyerahkan tabut perjanjian ke tangan musuh, dan Dia mengizinkan sorak-sorai penaklukan bergema di dalam Rumah Allah seperti suara pesta pora.

Bacalah ayat 11-12. Gambaran nyata tentang kesengsaraan berkepanjangan: air mata terus bercucuran (bacalah Yeremia 9:1; 14:17), rasa simpati menyakitkan hati, hancur hati melihat bayi-bayi jatuh pingsan, anak-anak kecil menangis meminta makan dan minum dan yang lebih buruk lagi, bayi-bayi menghembuskan nafas terakhir di pangkuan ibu mereka.

Bacalah ayat 13-14. Orang yang menyaksikan penderitaan ini kehabisan ilustrasi atau obyek untuk membandingkan keadaan Sion yang hancur tersebut. Itu terlalu sulit untuk dipulihkan. Penglihatan palsu serta menggoda dari nabi-nabinya (bacalah Yeremia 14:14-16; 23:9-40) tidak dapat menunjukkan kepada bangsa itu dosa-dosanya sendiri, kalau tidak tentu ia diluputkan dari pembuangan. Di sini dinyatakan secara jelas mengenai penyebab moral dari kemalangannya.

Bacalah ayat 15-16. Sekalian orang yang lewat bertepuk tangan. Seteru-seteru Sion mengolok-olok kehancurannya. Tepuk tangan, gelengan kepala dan suitan menyertai ejekan yang diucapkan terhadap Yerusalem. Semua seteru menikmati kegembiraan, bersorak-sorak, bersuit dan menggertakkan gigi merayakan hari kehancuran Yerusalem. Ini merupakan ejekan yang tak terkendalikan.

Bacalah ayat 17-19. TUHAN telah menjalankan yang dirancang-Nya;  artinya bahwa yang dinubuatkan pasti dilakukan-Nya. Ketika pemberontakan terjadi, datanglah penghukuman. Biarlah Sion meratapi kesusahannya. Ia memberontak, dan ia telah membiarkan seteru-seterunya mengalahkan dirinya.

Bacalah ayat 20-22. Anak-anak menjadi korban perbuatan kanibal ibu mereka; imam-imam dibunuh di tempat kudus; pemuda dan orang tua terbaring di jalan-jalan tak dikuburkan; dara-dara dan teruna-teruna menjadi korban pedang. Dalam pembantaian tak berbelas kasihan siapa pun tidak dapat luput, dan obyek-obyek kasih sayang Sion menjadi sasaran pembantaian oleh musuh. Begitulah keadaan umat-Nya saat itu tatkala Tuhan murka. Apa yang harus dipahami tentang murka Allah dalam puisi ratapan ini?

Penulis puisi ratapan itu mengakui bahwa Allah murka karena Yerusalem sudah sangat berdosa (Ratapan 1:8) dan menghukumnya (Ratapan 2:2,8). Dalam puisi ini, kemarahan Allah disebutkan lima kali karena ada saatnya kemarahan Allah dinyatakan dengan tegas. Allah melaksanakan apa yang difirmankan-Nya kepada umat-Nya, sesuai maksud-Nya untuk menghukum umat yang berdosa (ayat 17).

Perhatikan lebih teliti ayat 17, “Tuhan telah menjalankan yang dirancangkan-Nya, ia melaksanakan yang difirmankan-Nya, yang diperintahkan-Nya dahulu kala”. Jika mereka menerima semua nasihat Allah melalui Yeremia, dalam kitab sebelumnya (lihat Yeremia 25-27), supaya mereka menyerah pada bangsa Babel dan tidak berusaha melawan mereka, kota Yerusalem itu pasti masih tetap berdiri. Hal inilah yang membuat penulis puisi sangat sedih dan meratap. Ia menghadapi kenyataan bahwa semua kesedihan di atas seharusnya tidak perlu terjadi, fakta bahwa sebenarnya semuanya dapat dihindari. Rasa frustasi akibat terbuangnya sebuah kesempatan yang Allah berikan. Sedih yang mendalam, karena umat memilih tidak taat dan akhirnya Allah harus melakukan penghukumannya.

Seperti ketika Saudara memasak mie instant dalam panci di atas kompor, dan Saudara lupa sampai tercium bau gosong. Saudara lari cepat angkat panci, tapi sudah hangus. Jika Saudara tetap berdiri di sana dan memperhatikannya, itu tidak akan terjadi karena Saudara melihatnya mendidih pelan-pelan dan kemudian mematikan kompornya. Seluruh penekanan di Alkitab tentang kemarahan  Allah adalah jika Saudara melihatnya mendidih pelan-pelan, Suadara dapat mencegahnya meluap, tetapi jika Saudara tidak memperhatikan Allah dengan seksama dan tidak melihatnya mendidih pelan-pelan, Saudara tak akan menyadari sampai kemarahan itu meluap-luap dan terjadilah bencana. Jangan tunggu kemarahan Allah.

Saudara, ketika Yesus bertanya kepada murid-murid-Nya “siapakah Aku”, ada yang mengatakan Yesus sebagai Yeremia yang datang kembali (Matius 16:13-16). Seperti Yeremia datang memperingatkan tentang kehilangan Bait Allah, Yesus datang memperingatkan tentang kehilangan “Bait Allah” yang kedua. Yesus adalah Mesias, Sang Penebus, Gembala yang baik, yang sudah dinubuatkan oleh Nabi Yeremia. Apakah Saudara siap mengenal dan mengasihi Allah sebagaimana adanya Dia; Allah yang mendisiplin umat-Nya? Waspadalah terhadap perasaa Allah agar Saudara sadar saat kemarahan itu mendidih perlahan-lahan sehingga tidak sampai meluap. Pancinya jangan sampai hangus. Tuhan Yesus Kritus mengasihi, mengampuni, memberkati. (erd150721)

Selasa, 31 Desember 2024 "Tahun Baru: Hidup Baru Dengan Ketaatan Kepada-Nya" (Renungan Natal menyambut Tahun Baru 2025) Banyak...