Wednesday, 21 July 2021



[Kejadian 22:1-19]
Rabu, 21 Juli 2021

“Allah menguji iman dan kesetiaan Saudara. Melalui kesulitan dan tantangan hidup, iman Saudara dihidupkan dan kesetiaan Saudara dimurnikan”

(Renungan Kitab Taurat, Kejadian 22:1-19)

Bagi sebagian orang, Pandemi Covid-19 saat ini sangat menekan hidup mereka. Pandemi Covid-19 menjadi cobaan yang sulit dihadapi. Apakah Saudara pernah mengalami situasi yang menekan hidup Saudara dan tidak bisa memahaminya serta berkata “mengapa semua ini harus terjadi menimpa diriku?”  Belajarlah dari kisah Nabi Ibrahim, bagaimana kesetiaannya kepada Allah teruji dalam ketaatannya. Bacalah Kitab Taurat, Kejadian 22:1-19. Allah menguji kesetiaan Ibrahim dengan memintanya untuk taat perintah-Nya, yaitu mengurbankan Ishak, anak yang dikasihinya, sebagai kurban bakaran untuk-Nya.

Sudah kurang lebih 40 tahun Ibrahim mengenal Allah dan hidup bersama-sama Allah, tidak pernah mengalami peristiwa yang mengejutkan seperti ini. Elohim (Allah Pencipta) berfirman: "Ambillah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi, yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah dia di sana sebagai kurban bakaran pada salah satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu" (ayat 2). Kurban bakaran adalah istilah Ibrani "pemusnahan" yang berarti "pengurbanan yang habis terbakar."

Saudara, bagaimana reaksi emosional Saudara dalam posisi Ibrahim saat itu? Alkitab memang tidak menceritakan secara detail reaksi emosional Ibrahim. Ada beberapa hal yang bisa menggoncangkan pengenalan Ibrahim tentang Allah yang selama ini disembahnya.

Apakah Allah yang dikenal Ibrahim adalah Allah yang mengingkari janji-Nya sendiri; bukan Allah yang setia pada janji-Nya? Bukankah sebelumnya Dia berjanji bahwa keturunan Ibrahim akan menjadi berkat bagi bangsa-bangsa (Kejadian 12:2). Tetapi sekarang, Allah justru meminta Ibrahim untuk mengorbankan anak itu!

Apakah Allah yang dikenal Ibrahim adalah Allah yang penuh cemburu, pembunuh sukacita; bukan Allah yang penuh kasih? Sara, istri Ibrahim yang sudah lanjut usia itu melahirkan seorang anak laki-laki; ada tawa sukacita kebahagiaan di rumah tendanya. Anak itu diberi nama Ishak yang artinya “tertawa”. Tetapi sekarang, Allah meminta anak itu! Apakah Allah-nya Ibrahim seperti dewa-dewa orang kafir yang menuntut pengorbanan darah manusia untuk menyenangkan hatinya?

Apakah Allah yang dikenal Ibrahim adalah Allah yang menuntut terlalu banyak, bukan Allah yang beranugerah? Bukankah sebelumnya seluruh hidup Ibrahim sudah diperhambakan kepada dan untuk Allah? Sejak 40 tahun silam, saat Ibrahim berusia 75 tahun; dia telah rela dan taat meninggalkan negerinya, rumah bapanya, sanak-saudaranya ke tempat yang ia tidak ketahui (Kejadian 12:1).

Sepanjang malam itu, Ibrahim bergumul “mengapa Allah.. mengapa aku harus melakukan hal yang menyakitkan ini.. mengapa Allah?”  Ibrahim sampai pada puncak serangkaian ujian imannya. Awalnya, dia diminta untuk meninggalkan masa lalunya (Kejadian 12). Sekarang, dia diminta untuk menyerahkan masa depannya (Kejadian 22).

Tetapi, keesokan harinya pagi-pagi benar Ibrahim sudah bangun, keluar dari kemahnya dan mempersiapkan diri, dan membawa Ishak ke tempat yang telah ditetapkan Allah untuk pengurbanan anaknya (ayat 3). Tiga hari perjalanan yang ditempuhnya, menjadi perjalanan yang berat (ayat 4). Bayangkan, sesekali ia melihat wajah Ishak, anak lelakinya itu. Ia menoleh, melihat rumah tendanya dan memikirkan Sara yang bersukacita. Tetapi Ibrahim taat meskipun belum menemukan jawaban atas pergumulan “mengapa Allah memerintahkannya?”. Bagaimana Ibrahim tetap melangkah mentaati Allah-nya?

Perhatikan ayat 5, “sesudah itu kami kembali kepadamu”. Tersirat bahwa Ibrahim memastikan bahwa dirinya dan Ishak akan kembali. Apakah ini hanya penghiburan kosong saja? Tetapi bacalah kitab Ibrani 11:17-19. Ribuan tahun setelah peristiwa tersebut, penulis kitab Ibrani menjelaskan tentang iman Ibrahim. Ibrahim percaya pada kemahakuasaan dan integritas Allah bahwa Allah itu baik dan dapat disandari. Iman tidak menuntut penjelasan dan tidak bergantung pada perasaan; Iman bertumpu pada Allah dan janji kesetiaan Allah.

Perhatikan ayat 7,8,14. Betapa gentarnya hati Ibrahim ketika mendengar Ishak bertanya, “tetapi di manakah anak domba untuk kurban bakaran itu?” Haruskah Ibrahim melakukan dengan tangannya sendiri? Bukankah Ibrahim bisa mengajak Ishak pulang dan mengatur hidup mereka sendiri? Tetapi Ibrahim tidak melakukannya dan menjawab pertanyaan anaknya dengan iman “Yehova Jireh! Allah yang menyediakan”. Meskipun mata Ibrahim tidak melihatnya, tetapi mata imannya melihat Allah menyediakan.

Perhatikan ayat 10-12. Sesudah itu Ibrahim mengulurkan tangannya, lalu mengambil pisau untuk menyembelih anaknya. Tetapi berserulah Malaikat TUHAN dari langit kepadanya: "Ibrahim, Ibrahim." Sahutnya: "Ya, Tuhan." (ayat 10,11). Bayangkan, dengan hati dan tangan yang masih gemetar, Ibrahim memutus tali pengikat Ishak, mencium peluk anak itu erat-erat. Ibrahim sadar ia telah memperoleh hidup Ishak kembali oleh karena anugerah Allah, sebagaimana Ishak hadir dalam kandungan Sarah juga oleh karena anugerah Allah. Pertolongan Allah hadir tepat pada waktunya, tidak pernah terlambat (bacalah Ibrani 4:16).

Yehova Jireh! Allah yang menyediakan apa yang dibutuhkan, seekor domba jantan sebagai korban bakaran ganti Ishak (ayat 13-14). Bayangkan situasinya, di atas gunung itu Ibrahim memegang pundak anaknya, menunjuk ke langit dan berkata “Allah menguji iman dan kesetiaan kita. Melalui kesulitan dan tantangan hidup, iman kita dihidupkan dan kesetiaan kita dimurnikan, sekalipun itu berarti harus mengorbankan sesuatu yang kita kasihi”

Perhatikan ayat 15-19. Dan karena ketaatan Ibrahim, Allah akan menggenapi janji-Nya, “Oleh keturunanmulah semua bangsa di bumi akan mendapat berkat, karena engkau mendengarkan firman-Ku" (ayat 18). Sebenarnya, Allah tidak membiarkan iman Ibrahim berhenti bertumbuh dalam kebahagiaan hidup yang sudah dinikmatinya.

Saudara, sebenarnya Ishak merupakan bayangan Kristus yang akan dipersembahkan sebagai korban. Tetapi jika Allah terlihat tidak tega Ibrahim mempersembahkan anak yang dikasihinya, maka Allah Bapa nanti akan mempersembahkan Anaknya yg tunggal (bacalah Injil Yahya 3:16), satu-satunya pengorbanan yang akhirnya bisa dan sepenuhnya menghapus dosa dunia. Ketika berjumpa dengan Yesus, Yahya pembabtis berkata, "Lihatlah Anak domba Allah, yang menghapus dosa dunia” (Yahya 1:29). 

Saudara, pandemi Covid-19 memang berat. Tetapi dengan iman, nikmatilah kesulitan dan tantangan hidup yang ada sebagai ujian yang memurnikan iman Saudara. Jehova Jireh. Allah tetap setia dengan janji-Nya. Tuhan Yesus Kristus memberkati. (erd210721)

Selasa, 31 Desember 2024 "Tahun Baru: Hidup Baru Dengan Ketaatan Kepada-Nya" (Renungan Natal menyambut Tahun Baru 2025) Banyak...