Saat pandemi Covid-19 ini, apakah Saudara mengalami tekanan jiwa yang sangat berat? Hati Saudara gelisah, takut dan gentar dengan kengerian maut? Saudara ingin lari dan bersembunyi saja? Daud pernah mengalaminya. Bacalah kitab Mazmur 55.
Mazmur 55 adalah puisi pujian, tetapi dinyanyikan dalam keadaan yang tertekan karena teror. Mazmur ini mengemukakan betapa Daud mengalami tekanan jiwa yang sangat berat (mengembara, menangis, cemas, gelisah, ngeri, takut, gentar, merasa seram). Menariknya, ini adalah nyanyian pengajaran. Kebenaran apa yang diajarkannya?
Para Penafsir kitab mengatakan bahwa Mazmur 55 terjadi pada saat tahta Daud digulingkan oleh Absalom, putranya sendiri. Tidak hanya itu, Daud melarikan diri karena dikejar-kejar oleh Absalom yang berniat membunuhnya; dan kelihatannya usaha Absalom akan berhasil. “Hatiku gelisah, kengerian maut telah menimpa aku” (ayat 5). Daud menjelaskan ketegangan hatinya, pengalaman hidupnya yang gelap.
Hal yang sama seperti yang dialami Yesus
di taman Getsemani, saat yang gelap menjelang penangkapan dan penyaliban diri-Nya.
Perhatikan ayat 2-3. “janganlah bersembunyi terhadap permohonanku!”. Saat itu Daud merasakan ada kehadiran musuh (Absalom dan pasukannya) yang ingin membunuhnya, ada kebengisan yang menginginkan darahnya. Dan seolah-olah Allah tidak peduli. Bagian ini sama seperti Mazmur 13 ketika Daud berkata“berapa lama lagi, ALLAH..” bukan sekedar soal waktu, tetapi seolah-olah Allah diam.
Perhatikan ayat 4-6. “Aku dirundung takut dan gentar”. Ingat siapa Daud sebenarnya? Bukankah dia telah menghabiskan hidup untuk berperang, menghadapi musuh? Bukankah Daud muda berani menghadapi Goliat yang menakutkan semua orang? Tetapi sekarang, Daud takut dan gentar menghadapi Absalom. Absalom digambarkan sangat membenci Daud. Hati Daud kacau dan bergumul berhadapan dengan mereka yang menginginkan kematiannya dan sepertinya Allah diam dan mengijinkannya. Masa yang gelap dalam hidup Daud. Apakah Saudara pernah mengalaminya? Apa yang Saudara lakukan ketika sekeliling tampak kacau, kemanapun pergi melangkah?
Perhatikan ayat 7-12. “Ingin lari dan bersembunyi”. Dalam ketakutannya, respon Daud yang pertama adalah ingin melarikan diri. Melarikan diri memang bisa menjadi hal yang bijaksana, seperti yang dilakukan Yusuf saat melarikan diri dari rumah Potifar (Kejadian 39:10-13). Namun tidak selalu demikian, terkadang melarikan diri justru hal yang terburuk ketika dilakukan. Realitanya, Daud tidak bisa melarikan diri dari apa yang ada di dalam hati. Apakah Saudara pernah mengalaminya? Sembunyi, pergi ke “ruang gelap” di mana tidak seorangpun yang melihat ketakutan Saudara yang memalukan. Melarikan diri tidak mengubah apa saja, selain tempatnya; penderitannya tidak berubah. Hikmat dan kebijaksanaan sangat diperlukan untuk melangkah dengan benar, dan Daud memintanya kepada Allah (Mazmur 13). Daud melarikan diri dan Absalom mengambil alih kekuasaan, tetapi ini bukan akhir ceritanya.
Perhatikan ayat 13-16. “Kalau musuhku yang mencela aku..., kalau pembenciku..., tetapi engkau orang yang dekat dengan aku...”. Rasa sakit menjadi sangat pribadi. Daud meratapi kehilangan sahabat dekat. Inilah poin penting mengapa Absalom menjadi pusat masalah. Dikhianati sahabat dekat sangatlah menyakitkan. Ingat peristiwa di taman Getsemani, Yesus dikhianati oleh Yudas, murid-Nya sendiri (Matius 26:49-50). Saat itu, Yesus tidak mengatakan kepada Yudas “kau orang yang tidak baik, beraninya kau mengkianati...!” tetapi berkata “Hai sahabatku...” Ketika dikhianati sahabat dekatnya, Daud tidak melarikan diri tetapi datang kepada Allah.
Perhatikan ayat 17-22. “Tetapi aku berseru kepada Allah”. Daripada melarikan diri, Daud datang dengan masalahnya kepada Allah supaya diselamatkan. Dia menyatakan imannya kembali kepada Allah walaupun hidupnya sulit. Ketika mengajukan permohonannya, Daud berdoa pagi siang, malam dengan keyakinan bahwa Allah mendengarkan doanya. Lihat kembali mulai dari ayat 1, Daud kecewa ketika Allah tidak menjawab keluhannya, tetapi sekarang dia berbicara dengan sikap dan cara pandang yang berubah. Daud yakin Allah akan menjawabnya walaupun saat itu belum menjawab. Dalam keadaan antara masalah hingga penyelesaian masalah, Daud tetap percaya kepada Allah.
Perhatikan ayat 23-24. “Serahkanlah kuatirmu kepada ALLAH”. Sebelumnya segala sesuatu yang diceritakan adalah cerita tentang orang pertama (saya, I/me/myself), cerita saya, rasa sakit saya. Hal ini bukan supaya orang lain merasa kasihan. Karena sekarang, Daud berhenti dengan kata “saya/I/me/myself” dan mulai berbicara dengan kata “kamu”. Daud ingin orang lain belajar dari pengalaman hidupnya bahwa bebannya terlalu berat dan dia tidak sanggup menanggungnya, Daud tidak cukup kuat tetapi Allah sangat kuat dan Daud menyerahkannya kepada Allah.
Daud mengajarkan supaya tidak menghadapi pergumulan hidup sendirian. Jangan tanggung sendirian tetapi serahkan kepada Allah.
Banyak orang bersedia memperayai Allah
tetapi juga ingin menyelesaikan masalah sendiri, tanpa Allah. Hanya ketika Saudara
benar-benar menyerahkan beban berat Saudara kepada Allah, maka Saudara akan
mengalami kelegaan dan istirahat. Tidak peduli pergumulan apa yang saat ini
Saudara alami, tetaplah percaya kepada Allah. Allah itu sangat berharga untuk
diberikan kepercayaan, karena Allah bisa dan mengasihi Saudara. Tuhan Yesus
Kristus memberkati. (erd050821)