Surat 1 Petrus ditulis untuk orang-orang beriman yang berada di perantauan (1:1-2) di tengah-tengah bangsa yang tidak beriman (2:12). Perantauan ini bukan hanya secara harfiah, tetapi juga secara rohani (1:17 “selama kamu menumpang di dunia ini”). Di tengah situasi seperti ini, mereka dituduh (2:12, 15), difitnah (3:16; 4:4), bahkan diperlakukan secara tidak adil (3:9; 4:14). Rasul Petrus mendorong jemaah agar tidak takut (phobeō, 3:14) kepada manusia maupun penganiayaan, tetapi harus tetap hormat (phobos, 3:15). Dalam konteks inilah Rasul Petrus memberikan nasihat supaya mereka selalu siap sedia memberikan pertanggungjawaban iman dengan cara yang saleh (3:15-16). Hal apa saja yang harus diperhatikan oleh jemaah? Bacalah surat 1 Petrus 3:14b-16.
"Sebab itu janganlah kamu takuti apa yang mereka takuti dan janganlah gentar. Tetapi kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan!" (ayat 14b-15a). "Mengkuduskan Kristus (Mesias/Al-masih)" berarti menghormati Kristus sebagai Tuhan dan Penebus mereka, lebih daripada yang lain. Mereka memang tidak boleh takut kepada manusia, tetapi Kristus harus tetap mereka takuti dan hormati. Kristus harus mendapatkan tempat yang terutama dalam hati mereka. "di dalam hatimu" - "hati" adalah sebuah ungkapan yang merujuk pada manusia secara keseluruhan. Rasul Petrus sangat menekankan kehidupan konkrit setiap hari yang bisa dilihat oleh orang lain (3:16-17; 2:12-13). Sebagai Tuhan, Kristus berhak mengatur seluruh aspek kehidupan mereka. Tidak ada satu area pun yang bebas dari kedaulatan-Nya. Sekali lagi Rasul Petrus menegaskan kepada mereka bahwa Tuhan-lah yang menjadi alasan dan motivasi hidup saleh dan ketaatan memberitakan kebenaran-Nya, di tengah penderitaan dan penganiayaan yang mereka alami.
"meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu" (ayat 15b). "Pengharapan" di sini adalah kata kolektif untuk Injil dan penyempurnaan di masa depan, topik yang sangat relevan bagi mereka saat itu, yang sedang mengalami penderitaan dan penganiayaan karena iman mereka. Mereka bisa kehilangan semangat dan sukacita, dan sangat memerlukan jaminan untuk masa depan. Kalau orang beriman tidak memiliki pengharapan, maka mereka adalah orang yang malang (1 Korintus 15:19) dan tidak berbeda dengan orang dunia yang tanpa pengharapan (Efesus 2:12; 1 Tesalonika 4:13). Rasul Petrus membicarakan tentang "pengharapan", apa yang ada pada mereka yaitu jaminan keselamatan. "Pengharapan" ini seharusnya membuat mereka selalu optimis dan bersukacita. Dengan demikian, orang-orang lain akan tertarik dengan kehidupan yang seperti ini dan menanyakan rahasia di balik kehidupan itu. Keunikan inilah yang perlu mereka beritakan dan tunjukkan kepada orang lain.
"Dan siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu" (ayat 15b). Memiliki pengharapan adalah satu hal. Memberikan penjelasan tentang pengharapan itu adalah hal yang berbeda. Mereka dituntut bukan hanya untuk menunjukkan kehidupan yang berpengharapan, melainkan juga memberikan “pertanggung-jawaban” (bahasa Yunani: apologia). Istilah "apologia" – kata majemuk "apo" (dari) dan "logos" (kata), secara harfiah menunjuk pada pembelaan hukum dalam latar belakang ruang sidang (Kisah Para Rasul 19:33; 22:1; 25:16, 26:1,2,24). Perhatikan bahwa adalah penting bagi setiap orang beriman untuk memiliki presentasi yang logis, dan selalu siap ("hetoimoi aei") memberikan pembelaan tentang iman mereka dalam Kristus. Kesiapan ini bukan hanya dalam konteks waktu (selalu siap), tetapi juga orang. Tidak peduli kapan dan kepada siapa, mereka harus senantiasa siap memberikan pembelaan yang rasional.
"tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat, dan dengan hati nurani yang murni" (ayat 15b-16a). Hati yang dikuasai oleh kekudusan Kristus (ayat 15a) adalah hati yang memunculkan sikap lemah-lembut, hormat, dan tulus kepada orang lain. Pembelaan bukan hanya harus rasional , tetapi juga harus disertai dengan kesalehan. Kekuatan intelektual bukan penggati bagi kematangan spiritual, emosional, dan sosial. Mereka seharusnya memiliki "hati nurani yang murni" (syneidēsin agathēn), karena hal itu bisa mereka mohon dari Tuhan (3:21). Tuhan bisa membawa seseorang kepada diri-Nya bukan hanya melalui perkataan dan cara menyatakannya, tetapi keseluruhan hidup mereka yang menguduskan Kristus dalam seluruh hidup mereka.
Bagaimana dengan pembelaan iman Saudara saat ini? Milikilah pola hidup yang benar seperti nasihat Rasul Petrus ini; memiliki "pengharapan" di dalam Kristus dan menunjukkannya melalui kehidupan yang penuh semangat dan sukacita menjadi kesaksian yang benar bagi orang lain. Menguduskan Kristus dalam hati Saudara dan memberikan apologia dengan cara yang benar: dengan lemah-lembut (prautēs), dengan hormat (phobos), dengan hati nurani yang murni (syneidēsin agathēn). Ingatlah, "seluruh kehidupan pemberita kebenaran harus dikuasai oleh kebenaran itu". Tuhan Yesus Kristus memberkati Saudara. (erd041121)