Saturday, 30 October 2021



[1 Petrus 3:13-14]
Sabtu, 30 Oktober 2021

 "Penderitaaan karena kebenaran 
merupakan kehormatan dan kebahagiaan orang beriman"
(Surat 1 Petrus 3:13-14)

Di tengah penganiayaan dan penderitaan karena hidup beriman, Rasul Petrus menerangkan kepada jemaah untuk tetap hidup saleh dan menjadi berkah bagi orang lain. Tetapi bagaimana jika justru mendapat perlakuan jahat dan menderita? Pada umumnya, kalau Saudara hidup baik, orang-orang tidak akan berbuat jahat kepada Saudara, tetapi kadang-kadang hal itu tetap terjadi. Tetapi dalam hal itu, Saudara menderita karena kebenaran. Bacalah surat 1 Petrus 3:13-14.

Ayat 13, "Dan siapakah yang akan berbuat jahat terhadap kamu, jika kamu rajin berbuat baik?" Ayat ini mengingatkan mereka pada tulisan kitab Mazmur, "ALLAH di pihakku. Aku tidak akan takut. Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?" (Kitab Mazmur 118:6), kitab Mazmur yang sudah dikutip sebelumnya oleh Rasul Petrus (1 Petrus 2:1,9). Kebenaran yang sama, diterangkan juga oleh Rasul Paulus kepada jemaat di Roma (bacalah Roma 8:31-34).

"jika kamu rajin berbuat baik" - ini adalah sebuah kalimat yang berarti tindakan yang potensial. Mereka menderita khususnya karena mereka adalah orang beriman,  namun perhatikan ketergantungannya, "rajin berbuat baik"! (lihat 1 Petrus 3:14; 2:19,20; 3:9,16,17; 4:13,14,16,19). Mereka bukan sekedar berbuat baik, tetapi harus bersemangat dalam melakukan apa yang baik. Ini adalah cara mereka yang terbaik dan paling pasti untuk mencegah penderitaan, "siapakah yang akan berbuat jahat terhadap kamu". "Jikalau ALLAH berkenan kepada jalan seseorang, maka musuh orang itupun didamaikan-Nya dengan dia" (kitab Amsal 16:7). Umat Allah adalah pelaku perbuatan baik, dan Allah selalu waspada untuk mengawasi dan memelihara mereka (1 Petrus 3:12).

Ayat 14, "Tetapi sekalipun kamu harus menderita juga karena kebenaran, kamu akan berbahagia. Sebab itu janganlah kamu takuti apa yang mereka takuti dan janganlah gentar". Sungguh ironis bahwa mereka yang dilindungi oleh Allah seringkali justru merupakan orang-orang yang sedang dianiaya. Mengenal, mengasihi, dan melayani Allah tidak melindungi seseorang dari rasa sakit, perlakuan tidak adil, bahkan kematian. Ini mungkin terlihat seperti kejahatan telah menang, tapi tunggu, bahkan di tengah-tengah penderitaan, orang beriman tetap diberkahi (bacalah Injil Matius 5:10-12; Kisah Para Rasul 5:41).

"Tetapi sekalipun kamu harus menderita juga karena kebenaran" -  adalah sebuah kalimat yang langka (kondisi yang jauh dari kenyataan), yang berarti tindakan yang mungkin terjadi, tapi tidak pasti. Tidak semua orang beriman di mana-mana menderita. Penderitaan dari dahulu sampai sekarang tidak pernah menjadi pengalaman dari setiap orang beriman, tetapi setiap orang beriman harus siap (lihat 1 Petrus 4:12-16; 5:9)! Dalam konteks ayat ini, "kebenaran" merujuk pada hidup yang saleh atau saksi verbal mereka tentang Injil.

"Sebab itu janganlah kamu takuti apa yang mereka takuti" -  Secara harfiah ini adalah "jangan mentakuti ketakutan mereka". Kurangnya rasa takut merupakan karakteristik dari orang beriman (lihat 1 Petrus 3:6). Mereka harus terus-menerus ingat bahwa dunia ini bukan rumah mereka dan hal-hal jasmani bukanlah realitas yang terutama! Mereka adalah peziarah di dunia ini, hanya lewat saja. Mereka tidak perlu takut terhadap apa saja yang dapat orang lain lakukan untuk menyerang mereka dengan kengerian, juga tidak perlu banyak gelisah atau khawatir akan kegeraman atau kekuatan musuh-musuh mereka. Perhatikan, selalu mengikuti apa yang baik adalah jalan terbaik yang dapat mereka ambil untuk terhindar dari bahaya.

"kamu akan berbahagia"  - "Makarios" (berbahagia) adalah istilah yang digunakan dalam Firman Bahagia dari Khotbah Yesus Kristus di bukit (Injil Matius 5:10-12). Dengan kesaksian mereka bahkan di tengah-tengah penganiayaan, orang tidak beriman bisa berbalik dan memuji Allah (lihat 1 Petrus 3:1,8-9). Menderita karena kebenaran merupakan kehormatan dan kebahagiaan orang beriman. Menderita demi kebenaran, demi hati nurani yang baik, atau kewajiban apa saja dari orang beriman, merupakan suatu kehormatan besar. Kegembiraannya lebih besar daripada siksaannya, kehormatannya lebih besar daripada aibnya, dan keuntungannya jauh lebih besar daripada kerugiannya.

Kiranya nasihat Rasul Petrus ini mengingatkan Saudara senantiasa untuk merespons dengan benar setiap penderitaan yang hadir karena Saudara hidup saleh dalam kebenaran Allah. Berbahagialah dalam pemeliharaan-Nya. Selamat berakhir pekan, menikmati cinta kasih Allah bersama keluarga. Tuhan Yesus Kristus memberkati. (erd301021)

Friday, 29 October 2021



[1 Petrus 3:8-12] 
Jumat, 29 Oktober 2021

Seia-sekata, seperasaan, mengasihi saudara-saudara, 
penyayang, rendah hati, membalas yang jahat dengan berkat.
(Surat 1 Petrus 3:8-12)

Surat 1 Petrus menjelaskan kehidupan orang beriman yang sedang mengalami penderitaan dan penganiayaan karena iman mereka. Rasul Petrus mengingatkan mereka untuk tetap hidup saleh, memberikan kesaksian hidup yang baik dan menjadi berkat bagi orang-orang yang belum beriman; bertanggung jawab membangun relasi yang baik dengan masyarakat sekitar (1 Petrus 2:11-12). Selanjutnya, Rasul Petrus juga menerangkan tanggung jawab mereka untuk membangun relasi yang baik antar sesama saudara seiman. Bacalah surat 1 Petrus 3:8-12.

Perhatikanlah enam tanggung jawab yang jemaah miliki antara satu dengan yang lain. Semuanya adalah bagian tentang apa yang merupakan karakter seperti Yesus Kristus dan mereka harus bertumbuh sebagai murid-Nya. Perhatikan ayat 8-9.

"Seia sekata" (bersifat harmonis, bersatu dalam roh, sikap yang sama, "harmonious"/“one mind”). Kata Yunani "homoprhon" harfiahnya adalah kata majemuk "homos" (satu atau sama) dan "phrēn" (pikiran atau berpikir). Kesatuan hidup orang beriman sangat jelas terlihat dalam kehidupan jemaah mula-mula di Yerusalem (Kisah Para Rasul 4:32).  Seia sekata dapat terwujud ketika mereka bersedia dan tunduk pada kehendak Allah. Mereka semua menjadikan kehendak Allah sebagai kehendak mereka dan tujuan-Nya menjadi tujuan mereka juga. Mereka semua bersedia meneladani cara hidup Yesus Kristus (Injil Yohanes 5:30).

“Seperasaan”  (simpatik, memiliki belas kasih satu sama lain, "sym-pathetic"). Kata Yunani "sumpathēs" secara harfiah adalah kata majemuk "sun" (dengan) dan "paschō" (menderita). Istilah "simpati" didapatkan dari kata majemuk Yunani ini. Ini berarti memiliki belas kasihan, perasaan tertekan terhadap penyakit orang lain. Juga memiliki sikap yang  digerakan oleh pergumulan orang lain; misalnya, masalah kesehatan, kesulitan ekonomi, dan lain-lain. Ini adalah sikap yang juga telah diteladankan oleh Yesus Kristus, selama pelayanan-Nya di dunia (Matius 9:35-36). Di masa penganiayaan dan percobaan yang jemaah alami, kualitas hidup ini begitu penting.

"Mengasihi saudara-saudara” (persaudaraan, saling mengasihi satu sama lain). Kata Yunani "philadelphos" secara harfiah adalah kata majemuk "philos" (kasih) dan "adelphos" (saudara). Hal ini mencerminkan perintah Yesus tentang kasih kekeluargaan kepada semua orang beriman (Injil Yohanes 13:34; surat 1 Yohones 3:23; 4:7-8,11-12,19-21). Ini adalah atribut yang esensial jika jemaat ingin untuk bertumbuh dalam anugerah dan pengenalan akan Yesus Kristus (2 Petrus 1:7-8). Kesaksian bagi dunia bahwa mereka adalah sungguh-sungguh murid Yesus (Injil Yohanes 13:35).

"Penyayang" (lembut hati, baik, memiliki belas kasihan, "kindhearted"). Kata Yunani "eusplagchnos" adalah kata majemuk dari "eu" (baik) dan "splagchnon" (organ dalam, usus). Orang dahulu percaya bahwa organ dalam bagian bawah (Kisah Para Rasul 1:18) adalah tempat/kursi dari emosi (Injil Lukas 1:28; 2 Korintus 6:12; Filipi 1:8). Kata majemuk ini mengajak orang beriman untuk memiliki "perasaan yang baik" terhadap satu sama lain. Lawan dari kata ini adalah "berhati dingin", yang tidak peka dengan kebutuhan dan perasaan orang lain. Ketika awalnya mereka adalah “berhati dingin” tetapi dalam Yesus Kristus mereka bisa dan harus mengalami transformasi untuk bertumbuh dalam “perasaan yang baik” bagi orang lain (Efesus 4:22-24, 31-32; Kolose 3:8-10,12).

"Rendah hati”  (sopan, pikiran yang rendah hati, "humble in spirit"). Kata Yunani "tapeionophrones" adalah kata majemuk "tapeinos" (rendah hati) dan "phrēn" (berpikiran). Kata ini digunakan dalam Kisah Para Rasul 20:19 yang berarti kebalikan dari kesombongan diri dan kebanggaan yang egosentris. Ini adalah kabajikan unik orang beriman yang meneladani Yesus Kristus (Filipi 2:3-5).

"Membalas yang jahat dengan berkat". Pesan ini dituliskan untuk orang beriman yang saat itu dianiaya dan menderita, tetapi mereka harus menanggapi seperti Yesus Kristus menanggapi perlakuan yang tidak adil. Meskipun hal ini mungkin bertentangan dengan "sifat manusia,"  Rasul Petrus memberikan dua alasan mengapa mereka bereaksi dengan cara ini, yaitu mereka dipanggil untuk meneladani Kristus (1 Petrus 2:21-23) dan mereka dipanggil untuk menerima berkat dari Allah.

Perhatikan ayat 10-12. "mencintai hidup dan melihat hari-hari baik". Semua orang ingin menikmati hidup dan mengalaminya setiap hari, tetapi seringkali membuat hidup mereka sendiri sengsara dengan sikap hidup yang tidak benar. Terus-menerus mengeluh, membalas kejahatan dengan kejahatan, mereka hanya memperburuk situasi. Rasul Petrus mengutip kitab Mazmur 34 untuk memotivasi orang percaya supaya taat dan menikmati hari-hari baik, dengan memperhatikan peringatan: menjaga lidahnya terhadap yang jahat, menjauhi yang jahat dan mencari perdamaian dan berusaha mendapatkannya. Sebagaimana Yesus Kristus datang untuk membawa damai maka setiap orang beriman bertanggung jawab untuk mengusahakan perdamaian dengan sesamanya. Dengan demikian, mereka memastikan bahwa mata Allah yang penuh anugerah tertuju kepada mereka, Allah mendengar doa mereka, dan mereka selalu ingat bahwa Allah menentang orang-orang yang berbuat jahat.

Seia sekata, seperasaan, mengasihi saudara-saudara, penyayang, rendah hati, dan membalas yang jahat dengan berkatkerjakanlah semuanya dalam hidup Saudara bersama keluarga, jemaah Allah dan semua orang. Tuhan Yesus Kristus memberkati Saudara. (erd291021) 

Saturday, 23 October 2021



[1 Petrus 3:1-7[
Sabtu, 23 Oktober 2021

Kesalehan dalam Ketundukan dan Kasih Suami-istri.
(Renungan 1 Petrus 3:1-7)

Kesalehan adalah buah kehidupan orang beriman. Rasul Petrus menerangkannya kepada jemaah orang beriman yang saat itu mengalami penderitaan dan penganiayaan karena iman mereka. Menurut hukum Romawi saat itu, budak, anak-anak, dan istri harus tunduk kepada pria yang menjadi kepala keluarga (sebagai majikan, ayah, suami). Banyak diantara mereka adalah istri yang menjadi beriman kepada Yesus Kristus tetapi suaminya belum percaya. Bagaimana mereka seharusnya menyelaraskan ketaatan mereka kepada suami yang belum beriman dan Allah? Rasul Petrus menerangkan bahwa istri yang saleh menunjukkan dua karakteristik: ketundukan kepada suami dan kecantikan dari dalam. Dua hal ini sangat penting bagi si istri maupun suaminya. Ketundukan seperti apa yang diterangkan Rasul Petrus? Bacalah surat 1 Petrus 3:1-7.

Perhatikan ayat 1-2. Kesalehan dalam ketundukan. Rasul Petrus tidak menganjurkan pernikahan antara orang beriman dengan orang yang tidak beriman (lihat 2 Korintus 6:14); tetapi, suami-istri yang tidak beriman, lalu istrinya bertobat sedangkan suaminya tidak (lihat 1 Korintus 7:12-16). Rasul Petrus menasihatkan istri-istri yang sudah bertobat untuk tunduk dengan tujuan suami mereka menjadi beriman juga. Kata "tanpa perkataan" (aneu logou) dan kata "kelakuan" (anastrophē, lihat ayat 1:15; 2:12; 3:2, 16) menegaskan bahwa kesalehan mereka dalam perbuatan adalah sarana kesaksian hidup yang penting bagi suami yang belum beriman (lihat 2:12). Namun demikian, pemberitaan Injil juga penting untuk disampaikan (lihat 1 Petrus 3:15).

Jadi, Rasul Petrus menerangkan bahwa tunduk kepada suami yang belum beriman bukan semata-mata karena tuntutan kultural, bukan pula untuk mendapatkan sesuatu yang menyenangkan. Ketundukan isteri bukan cuma di luar untuk pencitraan. Bukan sekadar menjaga reputasi isteri atau suami. Bukan sekadar menyenangkan pasangan. Bukan untuk menghindari pertengkaran belaka, apalagi memamerkan kebaikan isteri. Ketundukan ini dilakukan secara tulus karena Allah yang menjadi alasannya; kesalehan yang berdampak bagi pertobatan suaminya.

Perhatikan ayat 3-4. Kesalehan dalam kesederhanaan penampilan dan kecantikan yang dari dalam. Di berbagai terjemahan tertulis, "Jangan mementingkan kecantikan lahiriah yang bergantung pada perhiasan, pakaian indah serta dandanan rambut". Semua ini menunjuk pada tata rambut yang mahal dan rumit dan mode pakaian wanita di Yunani-Romawi abad pertama. Rasul Petrus tidak bermaksud secara mutlak melarang segala jenis dandanan, pakaian mahal, dan perhiasan; namun demikian tetap mengajarkan kesederhanaan. Rasul Petrus mengatakan "tetapi perhiasanmu ialah manusia batiniah yang tersembunyi", menyoroti perihal kecantikan dari dalam (inner beauty); bukan berarti hanya aspek batiniah saja yang dipentingkan (ayat 1-2, pentingnya kelakuan saleh yang bisa dilihat). Hati yang baik menghasilkan kelakuan yang baik pula. Hati yang diwarnai oleh kelembutan (praus) dan ketentraman/ketenangan (hēsychios) memampukan para isteri untuk tunduk kepada suaminya (lihat 1 Timotius 2:11). Kecantikan dari dalam tidak bisa binasa oleh waktu atau pemakaian (“yang tidak binasa”). Kecantikan ini sangat berharga di mata suami (sebagai sarana pertobatan, ayat 1-2) dan terutama “di mata Allah” (ayat 4).

Perhatikan ayat 5-6. Teladan dari masa lalu. Ketundukan istri yang sudah beriman kepada suaminya memang berat tetapi mereka tidak perlu berkecil hati. Sarah, istrinya Nabi Ibrahim dan para perempuan kudus lainnya dari dahulu memang sudah menjalankan hal tersebut.  Saat itu, Nabi Ibrahim telah sangat tua dan belum menerima penggenapan janji tentang keturunan. Sarah memanggil Nabi Ibrahim sebagai "tuanku" (Kejadian 18:12). Di tengah situasi seburuk apapun, ketundukan Sarah tetap ada. Ketundukannya tidak ditentukan oleh keadaan tertentu. Ketundukan adalah suatu kebiasaan; kapan pun dan dalam situasi seperti apapun.

Perhatikan ayat 7. Rasul Petrus juga menerangkan bahwa suami pun memiliki tanggung jawab dalam hidup salehnya, “Tinggallah bersama istrimu menurut pengetahuan” (synoikountes kata gnōsin). Rasul Petrus memerintahkan para suami untuk selalu menggumulkan apa yang menjadi kehendak Allah dalam pernikahan mereka. Perlakuan mereka terhadap istri masing-masing harus sesuai dengan pengetahuan mereka tentang Allah. Tanggung-jawab kedua yang diemban suami adalah memberikan hormat kepada istri (ayat 7b). Para istri memang harus tunduk kepada suami, tetapi mereka juga layak mendapatkan penghormatan. Ketundukan istri kepada suami dan penghormatan suami kepada istri harus berjalan beriringan. Yang satu tidak meniadakan yang lain. Kata "hormat" (timē) berkaitan dengan sesuatu yang sangat mahal dan berharga. Memberikan hormat kepada istri berarti menganggap dia berharga. Bentuk yang labih praktis, memuji istri sebagai bagian kehidupan yang bernilai.

Dua tanggung-jawab di atas – hidup bersama menurut pengetahuan tentang Allah dan memberikan hormat kepada istri – bukanlah pilihan. Ini merupakan perintah ilahi. Jika dilanggar, ada konsekuensi yang mengikutinya. Keengganan suami untuk menunaikan tangung-jawab kepada istri merupakan kejahatan di mata Tuhan, sehingga Dia tidak akan menghiraukan permohonan suami (lihat ayat 12).

Nikmatilah kesalehan hidup dalam ketundukan dan kasih suami-istri. Tuhan Yesus Kristus memberkati. (erd231021)

Friday, 8 October 2021



[1 Petrus 2:18-25]
Jumat, 8 Oktober 2021

Kristus telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan
teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejak-Nya.
(Renungan 1 Petrus 2:18-25)
https://alkitab.app/v/74282185f0d8 

Penderitaan bisa terjadi bahkan ketika seseorang hidup benar karena imannya, misalnya penderitaan karena dampak pandemi Covid-19 yang melanda seluruh dunia. Penderitaan juga bisa terjadi ketika seseorang yang hidup benar karena imannya mendapat tekanan hidup dari dunia yang sudah jatuh dalam dosa. Seorang pekerja yang hidup benar karena imannya bisa mendapat penindasan dan perlakuan tidak adil dari majikannya bahkan dari rekan-rekan kerjanya, bahkan justru karena imannya tersebut. Belajarlah dari nasihat Rasul Petrus kepada para budak, "Hai kamu, hamba-hamba, tunduklah dengan penuh ketakutan kepada tuanmu, bukan saja kepada yang baik dan peramah, tetapi juga kepada yang bengis". Mengapa demikian? Bacalah surat 1 Petrus 2:18:25.

Penundukan diri yang dikatakan Rasul Petrus tentunya bukan menuruti perintah secara buta, apalagi menuruti perintah yang melawan Allah. Saat itu, kekristenan telah menyentuh semua lapisan masyarakat termasuk para budak. Sebagai budak hak mereka sering diabaikan dan "diperlakukan tidak manusiawi" oleh majikannya. Apalagi bila budaknya itu hidup sebagai orang beriman, sering diperlakukan lebih kejam lagi, seakan-akan hidup kekristenannya itu adalah sebuah kesalahan. Apa nasihat Rasul Petrus?

"Sebab adalah kasih karunia.." (ayat 19-20). Bagi Rasul Petrus bila jemaah harus menderita karena ketaatan kepada Allah, justru itu adalah kasih karunia. Kasih karunia (kemurahan hati) memang tidak selalu mewujud dalam kenikmatan hidup. Dalam penderitaan pun, bila itu dialami karena sadar sedang melakukan kehendak (menghormati) Allah, itu pun kasih karunia. Rasul Petrus menguatkan para budak yang menderita ini dengan memberikan gambaran mengenai Yesus Kristus.

"Karena Kristuspun telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejak-Nya" (bacalah ayat 21-23). Yesus Kristus telah menjadi teladan mereka dalam hidup-Nya. Semua yang dilakukan Yesus di dunia, seperti yang ditulis dalam keempat kitab Injil, adalah suatu teladan yang sempurna untuk ditaati. Akan tetapi, Ia terutama adalah teladan dalam cara Ia menanggapi penderitaan yang harus ditanggung-Nya, walaupun Ia benar-benar tidak berdosa dan berkuasa mengatasi semua keadaan. Yesus membuktikan bahwa seseorang dapat berada dalam kehendak Allah, dapat sangat dikasihi oleh Allah, tetapi ia masih dapat mengalami penderitaan secara tidak adil. Para budak tersebut diselamatkan bukan dengan mengikuti teladan Kristus dalam menanggung penderitaan, karena mereka memang manusia berdosa yang memerlukan Juruselamat. Akan tetapi, setelah seseorang diselamatkan, ia akan bersedia bertindak megikuti jejak-Nya dan meniru teladan Kristus; bertindak karena memandang Allah.

"Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib" (bacalah ayat 24). Yesus menjadi pengganti mereka dalam kematian-Nya. Kata "memikul"  berarti "menjadi korban" (bacalah kitab Yesaya 53:5-7, 9,12). Yesus mati di kayu salib dan menanggung kutuk hukum Taurat karena dosa-dosa mereka (bacalah Galatia 3:13). Kristus terluka supaya mereka sembuh. Ia mati supaya mereka hidup. Mereka mati bersama dengan Yesus, dan dengan demikian "mati bagi dosa" (surat Roma 6) sehingga mereka "hidup untuk kebenaran". Kesembuhan yang sebutkan oleh Rasul Petrus dalam ayat ini adalah kesembuhan rohani bagi jiwa (bacalam Mazmur 103:3), bukan kesembuhan jasmani atas penyakit yang sementara ini mereka tanggung di dunia.  

"Sekarang kamu telah kembali kepada gembala dan pemelihara jiwamu" (bacalah ayat 25)Yesus menjadi Gembala yang memelihara di dalam sorga. Kata "pemelihara" semata-mata berarti "seorang yang menjaga, yang mengawasi". Dalam kitab Perjanjian Lama, domba mati bagi gembalanya; tetapi di Bukit Golgota, Gembala mati  bagi domba-Nya (bacalah Injil Yohanes 10).  Gembala itu pergi mencari domba yang sesat dan menyelamatkannya (Injil Lukas 15:1-7). Dunia yang jatuh dalam dosa sedang memperhatikan mereka, tetapi Gembala yang di sorga juga memeilhara mereka; jadi mereka tidak perlu merasa takut. Mereka dapat tunduk kepada Allah dan mengetahui bahwa Ia akan bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka dan bagi kemuliaan-Nya.

Jadi, sementara Saudara hidup dengan saleh, dan tunduk pada masa penderitaan, Saudara sedang mengikuti teladan Kristus dan makin menjadi serupa dengan Dia. Hidup saleh tidak dipengaruhi oleh situasi. Bahkan ketika diperlakukan tidak adil, bukan hanya tidak membalas melainkan mengampuni dan berbuat kebajikan. Tuhan Yesus Kristus memberkati Saudara. (erd080910)

Wednesday, 6 October 2021



 [1 Petrus 2:13-17]
Rabu, 6 Oktober 2021

Demi Tuhan, tunduklah kepada lembaga pemerintahan 
yang ditetapkan oleh manusia.
(Renungan surat 1 Petrus 2:13-17)
https://alkitab.app/v/c2d659824104

PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar)  dan PPKM (Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) adalah kebijakan dan peraturan Pemerintah Indonesia untuk menekan penyebaran Covid-19. Peraturan Pemerintah ini menjadi salah satu faktor keberhasilan Indonesia dalam mengatasi pandemi Covid-19; dan diakui dunia. Namun demikian, ada sebagian masyarakat yang tidak mematuhi bahkan menentang Pemerintah dengan berbagai alasan. Bagaimana dengan Saudara? Bacalah surat 1 Petrus 2:13-17.

"Tunduklah" (ayat 13). Ingat, mereka sedang mengalami penderitaan dan penganiayaan karena iman mereka. Pemerintah yang bekuasa saat itu adalah Kerajaan Roma dengan para pemimpin yang tidak seiman dengan mereka. Rajanya adalah Nero yang terkenal dengan kekejamannya. Tetapi justru Rasul Petrus mengingatkan mereka untuk tunduk kepada Pemerintah yang berkuasa itu. Mengapa nasihat Rasul Petrus ini penting?

Meskipun sebelumnya (1 Petrus 2:9-12) dijelaskan bahwa identitas mereka adalah "bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus (terpisah, dikhususkan), umat kepunyaan Allah sendiri, umat Allah sebagai pendatang dan perantau di antara lembaga-lembaga sosial dan politik dari dunia ini", tetapi bukan berarti mereka harus tinggal dalam ghetto (tempat tertutup yang terpisah dari kota), menarik diri dari kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Rasul Petrus mengingatkan mereka untuk tidak memisahkan diri tetapi menempatkan kehidupan sosial dan politik mereka dalam relasinya dengan Allah, sehingga mereka dapat hidup dengan Allah bahkan di bagian yang tampaknya sekuler/duniawi dari kehidupan mereka.

Karena Allah" (ayat 13) menjadi bagian kunci untuk memahami ayat ini. Mereka tunduk bukan karena lemah, bukan karena tidak ada pilihan atau karena paksaan dan memikirkan konsekuensinya jika tidak patuh.  Mereka melakukannya karena tunduk kepada Allah. Mereka menempatkan semua kehidupan sosial dan politik mereka sebagai hal yang berhubungan dengan Allah yang berkuasa atas segala sesuatu, termasuk Pemerintah yang berkuasa. Dengan cara ini, ketundukan mereka kepada pemerintah di dunia ini menjadi tindakan penghormatan kepada otoritas Allah atas dunia dan semua lembaga manusia.

"Menghukum orang-orang yang berbuat jahat dan menghormati orang-orang yang berbuat baik" (ayat 14). Rasul Petrus mengingatkan mereka tentang tujuan keberadaan Raja, para gubernur dan pemerintahannya. Rasul Paulus pun mengatakan, "Karena pemerintah adalah hamba Allah untuk kebaikanmu. Tetapi jika engkau berbuat jahat, takutlah akan dia, karena tidak percuma pemerintah menyandang pedang. Pemerintah adalah hamba Allah untuk membalaskan murka Allah atas mereka yang berbuat jahat" (Roma 13:4). Rasul Paulus juga mendesak jemaah untuk bersyafaat bagi raja dan para penguasa (1 Timotius 2:1-4).

"Sebab inilah kehendak Allah..." (ayat 15). Seperti ayat 12, Allah mengendaki mereka hidup saleh. Mereka tetap harus hidup sebagai warga negara yang taat di dunia ini sehingga Allah dimuliakan. Perilaku pemberontak mereka akan membawa aib pada Allah yang mereka sembah. Kesalehan hidup mereka menjadi kesaksian yang baik sehingga orang lain memuliakan Allah yang mereka sembah.

"Hiduplah sebagai hamba Allah" (ayat 16)Mereka tidak tunduk pada institusi manusia sebagai budak untuk institusi itu, tetapi sebagai orang bebas milik Allah (bacalah 1 Korintus 7:22-23) yang harus taat sesuai kehendak-Nya. Mereka telah dibebaskan Allah dari perbudakan semua lembaga manusia, dan dikirim oleh Allah dengan bebas dan tunduk ke dalam lembaga manusia, demi Allah.

Dan yang terakhir, "Hormatilah semua orang, kasihilah saudara-saudaramu, takutlah akan Allah, hormatilah raja!" (ayat 17). Perhatikan perkembanganya, secara umum menghormati semua orang (baik dan jahat) dan secara khusus mengasihi sesama saudara seiman, dan fokusnya adalah takut akan Allah yang Mahakuasa; dan kembali ke perihal menghormati raja sebagai bagian dari menghormati semua orang. Raja bukan Allah; Allah adalah Raja segala raja. Jadi, ketundukan kepada Allah yang Mahakuasa adalah pondasi dan motivasi sikap tunduk kepada Pemerintah dan para penguasanya.

Karena itulah, Saudara juga diingatkan, "Demi Tuhan, tunduklah kepada lembaga pemerintahan yang ditetapkan oleh manusia". Tuhan Yesus Kristus memberkati. (erd061021)

Selasa, 31 Desember 2024 "Tahun Baru: Hidup Baru Dengan Ketaatan Kepada-Nya" (Renungan Natal menyambut Tahun Baru 2025) Banyak...