Tuesday, 17 August 2021



(1 Petrus 1:13-21) 
Selasa, 17 Agustus 2021

Dalam penderitaan, tetap hidup dalam pengharapan dan hidup dalam kekudusan; orientasi hidup yang menyeluruh pada Allah.
(Renungan 1 Petrus 1:13-21)

Dalam kehidupan yang penuh pergumulan dan penderitaan saat pandemi Covid-19 saat ini, adalah penting untuk menjalaninya dalam hidup yang penuh pengharapan. Tetapi yang juga penting adalah hidup dalam kekudusan. Bagaimana hidup tetap kudus di dalam dunia yang penuh penderitaan, dunia yang berdosa ini? Renungkanlah surat 1 Petrus 1. Bacalah 1 Petrus 1:13-21.

Ingat, surat 1 Petrus dialamatkan kepada mereka yang saat itu hidup dalam penderitaan dan penganiayaan karena iman mereka di tengah-tengah masyarakat berdosa. Di awal suratnya, Petrus menekankan pentingnya hidup dalam pengharapan, tetapi sekarang ia menekankan tentang hidup dalam kekudusan. Kedua hal ini sejalan karena ”setiap orang yang menaruh pengharapan itu kepada Yesus Kristus, menyucikan diri sama seperti Dia yang adalah suci (1 Yohanes 3:3)Perhatikan nasihat Petrus tentang 5 dorongan bagi kehidupan rohani mereka supaya dapat mempertahankan cara hidup yang berbeda, yaitu hidup yang kudus di dalam dunia yang berdosa.

Pertama: Kemuliaan Allah. “kasih karunia....pada waktu penyataan Yesus Kristus” (ayat 13). Pandangan pada kemuliaan Yesus Kristus yang akan dinyatakan saat kedatangan-Nya kembali nanti, menjadi motivasi yang kuat bagi mereka untuk hidup taat saat ini. Menantikan kedatangan Kristus yang kedua kali menguatkan iman dan pengharapan mereka pada masa kesukaran, dan hal ini memberikan lebih banyak lagi kenikmatan kasih karunia Allah kepada mereka.

Kedua:  Kekudusan Allah. “Hiduplah sebagai anak-anak yang taat... hendaklah kamu menjadi kudus(ayat 14-15). Anak-anak biasanya mewarisi sifat-sifat orang tua mereka. Allah itu kudus, karena itu, sebagai anak-anak-Nya, mereka hendaknya hidup kudus. Mereka adalah orang-orang yang “mengambil bagian dalam kodrat ilahi” (2  Petrus 1:4) dan patut menyatakan sifat-sifat ilahi itu melalui kehidupan yang saleh. Keselamatan yang sejati selalu menghasilkan ketaatan (ayat 2). Dalam bahasa Yunani arti dari akar kata yang diterjemahkan menjadi kudus ialah “berbeda/terpisah dengan yang lain, diperuntukkan bagi Allah”. Semua segi kehidupan menjadi kudus apabila mereka hidup untuk memulikan Allah. Mereka disebut kudus bukan karena hidupnya suci, tetapi karena dalam Kristus mereka suci (bacalah 1 Yohanes 1:7; Titus 1:15).

Ketiga: Firman Allah. “sebab ada tertulis..” (ayat 16). Langkah penting untuk memperhatikan kehidupan yang kudus di dalam dunia yang berdosa ini adalah dengan mengajukan pertanyaan, “apakah yang dikatakan Firman Allah?” Di dalam Firman Allah yang mereka baca dan renungkan, mereka akan mendapati ajaran, prinsip, janji, dan teladan yang dapat membimbing mereka dalam mengambil keputusan pada masa sulit saat itu. Jika mereka benar-benar mau mentaati Allah, Ia akan menunjukkan kebenaran-Nya kepada mereka (bacalah Yohanes 7:17).

Keempat: Penghakiman Allah. “Dia yang tanpa memandang muka menghakimi semua orang menurut perbuatannya(ayat 17). Sebagai anak-anak Allah, mereka perlu bersikap serius tentang dosa dan kehidupan yang kudus. Bapa sorgawi mereka adalah Bapa yang kudus (Yohanes 17:11) dan adil (Yohanes 17:25). Allah tidak akan berkompromi dengan dosa. Allah pemurah dan pengampun, tetapi Ia juga Pendidik yang penuh kasih dan tidak membiarkan anak-anak-Nya hidup bergelimang dosa. Kata Yunani yang diterjemahkan menjadi “menghakimi” mengandung arti “menghakimi supaya mendapatkan sesuatu yang baik”.

Kelima: Kasih Allah. “kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia....dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus” (ayat 18-21). Hal penebusan adalah suatu yang berharga pada masa itu. Petrus bukan hanya mengingatkan mereka tentang keadaan mereka dahulu sebelum bertobat, tetapi ia juga mengingatkan tentang apa yang telah dilakukan Kristus. Dan kasih Allah merupakan alasan utama untuk mengerjakan kehidupan yang kudus. Dalam bagian ini, Petrus mengingatkan mereka tentang pengalaman keselamatan mereka; suatu peringatan yang perlu terus-menerus diperingatkan kepada mereka.

Jadi, Petrus menekankan dua hal ini (hidup dalam pengharapan dan hidup dalam kekudusan) untuk menyerukan orientasi hidup yang menyeluruh pada Allah. Jadi ketika mereka berharap, mereka berpusat pada Allah, dan ketika mereka kudus, mereka berpusat pada Allah. Rahmat Allah adalah sumber pengharapan mereka dan kekudusan Allah adalah standar kekudusan mereka. Petrus memberikan nasihat 5 dorongan bagi kehidupan rohani supaya dapat mempertahankan cara hidup yang berbeda, yaitu hidup yang kudus di dalam dunia yang berdosa dan menderita: kemuliaan Allah, kekudusan Allah, Firman Allah, penghakiman Allah, dan kasih Allah.

Tuhan Yesus Kristus memberkati. (erd170821)

Saturday, 14 August 2021



[1 Petrus 1:8-9]
Jumat, 13 Agustus 2021

Dalam realita pergumulan dan penderitaan yang Saudara alami 

saat ini, jadilah Kristen sejati. Mencintai Kristus, mempercayai 
Kristus dan bersukacita dalam Kristus.
(Renungan surat 1 Petrus 1:8-9)

Bagaimana dalam realita pergumulan dan penderitaan tetapi tetap hidup dalam sukacita yang nyata saat ini dan pengharapan akan masa depan yang pasti? Renungkanlah surat 1 Petrus. Bacalah 1 Petrus 1:8-9.

Pada tulisan/ayat sebelumnya, Petrus sudah mengatakan kepada pembaca suratnya yang sedang mengalami penderitaan untuk berbesar hati karena mengetahui bahwa mereka dilahirkan kembali, dipelihara, dan dipersiapkan untuk menerima kemuliaan (ayat 3-7). Akan tetapi, pengamatan Petrus yang diungkapkan berikutnya ini seharusnya semakin menguatkan mereka. Mereka dapat menikmati kemuliaan itu sekarang, sekalipun berada di tengah-tengah pencobaan. Perhatikan petunjuk Petrus kepada mereka.

Perhatikan ayat 8. Petrus berbicara tentang mengasihi Yesus Kristus, percaya pada-Nya dan bersukacita dalam-Nya.Sekalipun kamu belum pernah melihat Dia, namun kamu mengasihi-Nya, kamu percaya kepada-Nya” (ayat 8a). Kasih terhadap Yesus Kristus tidak berdasarkan penglihatan jasmaniah (melihat Dia), tetapi berdasarkan hubungan rohani dengan Dia dan apa yang diajarkan firman Allah tentang Dia kepada mereka (bacalah Roma 5:5). Petrus ingin mengatakan bahwa yang terpenting bukan apa yang mereka lihat, tetapi yang pertama dan terutama adalah masalah hati (kasih, kepercayaan, dan sukacita). Mereka melihat Yesus Kristus dengan mata hati, mencintai dan percaya pada-Nya dan bersukacita dengan sukacita yang tidak dapat diungkapkan dan penuh kemuliaan. Ini adalah kekristenan sejati menurut Petrus.

“namun kamu mengasihi-Nya”. Sekalipun tidak melihat Yesus, mereka bisa percaya dan mengasihi Dia (bacalah Yohanes 20:29;Ibrani 11:1; 2 Korintus 5:6-7). Mengasihi Kristus berarti mengalami Kristus yang berharga untuk semua karakter dan kebajikan-Nya. Iman yang benar tidak pernah sendirian, tetapi menghasilkan kasih yang kuat terhadap Yesus Kristus.

Kamu percaya kepada Dia”. Dalam konteks Ibrani hal ini awalnya merujuk pada seseorang yang ada dalam posisi stabil (kakinya diposisikan sehingga ia tidak dapat ditepis); secara kiasan untuk seseorang yang bisa diandalkan, setia, atau dapat dipercaya. Kata Yunaninya (pistis atau pisteuĊ) diterjemahkan sebagai "iman," "percaya," dan "kepercayaan". Iman atau kepercayaan Alkitabiah terutama bukanlah sesuatu yang mereka lakukan, tapi Seseorang tempat mereka menaruh kepercayaan mereka. Keterpercayaan Allah-lah, dan bukan mereka, yang menjadi fokusnya. Mempercayai Kristus berarti mengalami Kristus yang dapat diandalkan dalam semua janji-Nya dan semua nasihat-Nya. Fokusnya bukan pada kelimpahan atau intensitas iman manusia, tetapi objek dari iman tersebut (bacalah 1:21; 2:6-7).

Perhatikan ayat 8b, “Kamu bergembira karena sukacita yang mulia dan yang tidak terkatakan”. Mereka bersukacita di dalam Kristus. Ingat, istilah "bergembira" (agalliasthe) ini digunakan sebelumnya dalam ayat 6, yang merupakan suatu istilah yang menunjukkan sukacita yang hebat, bahkan biasanya disertai dengan ekspresi fisik seperti berteriak dan menari. Sukacita, yang dibicarakan oleh Petrus ini, ditemukan bahkan di tengah-tengah penderitaan (bacalah 1 Petrus 4:13, Roma 5:31 Tesalonika 5:16). Sukacita ini adalah salah satu berkat yang tak terduga dari Roh dalam masa pengujian dan penganiayaan. Mereka mungkin tidak dapat bersukacita menghadapi segala situasi, tetapi mereka bisa bersukacita di dalamnya dengan memusatkan hati dan pikiran pada Yesus Kristus yang sangat mulia dan dapat dipercayai. Perhatikan, sukacita yang dihasilkan-Nya begitu dalam dan ajaib sehingga mereka sama sekali tidak dapat mengungkapkannya.

Perhatikan ayat 9, “karena kamu telah mencapai tujuan imanmu, yaitu keselamatan jiwamu”. Kata yang digunakan merujuk pada pertandingan di mana sang pemenang menerima atau memakai mahkota atau hadiah dari juri, yang diaraknya dengan berkeliling dalam kemenangan. Teksnya menyiratkan bahwa kebahagiaan mereka bukan hanya suatu penyempurnaan di masa depan, tetapi juga kenyataan saat ini bahkan di tengah-tengah penderitaan karena tindakan Allah atas nama mereka (lihat ayat 2). Memang pantas mereka bersorak-sorak dalam sukacita yang tak terkatakan, sebab setiap hari mereka telah mencapai tujuan iman mereka, yaitu keselamatan jiwa mereka.

Jadi melalui suratnya, Petrus ingin menggambarkan untuk mereka yang sekalipun saat itu seketika harus berdukacita oleh berbagai-bagai pencobaan (ayat 6), perihal apa sebenarnya kekristenan yang sejati itu. Kekristenan sejati adalah mencintai Kristus, mempercayai Kristus dan bersukacita dalam Kristus. Melalui semua itu mereka menerima keselamatan jiwa mereka, dan mengalaminya meskipun mereka belum pernah melihat Kristus secara langsung, seperti Saudara juga. Dalam realita pergumulan dan penderitaan yang Saudara alami, jadilah Kristen sejati. Tuhan Yesus Kristus memberkati. (erd130821)

Thursday, 12 August 2021



[1 Petrus 1:5-7]
Kamis, 12 Agustus 2021

Di tengah penderitaan, orang Kristen dipelihara dan 

dipersiapkan Allah untuk menerima kemuliaan.
(Renungan surat 1 Petrus 1:5-7)

Dalam penderitaan pandemi Covid-19 saat ini, tetap ada pengharapan yang besar. Allah dengan kekuatan-Nya memelihara orang-orang yang percaya kepada-Nya. Renungkan surat 1 Petrus. Bacalah 1 Petrus 1:5-7, orang-orang Kristen dipelihara dan dipersiapkan Allah untuk menerima kemuliaan.

“Yaitu kamu, yang dipelihara dalam kekuatan Allah karena imanmu (ayat 5a). Kalau dalam ayat sebelumnya dikatakan bahwa warisan keselamatan itu aman, maka sekarang dikatakan bahwa orang yang percaya kepada Allah itu juga aman, karena dipelihara oleh kekuatan Allah. Dalam teks Yunani, kata“kekuatan Allah” tertulis di awal kalimat dan memberikan jaminan yang kuat (bacalah Yohanes 10:27-30).

Kata “dipelihara” (“protected/shielded/dilindungi”) dalam teks Yunani merupakan suatu istilah militer dan menunjuk pada tindakan tentara yang menjaga kota/benteng. Kata ini hanya muncul 3 kali dalam kitab Perjanjian Baru. Kata ini menyatakan bahwa mereka secara “terus-menerus” dijaga oleh Allah, dan menjamin mereka bahwa mereka akan tiba dengan selamat di surga. Tersirat bahwa mereka lemah dan menghadapi banyak pergumulan. Dan mereka dijaga bukan oleh kuasanya sendiri, melainkan oleh kuasa Allah. Iman mereka di dalam Kristus telah mempersatukan mereka dengan Dia sedemikian rupa hingga kuasa-Nya sekarang menjaga dan memimpin mereka.

sementara kamu menantikan keselamatan yang telah tersedia untuk dinyatakan pada zaman akhir (ayat 5b)Mereka adalah orang-orang yang telah diselamatkan (ayat 3) dan menantikan pembebasan total dari dosa, menerima sukacita dan hidup kekal di surga. Sekalipun lemah dan mengalami banyak penderitaan, tetapi mereka tetap aman karena dipelihara oleh kekuatan Allah.

Bergembiralah akan hal itu (ayat 6a). Kata “bergembira” di sini berasal dari kata Yunani “agalliasthe”, yang merupakan suatu istilah yang menunjukkan sukacita yang hebat. Kata ini juga dipakai Yesus dalam khotbahnya di bukit kepada orang banyak; mereka teraniaya tetapi tetap bersukacita dan bergembira (Matius 5:12). Kata “akan hal itu”  menunjuk pada “warisan di sorga”, “keselamatan” dan “dijaganya mereka oleh kekuatan Allah” (ayat 3-5). Jadi, ini menunjukkan bagaimana mereka bisa bersukacita/bergembira sekalipun mengalami berbagai-bagai pencobaan, yaitu dengan mengarahkan pikiran pada keselamatan dan warisan mereka di sorga.

“sekalipun sekarang ini kamu seketika harus berdukacita(ayat 6b)“seketika” (“for a little while”) maksudnya adalah waktu yang singkat. Sekalipun penderitaan itu bisa kelihatannya lama, tetapi dibandingkan dengan sukacita dalam kekekalan, itu hanyalah waktu yang singkat. Kata “harus” menyatakan bahwa ada waktu-waktu tertentu di mana Allah tahu bahwa mereka perlu mengalami pencobaan. Petrus berharap mereka tetap mempercayai Allah, walaupun mereka tidak selalu mengerti. Jadi, pencobaan itu dikendalikan Allah dan diberikan sesuai dengan kebutuhan.

“berbagai-bagai pencobaan” (ayat 6b) berarti “beraneka warna, rupa-rupa”. Ia memakai kata yang sama untuk melukiskan kasih karunia Allah dalam 1 Petrus 4:10.  Allah menyediakan kasih karunia yang cukup untuk memenuhi kebutuhan kita. Pencobaan itu bermacam-macam dan Allah menyesuaikan pencobaan itu dengan kekuatan dan kebutuhan kita. Jadi, pencobaan itu bermacam-macam, tetapi kasih karunia-Nya cukup mengatasinya.

“seketika harus berdukacita” (ayat 6b), berarti “mengalami kesedihan atau kesakitan”. Kata ini juga dipakai untuk melukiskan keadaan Yesus ketika di taman Getsemani (Matius 26:37), dan kesedihan orang-orang kudus pada waktu saudara-saudara yang dikasihi mereka meninggal dunia (1 Tesalonika 4:13). Mereka harus menerima kenyataan bahwa ada pengalaman-pengalaman yang sukar dalam hidup ini. Jadi, pencobaan itu memang tidak mudah, dan Yesus bisa merasakannya.

membuktikan kemurnian imanmu - yang jauh lebih tinggi nilainya dari pada emas yang fana(ayat 7). Kata “membuktikan”  terkait erat dengan pengertian “memperoleh pengakuan”. Petrus menggambarkan kebenaran ini dengan menghubungkannya kepada pengolahan emas. Allah membiarkan mereka berada di dalam api penderitaan sampai mereka memantulkan kemuliaan dan keindahan Yesus Kristus. Hal ini menerangkan apa sebabnya Petrus menghubungkan sukacita dan penderitaan.

Di tengah penderitaan, sebagai orang yang telah dilahirkan kembali oleh kebangkitan Yesus Kristus (ayat 3), Saudara patut berbesar hati karena mengetahui bahwa Allah memelihara dan mempersiapkan Saudara untuk menerima kemuliaan. Tuhan Yesus Kristus memberkati (erd120821).

Tuesday, 10 August 2021




 “Kematian dan kebangkitan Yesus Kristus memberikan warisan yang paling berharga, pondasi dari hidup yang penuh pengharapan di tengah penderitaan”
(Renungan surat 1 Petrus 1:3-4)

Jika terjadi banyak kehilangan di tengah-tengah penderitaan pada masa pandemi Covid-19 saat ini, bagaimana masih tetap memiliki pengharapan dan memuji Allah? Apa yang menjadi pengharapannya? Renungkan surat 1 Petrus. Bacalah 1 Petrus 1:3-4, orang-orang Kristen dilahirkan untuk menerima kemuliaan yang dijamin oleh Allah.

Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus(ayat 3a). Ingat, bahwa surat 1 Petrus ditujukan kepada mereka yang sedang mengalami penderitaan dan penganiayaan karena iman dan kehidupan beriman mereka. Namun demikian, apa yang mereka alami saat itu tidak menghalangi mereka untuk tetap memuliakan Allah, pujian yang diarahkan kepada Yesus Kristus. Apapun sikap dan nasihat Petrus, tujuannya adalah untuk menyembah Allah, melihat kenyataan kebesaran Allah dan merasakan keindahan Allah dalam pikiran dan hati. Apakah Saudara juga melakukannya? Mengapa mereka bisa tetap memuliakan Allah?

yang karena rahmat-Nya yang besar telah melahirkan kita kembali oleh kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati(ayat 3b). Petrus mulai memberikan gambaran tentang kekayaan rohani para pembaca suratnya, yaitu kekayaan yang tetap tersedia bagi mereka sekalipun mereka menghadapi berbagai ujian dan pencobaan. Kalau dilihat dalam ayat 3-4, maka terlihat bahwa Petrus memuji Allah karena Allah sudah menyelamatkan mereka. Keselamatan yang Allah berikan kepada mereka menyebabkan mereka memuji Allah. Pernahkah saudara benar-benar memuji Allah atas keselamatan yang telah Ia anugerahkan kepada Saudara, dibandingkan pujian karena berkat-berkat jasmani semata? Perhatikan, ada 5 realitas besar tentang Allah yang mencengkeram pikiran dan hati Petrus.

1) Belas kasih Allah, “karena rahmat-Nya yang besar”. Ada belas kasihan Allah yang besar. Pengharapan sepenuhnya bukan karena siapa dan apa yang mereka bisa lakukan, tetapi sepenuhnya karena Allah.

2) Kelahiran baru yang dikerjakan Allah, telah melahirkan kita kembali”. Ada realitas kedua tentang Allah yang meneguhkan Petrus: kelahiran baru adalah pekerjaan Allah, bukan karena pekerjaannya. Karena kelahiran baru inilah Petrus disebut anak Allah, dikuduskan (dipisahkan bagi Allah) dari dunia.

3) Kebangkitan Yesus dari kematian, oleh kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati”. Kebangkitan adalah tentang Allah, Allah melakukannya dan Petrus percaya serta berharap kepada-Nya (lebih tegas, bacalah ayat 21). Kebangkitan Kristus adalah dasar (pondasi) harapan Petrus, dan tanpa adanya kebangkitan Kristus, tidak ada pengharapan baginya (bacalah 1 Korintus 15:14,17-18). 

4) Janji Allah atas warisan, untuk menerima suatu bagian yang tidak dapat binasa, yang tidak dapat cemar dan yang tidak dapat layu”. Kata “bagian”  dari bahasa Yunani “kleronomia” yang artinya “warisan” (“inheritance”). Kata ini penting karena ini menunjukkan bahwa mereka adalah anak Allah yang adalah ahli waris. Allah menjanjikan warisan kepada bayi baru lahir-Nya. Allah meninggalkan warisan yang melimpah kepada anak-anak-Nya; rahmat, kelahiran baru, kebangkitan dan warisan keselamatan hidup kekal. Warisan yang tidak berubah oleh apa dan siapa pun.

5) Karya Tuhan menjaga warisan kita, yang tersimpan di sorga bagi kamu”. Ini adalah istilah militer untuk benteng yang dijaga atau dipagari oleh tentara. Allah yang menyimpan warisan itu. Inilah warisan kekal yang dijamin oleh Allah sendiri. Warisan yang aman, tidak bisa diganggu gugat oleh apa dan siapa pun. Warisan ini menjadi pengharapan yang melimpah bagi Petrus serta orang-orang yang mengalami penderitaan dan penganiayaan karena iman saat itu.

Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus”. Apapun juga yang terjadi dalam hidup Saudara saat pandemi Covid-19 saat ini, hiduplah dalam pengharapan yang teguh dan tetaplah memuliakan Allah. Allah sangat besar belas kasihan-Nya. Allah  mengerjakan kelahiran baru. Allah membangkitan Yesus Kristus dari kematian. Allah memberikan warisan kekal kepada mereka yang diangkat menjadi anak-Nya. Dan, Allah menjaga warisan itu agar tidak akan pernah binasa atau cemar atau pudar. Tuhan Yesus Kristus memberkati. (erd100821)

Sunday, 8 August 2021

 

(1 Petrus 1:1-2; 5:10)
Sabtu, 7 Agustus 2021

“Yang menentukan pengharapan bukanlah 
kenyataan hidup, melainkan iman di dalam Allah”
(Renungan Surat 1 Petrus 1:1-2; 5:10­)

Penderitaan menjadi tema hidup banyak orang dalam masa pandemi Covid-19 saat ini. Bagaimana hidup dalam penderitaan dengan sikap hidup yang benar? Belajarlah dari surat 1 Petrus. Bacalah 1 Petrus 1:1-2 dan 5:10.

Petrus menulis surat pengharapan yang penuh dengan sukacita ini untuk memberikan pandangan yang ilahi dan abadi bagi kehidupan di bumi. Petrus memberikan bimbingan praktis kepada mereka yang mulai mengalami penderitaan yang berat di dalam masyarakat yang berdosa. Pokok utama surat Petrus ini adalah “hiduplah dengan penuh pengharapan di dalam Kristus”. Mereka mungkin mengalami penderitaan karena iman mereka, tetapi mereka dapat hidup dengan penuh pengharapan di dalam Kristus. Di mana ada Kristus, di situ ada pengharapan. ­Bagaimana Petrus memulai suratnya?

“Dari Petrus, rasul Yesus Kristus” (ayat 1a). Nama Petrus (bahasa Aram: Kefas) artinya “batu karang”, nama yang diberikan oleh Yesus (Yohanes 1:42; Matius 16:18). Nama aslinya adalah Simon, seorang nelayan yang meninggalkan segala sesuatu lalu mengikut Yesus, menjadi murid-Nya (Lukas 5:11). Simon menyangkal Yesus (Matius 26:35,75; Markus 14:29,72; Lukas 22:33,61; Yohanes 18:27), tetapi Yesus mengasihi dan mengampuninya. Petrus hidup bagi Yesus Kristus sepanjang hidupnya walaupun harus mengalami penderitaan. Menurut tradisi gereja, Petrus mati sebagai martir di Roma; disalib dengan kepala di bawah. Yesus Kristus-lah kekuatan dan pengharapan Petrus. Kepada siapa Petrus menuliskan suratnya?

“strangers in the world, scattered” (orang-orang asing dalam dunia, tersebar) (ayat 1b, versi NIV). Kata diaspora (penyebaran) pada jaman para Rasul menunjuk kepada orang-orang Yahudi yang hidup di luar Palestina (Yohanes 7:35). “orang-orang pendatang” berasal dari kata Yunani “parepidemoi”  yang menekankan “temporary residence” (tempat tinggal sementara). Kata ini digunakan hanya 3 kali dalam Perjanjian Baru (Ibrani 11:13; 1 Petrus 1:1; 2 Petrus 2:11). Orang-orang Yahudi Kristen ini tersebar di luar Palestina, menunjukkan bahwa mereka sedang mengalami penderitaan dan penganiayaan.

Dalam surat ini Petrus menulis sekurang-kurangnya 15 kali mengenai penderitaan; dan dia memakai kata Yunani yang berbeda-beda untuk mengungkapkan hal ini. Beberapa di antara orang-orang Kristen ini mengalami penderitaan karena mereka hidup saleh serta berbuat baik dan benar (2:19-23; 3:14-18; 4:1-4, 15-19). Sedangkan yang lain dinista karena nama Kristus (4:14) dan dicaci maki oleh orang-orang yang belum diselamatkan (3:9-10). Tetapi, bukan sekedar tema penderitaan, surat Petrus justru berbicara tema kemuliaan (1:7-8,11,21; 2:12; 4:11-16; 5:1,4,10-11). Hidup penuh pengharapan di dalam Kristus yang mengubah penderitaan menjadi kemuliaan (1:6-7; 4:13-14; 5:10) karena kasih karunia-Nya.

“To God’s elect” (kepada orang pilihan Allah) (ayat 2a, versi NIV). Ini merupakan penghiburan bagi mereka. Mereka menderita tetapi sekarang diingatkan, bahwa dari sudut Allah, mereka adalah orang pilihan Allah. Penghiburan ini mulai dengan Allah (Efesus 1:3-4) karena pemilihannya bukan didasarkan atas apa yang mereka kerjakan, bukan pula didasarkan atas apa yang diharapkan Allah dari keadaan atau perbuatan mereka. Pemilihan Allah itu semata-mata didasarkan atas kasih karunia dan kasih-Nya. Mereka tidak dapat menjelaskannya, tetapi mereka dapat bersukacita di dalamnya (Roma 11:33-36).

“sesuai dengan rencana Allah”. Kata “rencana” istilah Yunaninya adalah “prognosin” dan terjemahan hurufiahnya adalah “foreknowledge” (pengetahuan lebih dulu). Dalam Alkitab, “merencanakan” ini berarti “mengasihi seseorang/beberapa orang secara pribadi”. Allah memilih mereka karena Ia telah mengasihi mereka lebih dulu, dan ini menjadi pengharapan kekal bagi mereka. “Berdirilah dengan teguh di dalamnya” (5:12).

“dan yang dikuduskan oleh Roh, supaya taat kepada Yesus Kristus” (ayat 2b). Istilah “dikuduskan" di sini berarti “dipisahkan dari dunia untuk Allah”. Allah memilih untuk menyelamatkan mereka dengan tujuan supaya mereka taat kepada Yesus Kristus. Bahkan ketika mereka sedang mengalami penderitaan pun tidak lepas dari kewajiban untuk taat.

“Dan menerima percikan darahNya” (ay 2b). Ini menunjuk pada pengampunan dosa dan keselamatan yang diterima hanya karena pengorbanan Yesus di atas kayu salib. Hal ini memberikan penghiburan yang paling kuat; di atas penderitaan yang sedang mereka hadapi saat itu, bahkan kematian pun, ada jaminan hidup kekal dan keselamatan bagi mereka.

Dan Petrus mengakhiri salam kepada mereka yang sedang mengalami penderitaan dengan mengatakan “Kiranya kasih karunia dan damai sejahtera makin melimpah atas kamu”. Kata “kasih karunia” dipakai dalam setiap pasal dari surat Petrus ini (1:2,10,13; 2:19,20; 3:7; 4:10; 5:10,12). Apabila mereka bergantung pada kasih karunia Allah, mereka dapat bertahan dalam penderitaan, bahkan dapat mengubah penderitaan itu menjadi kemenangan. Apa pun yang dimulai dengan kasih karunia Allah akan selalu membawa mereka kepada kemuliaan.

“Dan Allah, sumber segala kasih karunia, yang telah memanggil kamu dalam Kristus kepada kemuliaan-Nya yang kekal, akan melengkapi, meneguhkan, menguatkan dan mengokohkan kamu, sesudah kamu menderita seketika lamanya” (5:10). 

Kiranya kebenaran Alkitab ini memberikan penghiburan, kekuatan dan pengharapan di tengah pandemi Covid-19 saat ini. “Yang menentukan pengharapan bukanlah kenyataan hidup, melainkan iman di dalam Allah”. Tuhan Yesus Kristus memberkati. (erd070821)

Thursday, 5 August 2021




Hanya ketika Saudara benar-benar menyerahkan beban berat Saudara 
kepada Allah, maka Saudara akan mengalami kelegaan dan istirahat. 
(Renungan Kitab Mazmur 55)

Saat pandemi Covid-19 ini, apakah Saudara mengalami tekanan jiwa yang sangat berat? Hati Saudara gelisah, takut dan gentar dengan kengerian maut? Saudara ingin lari dan bersembunyi saja? Daud pernah mengalaminya. Bacalah kitab Mazmur 55.

Mazmur 55 adalah puisi pujian, tetapi dinyanyikan dalam keadaan yang tertekan karena teror. Mazmur ini mengemukakan betapa Daud mengalami tekanan jiwa yang sangat berat (mengembara, menangis, cemas, gelisah, ngeri, takut, gentar, merasa seram). Menariknya, ini adalah nyanyian pengajaran. Kebenaran apa yang diajarkannya?

Para Penafsir kitab mengatakan bahwa Mazmur 55 terjadi pada saat tahta Daud digulingkan oleh Absalom, putranya sendiri. Tidak hanya itu, Daud melarikan diri karena dikejar-kejar oleh Absalom yang berniat membunuhnya; dan kelihatannya usaha Absalom akan berhasil. “Hatiku gelisah, kengerian maut telah menimpa aku” (ayat 5). Daud menjelaskan ketegangan hatinya, pengalaman hidupnya yang gelap.

Hal yang sama seperti yang dialami Yesus di taman Getsemani, saat yang gelap menjelang penangkapan dan penyaliban diri-Nya.

Perhatikan ayat 2-3. “janganlah bersembunyi terhadap permohonanku!”. Saat itu Daud merasakan ada kehadiran musuh (Absalom dan pasukannya) yang ingin membunuhnya, ada kebengisan yang menginginkan darahnya. Dan seolah-olah Allah tidak peduli. Bagian ini sama seperti Mazmur 13 ketika Daud berkata“berapa lama lagi, ALLAH..” bukan sekedar soal waktu, tetapi seolah-olah Allah diam.

Perhatikan ayat 4-6. “Aku dirundung takut dan gentar”. Ingat siapa Daud sebenarnya? Bukankah dia telah menghabiskan hidup untuk berperang, menghadapi musuh? Bukankah Daud muda berani menghadapi Goliat yang menakutkan semua orang? Tetapi sekarang, Daud takut dan gentar menghadapi Absalom. Absalom digambarkan sangat membenci Daud. Hati Daud kacau dan bergumul berhadapan dengan mereka yang menginginkan kematiannya dan sepertinya Allah diam dan mengijinkannya. Masa yang gelap dalam hidup Daud. Apakah Saudara pernah mengalaminya? Apa yang Saudara lakukan ketika sekeliling tampak kacau, kemanapun pergi melangkah?

Perhatikan ayat 7-12. “Ingin lari dan bersembunyi”. Dalam ketakutannya,  respon Daud yang pertama adalah ingin melarikan diri. Melarikan diri memang bisa menjadi hal yang bijaksana, seperti yang dilakukan Yusuf saat melarikan diri dari rumah Potifar (Kejadian 39:10-13). Namun tidak selalu demikian, terkadang melarikan diri justru hal yang terburuk ketika dilakukan. Realitanya, Daud tidak bisa melarikan diri dari apa yang ada di dalam hati. Apakah Saudara pernah mengalaminya? Sembunyi, pergi ke “ruang gelap” di mana tidak seorangpun yang melihat ketakutan Saudara yang memalukan. Melarikan diri tidak mengubah apa saja, selain tempatnya; penderitannya tidak berubah. Hikmat dan kebijaksanaan sangat diperlukan untuk melangkah dengan benar, dan Daud memintanya kepada Allah (Mazmur 13). Daud melarikan diri dan Absalom mengambil alih kekuasaan, tetapi ini bukan akhir ceritanya.

Perhatikan ayat 13-16. “Kalau musuhku yang mencela aku..., kalau pembenciku..., tetapi engkau orang yang dekat dengan aku...”. Rasa sakit menjadi sangat pribadi. Daud meratapi kehilangan sahabat dekat. Inilah poin penting mengapa Absalom menjadi pusat masalah. Dikhianati sahabat dekat sangatlah menyakitkan. Ingat peristiwa di taman Getsemani, Yesus dikhianati oleh Yudas, murid-Nya sendiri (Matius 26:49-50). Saat itu, Yesus tidak mengatakan kepada Yudas “kau orang yang tidak baik, beraninya kau mengkianati...!”  tetapi berkata “Hai sahabatku...”  Ketika dikhianati sahabat dekatnya, Daud tidak melarikan diri tetapi datang kepada Allah.

Perhatikan ayat 17-22. “Tetapi aku berseru kepada Allah”. Daripada melarikan diri, Daud datang dengan masalahnya kepada Allah supaya diselamatkan. Dia menyatakan imannya kembali kepada Allah walaupun hidupnya sulit. Ketika mengajukan permohonannya, Daud berdoa pagi siang, malam dengan keyakinan bahwa Allah mendengarkan doanya. Lihat kembali mulai dari ayat 1, Daud kecewa ketika Allah tidak menjawab keluhannya, tetapi sekarang dia berbicara dengan sikap dan cara pandang yang berubah. Daud yakin Allah akan menjawabnya walaupun saat itu belum menjawab. Dalam keadaan antara masalah hingga penyelesaian masalah, Daud tetap percaya kepada Allah.

Perhatikan ayat 23-24. “Serahkanlah kuatirmu kepada ALLAH”. Sebelumnya segala sesuatu yang diceritakan adalah cerita tentang orang pertama (saya, I/me/myself), cerita saya, rasa sakit saya. Hal ini bukan supaya orang lain merasa kasihan. Karena sekarang, Daud berhenti dengan kata “saya/I/me/myself” dan mulai berbicara dengan kata “kamu”. Daud ingin orang lain belajar dari pengalaman hidupnya bahwa bebannya terlalu berat dan dia tidak sanggup menanggungnya, Daud tidak cukup kuat tetapi Allah sangat kuat dan Daud menyerahkannya kepada Allah.

Daud mengajarkan supaya tidak menghadapi pergumulan hidup sendirian. Jangan tanggung sendirian tetapi serahkan kepada Allah.

Banyak orang bersedia memperayai Allah tetapi juga ingin menyelesaikan masalah sendiri, tanpa Allah. Hanya ketika Saudara benar-benar menyerahkan beban berat Saudara kepada Allah, maka Saudara akan mengalami kelegaan dan istirahat. Tidak peduli pergumulan apa yang saat ini Saudara alami, tetaplah percaya kepada Allah. Allah itu sangat berharga untuk diberikan kepercayaan, karena Allah bisa dan mengasihi Saudara. Tuhan Yesus Kristus memberkati. (erd050821)

Tuesday, 3 August 2021

 


[Injil Yohanes 11:1-44]
Senin, 2 Agustus 2021

“Yesus, Allah yang berinkarnasi, yang telah menyerahkan diri disalib, 
mengerti bahasa tetesan air mata. Dia berkuasa dan bertindak 
mengasihi Saudara; percayalah!”
(Renungan Injil Yohanes 11:1-44)

Banyak orang mengalami penderitaan dan dukacita dalam Pandemi Covid-19 saat ini. Bagaimana tetap memiliki pengharapan dan percaya bahwa Allah hadir di tengah-tengah penderitaan dan dukacita? Renungkan kisah Yesus menolong orang-orang yang dikasihi-Nya; membangkitkan Lazarus saudara Maria dan Marta. Bacalah Injil Yohanes 11:1-44.

Kisah Yesus membangkitkan Lazarus yang dicatat di Injil Yohanes adalah puncak tanda mujizat ke-7 yang dilakukan Yesus dalam 3,5 tahun pelayanan-Nya (pasal 1-12). Sebelum akhirnya, Yesus ditangkap menuju salib, mati, bangkit dan dimuliakan naik ke surga (pasal 13-21). Fokus dari Injil Yohanes adalah Yesus Mesias, supaya orang mengenal dan percaya kepada-Nya serta memperoleh hidup dalam nama-Nya (Yohanes 20:30-31).

“Ada seorang yang sedang sakit, lalu meninggal” (ayat 1,14). Inilah krisis yang sedang dialami Maria dan Marta karena saudaranya yang bernama Lazarus (“Allah telah menolong”) sakit dan akhirnya meninggal. Maria, Marta dan Lazarus adalah orang-orang yang dikasihi Yesus (ayat 5). Saat Lazarus sakit, Maria dan Marta mengirim kabar kepada Yesus. Sehari perjalanan, akhirnya kabar itu sampai juga kepada Yesus. Bagaimana respon Yesus?

Perhatikan ayat 6,14, 17-18. Tetapi Yesus tidak segera pergi ke rumah Maria dan Marta. Yesus sengaja menunggu 2 hari, tetap tinggal di tempat di mana Ia berada. Hari berikutnya (sehari perjalanan), barulah Yesus tiba di tempat mereka. Lazarus sudah meninggal. Perhatikan, bagaimana respon Marta dan Maria?

Perhatikan ayat 19-27. Sudah banyak orang yang datang untuk memberikan penghiburan kepada Marta dan Maria. Marta menghadapi realita tragis yang tak dapat dielakkan yaitu kematian dari orang yang dikasihinya. Ketika berjumpa dengan Yesus, tersirat Marta mengatakan “mengapa terlambat, sayang sekali...coba lebih awal?” (ayat 21). “Walaupun terlambat, tidak seperti yang aku harapkan, aku akan tetap percaya” (ayat 22). Selanjutnya, bagaimana respon Maria, ketika Marta berbisik padanya bahwa Yesus telah hadir?

Perhatikan ayat 28-32. Maria tersungkur di dapan kaki Yesus dan berkata kepada Yesus persis seperti yang dikatakan Marta, "Tuhan, sekiranya Engkau ada di sini, saudaraku pasti tidak mati" (ayat 21,32). Sekarang perhatikan, bagaimana Yesus menanggapi perkataan Marta dan Maria tersebut?

Perhatikan ayat 25-27. Jawab Yesus kepada Marta: “Akulah kebangkitan dan hidup” (ayat 25). Yesus tahu bahwa Lazarus sudah meninggal dan Dia memang akan membangkitkannya. Jadi, ini bukanlah rencana yang mendadak (karena yang pertama gagal), tetapi sejak awal memang Yesus akan membangkitkan Lazarus (bacalah kitab Yesaya 55:8-9). Yesus melakukan hal ini supaya mereka percaya kepada-Nya yang berkuasa bukan sekedar atas penyakit (ayat 4,25). Yesus menunjukkan bahwa kematian bukanlah akhir dari segala-galanya; ada kebangkitan dan hidup setelah kematian (1 Tesalonika 4:13-14). Yesus menghendaki supaya Marta tidak sekedar percaya berdasar pengetahuan adanya kebangkitan di akhir zaman, tetapi pengakuan iman yang keluar dari hatinya sendiri dan kepercayaan yang sungguh kepada Yesus yang berkuasa membangkitkan Lazarus sesuai rencana-Nya. Yesuslah kebangkitan dan hidup. Bagi orang yang percaya kepada-Nya, kehidupan kekal adalah realita, bukan sekedar peristiwa di masa mendatang.

Perhatikan ayat 33-38. Ketika melihat Maria menangis, Yesus sangat terharu, hati-Nya masygul dan menangislah Dia lalu pergi ke kubur. Dia bukan sekedar Allah yang berkuasa dan punya rencana, tetapi juga Allah yang bertindak di dalam kasih yang penuh kepedulian. Yesus tahu Lazarus mati dan bahkan akan membangkitkannya, tetapi Dia juga sanggup merasakan kepedihan bersama mereka. Bacalah surat Ibrani 5:7.

“Masygul” (“Embrimesato”) adalah sikap menegur dengan keras (bandingkan Markus 14:5). Alkitab interlinier bahasa Yunani tertulis, “merasa sedih bercampur marah dalam roh-Nya dan mengharukan diri-Nya”  (ayat 33). Mengapa Yesus digambarkan marah ketika sedih?

Yesus geram ketika melihat dampak dari dosa yang menimbulkan masalah begitu besar bagi hidup manusia yaitu kematian. Geram karena manusia ada dalam konsekuensi yang tidak bisa dielakkan. Yesus akan membangkitkan Lazarus dan untuk tindakan ini Dia akan segera menggantikan Lazarus; siap menghadapi kematian di kayu salib untuk menggantikan manusia yang berdosa.

“Terharu” (“Tarasso”) bisa berarti “gelisah” (lihat Injil Yohanes 13:21; 14:1,27). Sejak peristiwa membangkitkan Lazarus, para pemimpin agama berniat untuk membunuh Yesus (ayat 53). Kematian Yesus sendiri semakin mendekat.

Perhatikan ayat 39-44. Yesus berseru dengan suara keras: “Lazarus, marilah ke luar!” (ayat 43). Dan Lazarus yang sudah 4 hari mati itu dibangkitkan. Suara keras Yesus (yang mati bangkit dan hidup) menegaskan bahwa Dia siap menghadapi kematian untuk menggantikan manusia yang berdosa. Yesus menegaskan kepastian, keyakinan, ketaatan dan ketangguhan, hati yang didorong oleh kasih yang besar untuk menyerahkan diri-Nya di salib bagi manusia berdosa. Allah yang mengasihi, mengerti segala pergumulan, tetapi juga telah bertindak menyerahkan diri-Nya untuk disalibkan. Bacalah surat Roma 8:32

Dalam dukacita Marta dan Maria, Yesus mengajar mereka serta para murid untuk memiliki 2 sikap percaya kepada-Nya: 1) percaya kepada rencana Allah yang berkuasa, dan 2) percaya kepada kasih Allah yang bertindak. Saudara ada dalam rencana Allah yang berkuasa yang ditujukan untuk maksud baik bagi setiap orang yang dikasihi-Nya. Kasih Allah adalah kasih yang bertindak sudah dinyatakan ketika Yesus memberi diri-Nya disalibkan bagi Saudara, mati dan bangkit mengalahkan maut.

Yesus, Allah yang berinkarnasi, yang telah menyerahkan diri disalib, mengerti bahasa tetesan air mata. Dia berkuasa dan bertindak mengasihi Saudara; percayalah dan milikilah hidup yang kekal! Tuhan Yesus Kristus memberkati. (erd020821)

Selasa, 31 Desember 2024 "Tahun Baru: Hidup Baru Dengan Ketaatan Kepada-Nya" (Renungan Natal menyambut Tahun Baru 2025) Banyak...