Friday, 27 August 2021





 Di tengah penderitaan, saling mengasihi dengan tulus ikhlas adalah realita hidup orang-orang yang telah menikmati kasih Allah dan dimurnikan hatinya.(Renungan surat 1 Petrus 1:22-25)

Pandemi Covid-19 memang menimbulkan berbagai pergumulan, penderitaan dan dukacita. Tetapi di sisi lain, manusia semakin dimampukan melihat kehadiran Allah melalui orang-orang yang memberikan pertolongan dengan tulus ikhlas. Belajarlah dari surat 1 Petrus. Untuk perenungan saat ini, bacalah 1 Petrus 1:22-25.

Ingat, surat 1 Petrus ditujukan kepada mereka yang saat itu sedang mengalami penderitaan dan penganiayaan karena iman mereka. Di awal suratnya, Rasul Petrus mengatakan bahwa ada pengharapan dan pengudusan dalam Yesus Kristus. Dan sekarang, Rasul Petrus mengatakan bahwa pengharapan dan pengudusan dalam Yesus Kristus tersebut seharusnya menjadi dasar mengapa mereka harus sungguh-sungguh saling mengasihi dengan hati yang murni. Kekuatan untuk saling mengasihi datang dari pengharapan di dalam Allah yang mereka miliki. Perhatikan alasan mengapa mereka harus saling mengasihi!

Alasan pertama: ketaatan terhadap kebenaran yang memurnikan hati. "Karena kamu telah menyucikan dirimu oleh ketaatan kepada kebenaran, sehingga kamu dapat mengamalkan kasih persaudaraan yang tulus ikhlas, hendaklah kamu bersungguh-sungguh saling mengasihi dengan segenap hatimu" (ayat 22). Menyucikan jiwa mengandaikan adanya sesuatu yang sangat najis dan kotor yang telah mencemarkannya, dan bahwa kotoran ini dihilangkan. Ketaatan adalah tema berulang dalam pasal pertama (ayat 2,14,22). Ketaatan dalam menerima kebenaran Injil dan berjalan di dalamnya. Sekarang mereka hidup sebagai "anak-anak yang taat" (ayat 14), yang tidak lagi ingin hidup mementingkan diri sendiri seperti hidup mereka yang lama. Mereka telah dimurnikan hatinya dengan sarana yang agung yaitu Firman Allah (Yohanes 17:17), dan mengasilkan kasih persaudaraan yang tulus ikhlas (tidak munafik); mengasihi dengan hati yang murni.

Mereka adalah orang-orang yang "dikuduskan" dan "dilahirkan kembali",

tetapi masih tinggal di tengah-tengah dunia berdosa. Dunia yang penuh hawa nafsu dan keberpihakan dalam kodrat manusia, sehingga tanpa anugerah ilahi mereka tidak bisa mengasihi Allah dan satu sama lain seperti yang seharusnya. Tidak ada kasih selain yang keluar dari hati yang murni, yang timbul dari Roh Allah. Kasih ini bukan sekedar suatu kasih secara rohani, tetapi kasih ini merupakan kasih yang "sunggu-sungguh" (sejati) dengan "hati yang murni”. Alasan mereka mengasihi bukanlah untuk menerima, tetapi untuk memberi.

 

Kasih mereka “menyala-nyala”. Kata ini merupakan suatu istilah dalam bidang atletik yang berarti “berusaha dengan sekuat tenaga”. Kasih mereka bukanlah suatu perasaan, melainkan kehendak; sesuatu yang secara terus-menerus harus diusahakan dengan sekuat tenaga. Mereka menyatakan kasih kepada orang lain apabila mereka memperlakukan orang lain dengan cara yang sama seperti Allah telah memperlakukan mereka dengan kasih yang kekal.

Alasan kedua: mengasihi dengan tulus ikhlas karena mereka telah dilahirkan kembali oleh Firman Tuhan. "Karena kamu telah dilahirkan kembali bukan dari benih yang fana, tetapi dari benih yang tidak fana, oleh firman Allah, yang hidup dan yang kekal" (ayat 23). Ini adalah metafora keluarga yang digunakan untuk menggambarkan mereka sebagai anggota baru dari keluarga Allah melalui iman mereka dalam Kristus. Mereka menjadi bersaudara melalui kelahiran baru mereka dan dibawa ke dalam suatu hubungan yang baru dekat satu sama lain; hubungan yang rohani. Jadi, Rasul Petrus mendesak mereka untuk sungguh-sungguh mengasihi satu sama lain dengan hati yang murni dengan menimbang hubungan rohani mereka. Mereka semua telah dilahirkan kembali bukan dari benih yang fana, tetapi dari benih yang tidak fana. Oleh benih yang fana mereka menjadi anak-anak manusia, sedangkan oleh benih yang tidak fana mereka menjadi putra dan putri dari Yang Mahatinggi, yang terus bertumbuh sampai kekekalan (perhatikan ayat 24-25, mengutip kitab Yesaya 40:6-8). Satu hal yang bisa membuat mereka tidak mengasihi adalah ketakutannya sendiri bahwa jika mereka membayar harga kasih itu bagi sesama, diri sendiri akan kehilangan hal-hal baik yang ditawarkan oleh kehidupan di dunia ini. Kekuatan untuk mengatasi ketakutan ini adalah kekuatan pengharapan kekal: bahwa kemuliaan dunia ini akan berakhir dan mereka yang dilahirkan kembali melalui Firman Allah, dan berharap pada Firman Allah, akan tetap bertahan selamanya sampai kekekalan.

Jadi, dalam Pandemi Covid-19 saat ini, kasihilah orang lain dengan hati yang tulus ikhlas. Saudara telah dilahirkan kembali dari hidup yang lama oleh Firman Allah karena kasih-Nya. Sebagai anak-anak Allah yang baru lahir, Saudara mendengar dan mentaati Firman Allah dengan bertindak sungguh-sungguh mengasihi dengan tulus ikhlas. Kasihilah dengan hati yang bersih bahwa ada pengharapan kekal dari Allah yang lebih besar dari semua kemuliaan yang ditawarkan dunia. Tuhan Yesus Kristus memberkati. (erd270821)

Friday, 20 August 2021



[1 Petrus 1:13] 
Jumat, 20 Agustus 2021

 “Dalam penderitaan, siapkanlah akal budimu, waspadalah dan letakkanlah pengharapanmu seluruhnya atas kasih karunia yang dianugerahkan 
kepadamu pada waktu penyataan Yesus Kristus
(Renungan surat 1 Petrus 1:13).

Pandemi Covid-19 sejak setahun yang lalu, sudah mengubah banyak hal dalam kehidupan manusia, melahirkan era baru. Di dalamnya banyak pergumulan, dukacita dan penderitaan. Muncullah istilah “new normal”, “normal baru”, “kenormalan baru”, “tatanan kehidupan baru” yang semuanya menunjuk pada suatu keadaan normal yang baru yang sebelumnya belum ada atau tidak biasa. Dalam “new normal” saat ini, bagaimana tetap hidup memiliki pengharapan dalam Allah dan waspada mempertahankan iman; belajarlah dari surat 1 Petrus, Untuk renungan saat ini, bacalah surat 1 Petrus 1:13.

Sebab itu siapkanlah akal budimu”. Kata “sebab itu” merujuk hal sebelumnya. Mereka hidup dalam penderitaan dan penganiayaan karena iman mereka; tetapi mereka memiliki pengharapan keselamatan karena telah dipilih dan “dilahirkan kembali” (ayat 1-12). Hal ini menjadi pijakan untuk apa yang harus mereka kerjakan selanjutnya. Frasa “siapkanlah akal budimu” dalam teks Yunaninya tertulis “ikatlah pinggang akal budimu” dan beberapa terjemahan menulis “sabukilah pikiranmu untuk bertindak”, “sabukilah pinggang dari pikiranmu”. Latar belakang kata-kata ini adalah pakaian mereka saat itu yang longgar, sehingga untuk bisa bergerak dengan cepat maka pada bagian pinggang harus diketatkan dengan sabuk. Jadi artinya pikiran harus ada dalam keadaan selalu siap untuk melakukan kewajiban, tanggung jawab atau untuk menahan serangan/pencobaan. “Kendalikanlah pikiranmu! Milikilah pikiran yang terlatih”.

Perhatikan, dalam hidup baru mereka di tengah dunia berdosa dengan penderitaannya, tidak puas hanya dengan iman dalam Yesus Kristus yang sudah mereka miliki, tetapi juga terus menerus memperhatikan pikiran mereka. Kata Yunani “dianoia” (“pikiran/akal budi”) adalah kata yang menunjukkan berpikir melalui pertanyaan-pertanyaan; istilah yang berurusan dengan penggunaan intelek dalam mencapai suatu pengertian tentang berbagai masalah. Mereka memperhatikan pikiran mereka berdasarkan kebenaran Alkitab yang menghasilkan pengharapan, dan menjaga pikiran dari berbagai hal yang menyebabkan pudarnya pengharapan. Hidup dalam pengharapan bukan berdasarkan perasaan (yang bisa goyah) tetapi tindakan berdasarkan pemahaman yang baik atas kebenaran Firman Allah (dasar yang kokoh). Dan mereka tidak bisa berharap untuk menyenangkan Allah jika mereka tidak mau bekerja keras untuk berpikir tentang kebenaran-Nya.

“waspadalah”. Bukan hanya perlu memiliki pikiran yang terkendali, tetapi juga harus memiliki pikiran yang “waspada”. Dalam beberapa terjemahan tertulis “waraslah/kuasailah dirimu/tetaplah waras dalam roh”. Kata ini menggambarkan diri yang tetap sadar dan tidak mabuk karena minuman berakohol. Masalah besar dengan kemabukan adalah mendistorsi kenyataan dengan membuat pikiran tidak sensitif terhadap apa yang benar dan nyata serta berharga. Kata itu berarti “tenang, mantap, terkendali dalam mempertimbangkan persoalan-persoalan”. Jadi, istilah ini menyiratkan kewaspadaan mental dan tingkat kesadaran yang logis; mengevaluasi sesuatu dengan benar, karena mereka melihat dengan jelas, dan pikiran mereka tidak mati rasa dengan pengaruh yang memabukkan (baca juga 1 Petrus 4:7; 5:8).

Selanjutnya, muncul kata kerja utama yang sangat penting dan pertama kalinya tertulis dalam surat Petrus ini, “letakkanlah pengharapanmu seluruhnya/tetapkanlah harapanmu secara penuh/berharaplah sampai akhir”. Hendaknya mereka pun memiliki pikiran optimis, pandangan yang penuh pengharapan; tindakan yang mereka lakukan dengan akal budi/pikiran yang waspada tetapi juga dengan hati.

atas kasih karunia yang dianugerahkan kepadamu/dibawakan bagimu pada waktu penyataan Yesus Kristus. Akhirnya, Petrus mengingatkan mereka tentang apa obyek harapannya, “anugerah Allah”. Kata Yunani “pheromenen” (“dibawakan bagimu”) bukan berarti menunjuk pada masa yang akan datang, tetapi kasih karunia yang berkepanjangan, tidak henti-hentinya, dan makin lama makin besar. Kasih karunia ini diterima ketika waktu pertama kali mereka “dilahirkan kembali” (ayat 3), dan akan dinyatakan secara luar biasa pada saat Kristus datang keduakalinya (baca 1 Petrus 1:7; 4:13). “Penyataan (“apokalupsis”) Yesus Kristus” merupakan ungkapan yang lain bagi ”hidup yang penuh pengharapan” dan “Yesus Kristus menyatakan diri-Nya”. Mereka hidup dengan pandangan kepada masa yang akan datang; segala tindakan dan keputusannya sekarang dikendalikan oleh pengharapan kepada masa yang akan datang itu. Mereka saat ini hanyalah “menumpang” di dunia ini (1 Petrus 1:17) dan nanti akan “pulang”; hendaklah mereka mengendalikan pikiran dan menguasai diri.

Dalam “tatanan kehidupan baru” saat ini, ingatlah pesan Petrus "Sebab itu siapkanlah akal budimu, waspadalah dan letakkanlah pengharapanmu seluruhnya atas kasih karunia yang dianugerahkan kepadamu pada waktu penyataan Yesus Kristus. Tuhan Yesus Kristus memberkati. (erd200821)

Tuesday, 17 August 2021



(1 Petrus 1:13-21) 
Selasa, 17 Agustus 2021

Dalam penderitaan, tetap hidup dalam pengharapan dan hidup dalam kekudusan; orientasi hidup yang menyeluruh pada Allah.
(Renungan 1 Petrus 1:13-21)

Dalam kehidupan yang penuh pergumulan dan penderitaan saat pandemi Covid-19 saat ini, adalah penting untuk menjalaninya dalam hidup yang penuh pengharapan. Tetapi yang juga penting adalah hidup dalam kekudusan. Bagaimana hidup tetap kudus di dalam dunia yang penuh penderitaan, dunia yang berdosa ini? Renungkanlah surat 1 Petrus 1. Bacalah 1 Petrus 1:13-21.

Ingat, surat 1 Petrus dialamatkan kepada mereka yang saat itu hidup dalam penderitaan dan penganiayaan karena iman mereka di tengah-tengah masyarakat berdosa. Di awal suratnya, Petrus menekankan pentingnya hidup dalam pengharapan, tetapi sekarang ia menekankan tentang hidup dalam kekudusan. Kedua hal ini sejalan karena ”setiap orang yang menaruh pengharapan itu kepada Yesus Kristus, menyucikan diri sama seperti Dia yang adalah suci (1 Yohanes 3:3)Perhatikan nasihat Petrus tentang 5 dorongan bagi kehidupan rohani mereka supaya dapat mempertahankan cara hidup yang berbeda, yaitu hidup yang kudus di dalam dunia yang berdosa.

Pertama: Kemuliaan Allah. “kasih karunia....pada waktu penyataan Yesus Kristus” (ayat 13). Pandangan pada kemuliaan Yesus Kristus yang akan dinyatakan saat kedatangan-Nya kembali nanti, menjadi motivasi yang kuat bagi mereka untuk hidup taat saat ini. Menantikan kedatangan Kristus yang kedua kali menguatkan iman dan pengharapan mereka pada masa kesukaran, dan hal ini memberikan lebih banyak lagi kenikmatan kasih karunia Allah kepada mereka.

Kedua:  Kekudusan Allah. “Hiduplah sebagai anak-anak yang taat... hendaklah kamu menjadi kudus(ayat 14-15). Anak-anak biasanya mewarisi sifat-sifat orang tua mereka. Allah itu kudus, karena itu, sebagai anak-anak-Nya, mereka hendaknya hidup kudus. Mereka adalah orang-orang yang “mengambil bagian dalam kodrat ilahi” (2  Petrus 1:4) dan patut menyatakan sifat-sifat ilahi itu melalui kehidupan yang saleh. Keselamatan yang sejati selalu menghasilkan ketaatan (ayat 2). Dalam bahasa Yunani arti dari akar kata yang diterjemahkan menjadi kudus ialah “berbeda/terpisah dengan yang lain, diperuntukkan bagi Allah”. Semua segi kehidupan menjadi kudus apabila mereka hidup untuk memulikan Allah. Mereka disebut kudus bukan karena hidupnya suci, tetapi karena dalam Kristus mereka suci (bacalah 1 Yohanes 1:7; Titus 1:15).

Ketiga: Firman Allah. “sebab ada tertulis..” (ayat 16). Langkah penting untuk memperhatikan kehidupan yang kudus di dalam dunia yang berdosa ini adalah dengan mengajukan pertanyaan, “apakah yang dikatakan Firman Allah?” Di dalam Firman Allah yang mereka baca dan renungkan, mereka akan mendapati ajaran, prinsip, janji, dan teladan yang dapat membimbing mereka dalam mengambil keputusan pada masa sulit saat itu. Jika mereka benar-benar mau mentaati Allah, Ia akan menunjukkan kebenaran-Nya kepada mereka (bacalah Yohanes 7:17).

Keempat: Penghakiman Allah. “Dia yang tanpa memandang muka menghakimi semua orang menurut perbuatannya(ayat 17). Sebagai anak-anak Allah, mereka perlu bersikap serius tentang dosa dan kehidupan yang kudus. Bapa sorgawi mereka adalah Bapa yang kudus (Yohanes 17:11) dan adil (Yohanes 17:25). Allah tidak akan berkompromi dengan dosa. Allah pemurah dan pengampun, tetapi Ia juga Pendidik yang penuh kasih dan tidak membiarkan anak-anak-Nya hidup bergelimang dosa. Kata Yunani yang diterjemahkan menjadi “menghakimi” mengandung arti “menghakimi supaya mendapatkan sesuatu yang baik”.

Kelima: Kasih Allah. “kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia....dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus” (ayat 18-21). Hal penebusan adalah suatu yang berharga pada masa itu. Petrus bukan hanya mengingatkan mereka tentang keadaan mereka dahulu sebelum bertobat, tetapi ia juga mengingatkan tentang apa yang telah dilakukan Kristus. Dan kasih Allah merupakan alasan utama untuk mengerjakan kehidupan yang kudus. Dalam bagian ini, Petrus mengingatkan mereka tentang pengalaman keselamatan mereka; suatu peringatan yang perlu terus-menerus diperingatkan kepada mereka.

Jadi, Petrus menekankan dua hal ini (hidup dalam pengharapan dan hidup dalam kekudusan) untuk menyerukan orientasi hidup yang menyeluruh pada Allah. Jadi ketika mereka berharap, mereka berpusat pada Allah, dan ketika mereka kudus, mereka berpusat pada Allah. Rahmat Allah adalah sumber pengharapan mereka dan kekudusan Allah adalah standar kekudusan mereka. Petrus memberikan nasihat 5 dorongan bagi kehidupan rohani supaya dapat mempertahankan cara hidup yang berbeda, yaitu hidup yang kudus di dalam dunia yang berdosa dan menderita: kemuliaan Allah, kekudusan Allah, Firman Allah, penghakiman Allah, dan kasih Allah.

Tuhan Yesus Kristus memberkati. (erd170821)

Saturday, 14 August 2021



[1 Petrus 1:8-9]
Jumat, 13 Agustus 2021

Dalam realita pergumulan dan penderitaan yang Saudara alami 

saat ini, jadilah Kristen sejati. Mencintai Kristus, mempercayai 
Kristus dan bersukacita dalam Kristus.
(Renungan surat 1 Petrus 1:8-9)

Bagaimana dalam realita pergumulan dan penderitaan tetapi tetap hidup dalam sukacita yang nyata saat ini dan pengharapan akan masa depan yang pasti? Renungkanlah surat 1 Petrus. Bacalah 1 Petrus 1:8-9.

Pada tulisan/ayat sebelumnya, Petrus sudah mengatakan kepada pembaca suratnya yang sedang mengalami penderitaan untuk berbesar hati karena mengetahui bahwa mereka dilahirkan kembali, dipelihara, dan dipersiapkan untuk menerima kemuliaan (ayat 3-7). Akan tetapi, pengamatan Petrus yang diungkapkan berikutnya ini seharusnya semakin menguatkan mereka. Mereka dapat menikmati kemuliaan itu sekarang, sekalipun berada di tengah-tengah pencobaan. Perhatikan petunjuk Petrus kepada mereka.

Perhatikan ayat 8. Petrus berbicara tentang mengasihi Yesus Kristus, percaya pada-Nya dan bersukacita dalam-Nya.Sekalipun kamu belum pernah melihat Dia, namun kamu mengasihi-Nya, kamu percaya kepada-Nya” (ayat 8a). Kasih terhadap Yesus Kristus tidak berdasarkan penglihatan jasmaniah (melihat Dia), tetapi berdasarkan hubungan rohani dengan Dia dan apa yang diajarkan firman Allah tentang Dia kepada mereka (bacalah Roma 5:5). Petrus ingin mengatakan bahwa yang terpenting bukan apa yang mereka lihat, tetapi yang pertama dan terutama adalah masalah hati (kasih, kepercayaan, dan sukacita). Mereka melihat Yesus Kristus dengan mata hati, mencintai dan percaya pada-Nya dan bersukacita dengan sukacita yang tidak dapat diungkapkan dan penuh kemuliaan. Ini adalah kekristenan sejati menurut Petrus.

“namun kamu mengasihi-Nya”. Sekalipun tidak melihat Yesus, mereka bisa percaya dan mengasihi Dia (bacalah Yohanes 20:29;Ibrani 11:1; 2 Korintus 5:6-7). Mengasihi Kristus berarti mengalami Kristus yang berharga untuk semua karakter dan kebajikan-Nya. Iman yang benar tidak pernah sendirian, tetapi menghasilkan kasih yang kuat terhadap Yesus Kristus.

Kamu percaya kepada Dia”. Dalam konteks Ibrani hal ini awalnya merujuk pada seseorang yang ada dalam posisi stabil (kakinya diposisikan sehingga ia tidak dapat ditepis); secara kiasan untuk seseorang yang bisa diandalkan, setia, atau dapat dipercaya. Kata Yunaninya (pistis atau pisteuō) diterjemahkan sebagai "iman," "percaya," dan "kepercayaan". Iman atau kepercayaan Alkitabiah terutama bukanlah sesuatu yang mereka lakukan, tapi Seseorang tempat mereka menaruh kepercayaan mereka. Keterpercayaan Allah-lah, dan bukan mereka, yang menjadi fokusnya. Mempercayai Kristus berarti mengalami Kristus yang dapat diandalkan dalam semua janji-Nya dan semua nasihat-Nya. Fokusnya bukan pada kelimpahan atau intensitas iman manusia, tetapi objek dari iman tersebut (bacalah 1:21; 2:6-7).

Perhatikan ayat 8b, “Kamu bergembira karena sukacita yang mulia dan yang tidak terkatakan”. Mereka bersukacita di dalam Kristus. Ingat, istilah "bergembira" (agalliasthe) ini digunakan sebelumnya dalam ayat 6, yang merupakan suatu istilah yang menunjukkan sukacita yang hebat, bahkan biasanya disertai dengan ekspresi fisik seperti berteriak dan menari. Sukacita, yang dibicarakan oleh Petrus ini, ditemukan bahkan di tengah-tengah penderitaan (bacalah 1 Petrus 4:13, Roma 5:31 Tesalonika 5:16). Sukacita ini adalah salah satu berkat yang tak terduga dari Roh dalam masa pengujian dan penganiayaan. Mereka mungkin tidak dapat bersukacita menghadapi segala situasi, tetapi mereka bisa bersukacita di dalamnya dengan memusatkan hati dan pikiran pada Yesus Kristus yang sangat mulia dan dapat dipercayai. Perhatikan, sukacita yang dihasilkan-Nya begitu dalam dan ajaib sehingga mereka sama sekali tidak dapat mengungkapkannya.

Perhatikan ayat 9, “karena kamu telah mencapai tujuan imanmu, yaitu keselamatan jiwamu”. Kata yang digunakan merujuk pada pertandingan di mana sang pemenang menerima atau memakai mahkota atau hadiah dari juri, yang diaraknya dengan berkeliling dalam kemenangan. Teksnya menyiratkan bahwa kebahagiaan mereka bukan hanya suatu penyempurnaan di masa depan, tetapi juga kenyataan saat ini bahkan di tengah-tengah penderitaan karena tindakan Allah atas nama mereka (lihat ayat 2). Memang pantas mereka bersorak-sorak dalam sukacita yang tak terkatakan, sebab setiap hari mereka telah mencapai tujuan iman mereka, yaitu keselamatan jiwa mereka.

Jadi melalui suratnya, Petrus ingin menggambarkan untuk mereka yang sekalipun saat itu seketika harus berdukacita oleh berbagai-bagai pencobaan (ayat 6), perihal apa sebenarnya kekristenan yang sejati itu. Kekristenan sejati adalah mencintai Kristus, mempercayai Kristus dan bersukacita dalam Kristus. Melalui semua itu mereka menerima keselamatan jiwa mereka, dan mengalaminya meskipun mereka belum pernah melihat Kristus secara langsung, seperti Saudara juga. Dalam realita pergumulan dan penderitaan yang Saudara alami, jadilah Kristen sejati. Tuhan Yesus Kristus memberkati. (erd130821)

Thursday, 12 August 2021



[1 Petrus 1:5-7]
Kamis, 12 Agustus 2021

Di tengah penderitaan, orang Kristen dipelihara dan 

dipersiapkan Allah untuk menerima kemuliaan.
(Renungan surat 1 Petrus 1:5-7)

Dalam penderitaan pandemi Covid-19 saat ini, tetap ada pengharapan yang besar. Allah dengan kekuatan-Nya memelihara orang-orang yang percaya kepada-Nya. Renungkan surat 1 Petrus. Bacalah 1 Petrus 1:5-7, orang-orang Kristen dipelihara dan dipersiapkan Allah untuk menerima kemuliaan.

“Yaitu kamu, yang dipelihara dalam kekuatan Allah karena imanmu (ayat 5a). Kalau dalam ayat sebelumnya dikatakan bahwa warisan keselamatan itu aman, maka sekarang dikatakan bahwa orang yang percaya kepada Allah itu juga aman, karena dipelihara oleh kekuatan Allah. Dalam teks Yunani, kata“kekuatan Allah” tertulis di awal kalimat dan memberikan jaminan yang kuat (bacalah Yohanes 10:27-30).

Kata “dipelihara” (“protected/shielded/dilindungi”) dalam teks Yunani merupakan suatu istilah militer dan menunjuk pada tindakan tentara yang menjaga kota/benteng. Kata ini hanya muncul 3 kali dalam kitab Perjanjian Baru. Kata ini menyatakan bahwa mereka secara “terus-menerus” dijaga oleh Allah, dan menjamin mereka bahwa mereka akan tiba dengan selamat di surga. Tersirat bahwa mereka lemah dan menghadapi banyak pergumulan. Dan mereka dijaga bukan oleh kuasanya sendiri, melainkan oleh kuasa Allah. Iman mereka di dalam Kristus telah mempersatukan mereka dengan Dia sedemikian rupa hingga kuasa-Nya sekarang menjaga dan memimpin mereka.

sementara kamu menantikan keselamatan yang telah tersedia untuk dinyatakan pada zaman akhir (ayat 5b)Mereka adalah orang-orang yang telah diselamatkan (ayat 3) dan menantikan pembebasan total dari dosa, menerima sukacita dan hidup kekal di surga. Sekalipun lemah dan mengalami banyak penderitaan, tetapi mereka tetap aman karena dipelihara oleh kekuatan Allah.

Bergembiralah akan hal itu (ayat 6a). Kata “bergembira” di sini berasal dari kata Yunani “agalliasthe”, yang merupakan suatu istilah yang menunjukkan sukacita yang hebat. Kata ini juga dipakai Yesus dalam khotbahnya di bukit kepada orang banyak; mereka teraniaya tetapi tetap bersukacita dan bergembira (Matius 5:12). Kata “akan hal itu”  menunjuk pada “warisan di sorga”, “keselamatan” dan “dijaganya mereka oleh kekuatan Allah” (ayat 3-5). Jadi, ini menunjukkan bagaimana mereka bisa bersukacita/bergembira sekalipun mengalami berbagai-bagai pencobaan, yaitu dengan mengarahkan pikiran pada keselamatan dan warisan mereka di sorga.

“sekalipun sekarang ini kamu seketika harus berdukacita(ayat 6b)“seketika” (“for a little while”) maksudnya adalah waktu yang singkat. Sekalipun penderitaan itu bisa kelihatannya lama, tetapi dibandingkan dengan sukacita dalam kekekalan, itu hanyalah waktu yang singkat. Kata “harus” menyatakan bahwa ada waktu-waktu tertentu di mana Allah tahu bahwa mereka perlu mengalami pencobaan. Petrus berharap mereka tetap mempercayai Allah, walaupun mereka tidak selalu mengerti. Jadi, pencobaan itu dikendalikan Allah dan diberikan sesuai dengan kebutuhan.

“berbagai-bagai pencobaan” (ayat 6b) berarti “beraneka warna, rupa-rupa”. Ia memakai kata yang sama untuk melukiskan kasih karunia Allah dalam 1 Petrus 4:10.  Allah menyediakan kasih karunia yang cukup untuk memenuhi kebutuhan kita. Pencobaan itu bermacam-macam dan Allah menyesuaikan pencobaan itu dengan kekuatan dan kebutuhan kita. Jadi, pencobaan itu bermacam-macam, tetapi kasih karunia-Nya cukup mengatasinya.

“seketika harus berdukacita” (ayat 6b), berarti “mengalami kesedihan atau kesakitan”. Kata ini juga dipakai untuk melukiskan keadaan Yesus ketika di taman Getsemani (Matius 26:37), dan kesedihan orang-orang kudus pada waktu saudara-saudara yang dikasihi mereka meninggal dunia (1 Tesalonika 4:13). Mereka harus menerima kenyataan bahwa ada pengalaman-pengalaman yang sukar dalam hidup ini. Jadi, pencobaan itu memang tidak mudah, dan Yesus bisa merasakannya.

membuktikan kemurnian imanmu - yang jauh lebih tinggi nilainya dari pada emas yang fana(ayat 7). Kata “membuktikan”  terkait erat dengan pengertian “memperoleh pengakuan”. Petrus menggambarkan kebenaran ini dengan menghubungkannya kepada pengolahan emas. Allah membiarkan mereka berada di dalam api penderitaan sampai mereka memantulkan kemuliaan dan keindahan Yesus Kristus. Hal ini menerangkan apa sebabnya Petrus menghubungkan sukacita dan penderitaan.

Di tengah penderitaan, sebagai orang yang telah dilahirkan kembali oleh kebangkitan Yesus Kristus (ayat 3), Saudara patut berbesar hati karena mengetahui bahwa Allah memelihara dan mempersiapkan Saudara untuk menerima kemuliaan. Tuhan Yesus Kristus memberkati (erd120821).

Tuesday, 10 August 2021




 “Kematian dan kebangkitan Yesus Kristus memberikan warisan yang paling berharga, pondasi dari hidup yang penuh pengharapan di tengah penderitaan”
(Renungan surat 1 Petrus 1:3-4)

Jika terjadi banyak kehilangan di tengah-tengah penderitaan pada masa pandemi Covid-19 saat ini, bagaimana masih tetap memiliki pengharapan dan memuji Allah? Apa yang menjadi pengharapannya? Renungkan surat 1 Petrus. Bacalah 1 Petrus 1:3-4, orang-orang Kristen dilahirkan untuk menerima kemuliaan yang dijamin oleh Allah.

Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus(ayat 3a). Ingat, bahwa surat 1 Petrus ditujukan kepada mereka yang sedang mengalami penderitaan dan penganiayaan karena iman dan kehidupan beriman mereka. Namun demikian, apa yang mereka alami saat itu tidak menghalangi mereka untuk tetap memuliakan Allah, pujian yang diarahkan kepada Yesus Kristus. Apapun sikap dan nasihat Petrus, tujuannya adalah untuk menyembah Allah, melihat kenyataan kebesaran Allah dan merasakan keindahan Allah dalam pikiran dan hati. Apakah Saudara juga melakukannya? Mengapa mereka bisa tetap memuliakan Allah?

yang karena rahmat-Nya yang besar telah melahirkan kita kembali oleh kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati(ayat 3b). Petrus mulai memberikan gambaran tentang kekayaan rohani para pembaca suratnya, yaitu kekayaan yang tetap tersedia bagi mereka sekalipun mereka menghadapi berbagai ujian dan pencobaan. Kalau dilihat dalam ayat 3-4, maka terlihat bahwa Petrus memuji Allah karena Allah sudah menyelamatkan mereka. Keselamatan yang Allah berikan kepada mereka menyebabkan mereka memuji Allah. Pernahkah saudara benar-benar memuji Allah atas keselamatan yang telah Ia anugerahkan kepada Saudara, dibandingkan pujian karena berkat-berkat jasmani semata? Perhatikan, ada 5 realitas besar tentang Allah yang mencengkeram pikiran dan hati Petrus.

1) Belas kasih Allah, “karena rahmat-Nya yang besar”. Ada belas kasihan Allah yang besar. Pengharapan sepenuhnya bukan karena siapa dan apa yang mereka bisa lakukan, tetapi sepenuhnya karena Allah.

2) Kelahiran baru yang dikerjakan Allah, telah melahirkan kita kembali”. Ada realitas kedua tentang Allah yang meneguhkan Petrus: kelahiran baru adalah pekerjaan Allah, bukan karena pekerjaannya. Karena kelahiran baru inilah Petrus disebut anak Allah, dikuduskan (dipisahkan bagi Allah) dari dunia.

3) Kebangkitan Yesus dari kematian, oleh kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati”. Kebangkitan adalah tentang Allah, Allah melakukannya dan Petrus percaya serta berharap kepada-Nya (lebih tegas, bacalah ayat 21). Kebangkitan Kristus adalah dasar (pondasi) harapan Petrus, dan tanpa adanya kebangkitan Kristus, tidak ada pengharapan baginya (bacalah 1 Korintus 15:14,17-18). 

4) Janji Allah atas warisan, untuk menerima suatu bagian yang tidak dapat binasa, yang tidak dapat cemar dan yang tidak dapat layu”. Kata “bagian”  dari bahasa Yunani “kleronomia” yang artinya “warisan” (“inheritance”). Kata ini penting karena ini menunjukkan bahwa mereka adalah anak Allah yang adalah ahli waris. Allah menjanjikan warisan kepada bayi baru lahir-Nya. Allah meninggalkan warisan yang melimpah kepada anak-anak-Nya; rahmat, kelahiran baru, kebangkitan dan warisan keselamatan hidup kekal. Warisan yang tidak berubah oleh apa dan siapa pun.

5) Karya Tuhan menjaga warisan kita, yang tersimpan di sorga bagi kamu”. Ini adalah istilah militer untuk benteng yang dijaga atau dipagari oleh tentara. Allah yang menyimpan warisan itu. Inilah warisan kekal yang dijamin oleh Allah sendiri. Warisan yang aman, tidak bisa diganggu gugat oleh apa dan siapa pun. Warisan ini menjadi pengharapan yang melimpah bagi Petrus serta orang-orang yang mengalami penderitaan dan penganiayaan karena iman saat itu.

Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus”. Apapun juga yang terjadi dalam hidup Saudara saat pandemi Covid-19 saat ini, hiduplah dalam pengharapan yang teguh dan tetaplah memuliakan Allah. Allah sangat besar belas kasihan-Nya. Allah  mengerjakan kelahiran baru. Allah membangkitan Yesus Kristus dari kematian. Allah memberikan warisan kekal kepada mereka yang diangkat menjadi anak-Nya. Dan, Allah menjaga warisan itu agar tidak akan pernah binasa atau cemar atau pudar. Tuhan Yesus Kristus memberkati. (erd100821)

Sunday, 8 August 2021

 

(1 Petrus 1:1-2; 5:10)
Sabtu, 7 Agustus 2021

“Yang menentukan pengharapan bukanlah 
kenyataan hidup, melainkan iman di dalam Allah”
(Renungan Surat 1 Petrus 1:1-2; 5:10­)

Penderitaan menjadi tema hidup banyak orang dalam masa pandemi Covid-19 saat ini. Bagaimana hidup dalam penderitaan dengan sikap hidup yang benar? Belajarlah dari surat 1 Petrus. Bacalah 1 Petrus 1:1-2 dan 5:10.

Petrus menulis surat pengharapan yang penuh dengan sukacita ini untuk memberikan pandangan yang ilahi dan abadi bagi kehidupan di bumi. Petrus memberikan bimbingan praktis kepada mereka yang mulai mengalami penderitaan yang berat di dalam masyarakat yang berdosa. Pokok utama surat Petrus ini adalah “hiduplah dengan penuh pengharapan di dalam Kristus”. Mereka mungkin mengalami penderitaan karena iman mereka, tetapi mereka dapat hidup dengan penuh pengharapan di dalam Kristus. Di mana ada Kristus, di situ ada pengharapan. ­Bagaimana Petrus memulai suratnya?

“Dari Petrus, rasul Yesus Kristus” (ayat 1a). Nama Petrus (bahasa Aram: Kefas) artinya “batu karang”, nama yang diberikan oleh Yesus (Yohanes 1:42; Matius 16:18). Nama aslinya adalah Simon, seorang nelayan yang meninggalkan segala sesuatu lalu mengikut Yesus, menjadi murid-Nya (Lukas 5:11). Simon menyangkal Yesus (Matius 26:35,75; Markus 14:29,72; Lukas 22:33,61; Yohanes 18:27), tetapi Yesus mengasihi dan mengampuninya. Petrus hidup bagi Yesus Kristus sepanjang hidupnya walaupun harus mengalami penderitaan. Menurut tradisi gereja, Petrus mati sebagai martir di Roma; disalib dengan kepala di bawah. Yesus Kristus-lah kekuatan dan pengharapan Petrus. Kepada siapa Petrus menuliskan suratnya?

“strangers in the world, scattered” (orang-orang asing dalam dunia, tersebar) (ayat 1b, versi NIV). Kata diaspora (penyebaran) pada jaman para Rasul menunjuk kepada orang-orang Yahudi yang hidup di luar Palestina (Yohanes 7:35). “orang-orang pendatang” berasal dari kata Yunani “parepidemoi”  yang menekankan “temporary residence” (tempat tinggal sementara). Kata ini digunakan hanya 3 kali dalam Perjanjian Baru (Ibrani 11:13; 1 Petrus 1:1; 2 Petrus 2:11). Orang-orang Yahudi Kristen ini tersebar di luar Palestina, menunjukkan bahwa mereka sedang mengalami penderitaan dan penganiayaan.

Dalam surat ini Petrus menulis sekurang-kurangnya 15 kali mengenai penderitaan; dan dia memakai kata Yunani yang berbeda-beda untuk mengungkapkan hal ini. Beberapa di antara orang-orang Kristen ini mengalami penderitaan karena mereka hidup saleh serta berbuat baik dan benar (2:19-23; 3:14-18; 4:1-4, 15-19). Sedangkan yang lain dinista karena nama Kristus (4:14) dan dicaci maki oleh orang-orang yang belum diselamatkan (3:9-10). Tetapi, bukan sekedar tema penderitaan, surat Petrus justru berbicara tema kemuliaan (1:7-8,11,21; 2:12; 4:11-16; 5:1,4,10-11). Hidup penuh pengharapan di dalam Kristus yang mengubah penderitaan menjadi kemuliaan (1:6-7; 4:13-14; 5:10) karena kasih karunia-Nya.

“To God’s elect” (kepada orang pilihan Allah) (ayat 2a, versi NIV). Ini merupakan penghiburan bagi mereka. Mereka menderita tetapi sekarang diingatkan, bahwa dari sudut Allah, mereka adalah orang pilihan Allah. Penghiburan ini mulai dengan Allah (Efesus 1:3-4) karena pemilihannya bukan didasarkan atas apa yang mereka kerjakan, bukan pula didasarkan atas apa yang diharapkan Allah dari keadaan atau perbuatan mereka. Pemilihan Allah itu semata-mata didasarkan atas kasih karunia dan kasih-Nya. Mereka tidak dapat menjelaskannya, tetapi mereka dapat bersukacita di dalamnya (Roma 11:33-36).

“sesuai dengan rencana Allah”. Kata “rencana” istilah Yunaninya adalah “prognosin” dan terjemahan hurufiahnya adalah “foreknowledge” (pengetahuan lebih dulu). Dalam Alkitab, “merencanakan” ini berarti “mengasihi seseorang/beberapa orang secara pribadi”. Allah memilih mereka karena Ia telah mengasihi mereka lebih dulu, dan ini menjadi pengharapan kekal bagi mereka. “Berdirilah dengan teguh di dalamnya” (5:12).

“dan yang dikuduskan oleh Roh, supaya taat kepada Yesus Kristus” (ayat 2b). Istilah “dikuduskan" di sini berarti “dipisahkan dari dunia untuk Allah”. Allah memilih untuk menyelamatkan mereka dengan tujuan supaya mereka taat kepada Yesus Kristus. Bahkan ketika mereka sedang mengalami penderitaan pun tidak lepas dari kewajiban untuk taat.

“Dan menerima percikan darahNya” (ay 2b). Ini menunjuk pada pengampunan dosa dan keselamatan yang diterima hanya karena pengorbanan Yesus di atas kayu salib. Hal ini memberikan penghiburan yang paling kuat; di atas penderitaan yang sedang mereka hadapi saat itu, bahkan kematian pun, ada jaminan hidup kekal dan keselamatan bagi mereka.

Dan Petrus mengakhiri salam kepada mereka yang sedang mengalami penderitaan dengan mengatakan “Kiranya kasih karunia dan damai sejahtera makin melimpah atas kamu”. Kata “kasih karunia” dipakai dalam setiap pasal dari surat Petrus ini (1:2,10,13; 2:19,20; 3:7; 4:10; 5:10,12). Apabila mereka bergantung pada kasih karunia Allah, mereka dapat bertahan dalam penderitaan, bahkan dapat mengubah penderitaan itu menjadi kemenangan. Apa pun yang dimulai dengan kasih karunia Allah akan selalu membawa mereka kepada kemuliaan.

“Dan Allah, sumber segala kasih karunia, yang telah memanggil kamu dalam Kristus kepada kemuliaan-Nya yang kekal, akan melengkapi, meneguhkan, menguatkan dan mengokohkan kamu, sesudah kamu menderita seketika lamanya” (5:10). 

Kiranya kebenaran Alkitab ini memberikan penghiburan, kekuatan dan pengharapan di tengah pandemi Covid-19 saat ini. “Yang menentukan pengharapan bukanlah kenyataan hidup, melainkan iman di dalam Allah”. Tuhan Yesus Kristus memberkati. (erd070821)

Selasa, 31 Desember 2024 "Tahun Baru: Hidup Baru Dengan Ketaatan Kepada-Nya" (Renungan Natal menyambut Tahun Baru 2025) Banyak...