Tuesday, 21 September 2021



[1 Petrus 2:9-10] 
Selasa, 21 September 2021

Saudara tidak dapat berbicara tentang identitas Saudara 
tanpa berbicara tentang tindakan Allah pada Saudara, 
relasi Allah dengan Saudara, dan tujuan Allah bagi Saudara.
(Renungan surat 1 Petrus 2:9-10)

Pandemi Covid-19 telah memaparkan tentang keterbatasan manusia. Tetapi juga memperjelas kapasitas Saudara sebagai mahkluk ciptaan Allah yang mulia dibandingkan ciptaan yang lainnya. Kapasitas untuk melihat, mendengar, merasakan, dan kemudian memikirkan semua kenyataan pandemi Covid-19. Selanjutnya, membuat penilaian tentang semuanya; mengetahui yang benar dan salah, baik dan buruk. Saudara terlibat secara emosi di dalam kesedihan, keputusasaan, dan juga pengharapan serta sukacita saling mengasihi dan menolong. Dan akhirnya, merencanakan hidup untuk hari depan yang lebih naik, new normal. Kapasitas tersebut memperjelas jawaban pertanyaan penting tentang: Siapa saya? Bagaimana saya mendapat identitas itu? Saya di sini untuk tujuan apa? Apa kata Alkitab tentang pertanyaan penting ini? Bacalah surat 1 Petrus 2:9-10.

Ingat, Rasul Petrus sedang mengindentifikasi orang-orang yang beriman kepada Yesus Kristus, yang sedang hidup dalam penderitaan dan penganiayaan karena iman mereka. Siapa mereka sebagai orang beriman, bagaimana mereka mendapatkan identitas sebagai orang beriman dan apa tujuan hidup beriman. Rasul Petrus menjelaskan 5 hal untuk menggambarkan identitas mereka, menjawab pertanyaan tentang siapa mereka. Pertama, "kamulah bangsa yang terpilih" (ayat 9a). Mereka dipilih bukan karena ras tertentu, warna kulit atau kualifikasi yang lain; bukan karena memiliki nilai lebih baik dari yang lain; bukan karena pantas atau memenuhi segala kualifikasi untuk mendapatkannya. Siapa saya? Saya dipilih, bahkan sebelum saya dilahirkan (1 Petrus 1:2; Efesus 1:4). Dan ini membuat mereka sangat bersukacita dan memuliakan Allah. Pertama, Identitas mereka adalah "Allah memilihku".

Kedua, "yang dahulu tidak dikasihani tetapi yang sekarang telah beroleh belas kasihan (ayat 10b). Mereka tidak hanya dipilih. Mereka dikasihi Allah. Ketika Allah memilih mereka, Allah melihat mereka yang dalam dosa dan rasa bersalah, dan Allah mengasihani serta menyelamatkan mereka. Mereka mendapatkan identitas pertama kali bukan dari tindakan mereka, tetapi dari Allah yang memilih dan ditindaklanjuti dengan belas kasihan menyelamatkan mereka. Kedua, identitas mereka adalah "Allah mengasihiku".

Ketiga, "Tetapi kamulah... umat kepunyaan Allah sendiri" (ayat 9)... yang dahulu bukan umat Allah, tetapi yang sekarang telah menjadi umat-Nya (ayat 10). Mereka dipilih oleh Allah; mereka dikasihi Allah. Dan efek dari belas kasihan itu adalah bahwa Allah membawa mereka untuk menjadi milik-Nya sendiri. Menjadi milik Allah berarti Dia tinggal bersama Allah (bacalah 2 Korintus 6:16). Ketiga , identitas mereka adalah "Saya milik Allah".

Keempat, "Kamulah... bangsa yang kudus" (ayat 9). Mereka telah dipilih dan dikasihi serta dimiliki oleh Allah. Dan karena itu, sekarang mereka bukan hanya bagian dari dunia; karena Allah kudus, mereka kudus. Jika mereka tidak hidup kudus, mereka bertentangan dengan hakekat mereka sebagai orang beriman. Keempat, identitas mereka adalah "Saya kudus".

Kelima, "kamulah... imamat yang rajani" (ayat 9). Mereka dipilih oleh Allah, dikasihi Allah, dimiliki oleh Allah, kudus seperti Allah, dan sebagai imam kerajaan Allah. Mereka memiliki akses langsung ke Allah. Dan, mereka memiliki peran mulia dan aktif dalam kehadiran Allah. Mereka tidak terpilih, dikasihi, dimiliki, dan kudus hanya untuk membuang waktu tidak melakukan apa-apa. Mereka dipanggil sekarang untuk melayani di hadapan Allah (bacalah roma 12:1-2). Kelima, identitas mereka adalah "Saya imamat rajani".

Jadi identitas mereka (siapa aku?) langsung terhubung dengan tujuan (untuk apa aku di sini?), melayani sebagai imam. Identitas mereka asalnya dari Allah karena anugerah-Nya, "telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib".

Mereka tidak dapat berbicara tentan identitas mereka tanpa berbicara tentang tindakan Allah pada mereka, hubungan Allah dengan mereka, dan tujuan Allah bagi mereka. Identitas yang berpusat pada Allah.

Dalam hidup new normal saat ini, nikmatilah dan nyatakanlah identitas yang sudah diberikan Allah kepada Saudara. Allah memberikan identitas kepada Suadara supaya identitas-Nya dapat diberitakan melalui Saudara. Tuhan Yesus Kristus memberkati. (erd210921)

Thursday, 9 September 2021



[1 Petrus 2:4-5]
Kamis, 9 September 2021

Datanglah kepada Yesus "Batu yang Hidup". Dia mempergunakan 
Saudara sebagai batu hidup untuk membangun rumah rohani 
dan menjadi imamat kudus bagi dunia yang saat ini menderita.
(Renungan surat 1 Petrus 2:4-5)

Sebagai orang beriman, bahkan ketika di tengah pergumulan dan penderitaan hidup, Saudara harus terus bertumbuh dalam kebenaran firman Allah (1 Petrus 2:2). Tidak hanya semakin menikmati kebenaran firman Allah dan terus bertumbuh imannya, Saudara juga harus hidup memuliakan Allah dengan mewartakan berita keselamatan kepada dunia. Perhatikan pesan Rasul Petrus, bacalah surat 1 Petrus 2:4-5.

Ingat, Rasul Petrus menuliskan suratnya ini kepada orang-orang percaya yang tinggal di lima propinsi yang berbeda, hidup dalam penderitaan dan penganiayaan karena imannya (1 Petrus 1:1-2). Meskipun demikian, Rasul Petrus mengatakan bahwa mereka semua menjadi "satu rumah rohani" (1 Petrus 2:5). Ketika Yesus Kristus pertama kali menyebutkan tentang jemaat, Ia membandingkan jemaat dengan sebuah bangunan: "Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya" (Injil Matius 16:18)Orang-orang beriman adalah batu-batu yang hidup dalam bangunan-Nya, seperti sebuah batu yang digali dari dalam jurang dosa dan disemen dengan kasih karunia kepada bangunan "rumah rohani". Sungguh merupakan suatu kehormatan bagi mereka untuk menjadi bagian dari jemaat-Nya, "menjadi tempat kediaman Allah". Namun demikian, bukan hanya kehormatan tetapi juga tanggung jawab bagi mereka.

Yesus Kristus adalah batu yang hidup. Rasul Petrus memanggil-Nya sebagai "batu yang hidup" berdasarkan nubuat dalam kitab Perjanjian Lama: Beginilah firman Tuhan ALLAH: "Sesungguhnya, Aku meletakkan sebagai dasar di Sion sebuah batu, batu yang teruji, sebuah batu penjuru yang mahal, suatu dasar yang teguh: Siapa yang percaya, tidak akan gelisah!" (Kitab Nabi Yesaya 28:16). Kekuatan-Nya tidak terkalahkan dan keberadaan-Nya kekal. Hal ini juga mengajar hamba-hamba-Nya bahwa Dia-lah perlindungan dan keamanan mereka dari semua bahaya serta dasar yang di atasnya mereka dibangun. Ia merupakan "batu yang hidup" karena memiliki hidup kekal di dalam diri-Nya, dan menjadi Raja kehidupan bagi seluruh umat-Nya. Mereka harus "datang kepada-Nya" dengan iman.

"Dan datanglah kepada-Nya". Sebelumnya, Rasul Petrus mengatakan bahwa mereka telah mengecap kebaikan Allah; seperti bayi yang baru lahir, yang selalu ingin akan air susu yang murni dan yang rohani (ayat 2-3), dan mereka sekarang rindu untuk datang kepada-Nya. "Datanglah" dalam teks Yunani dituliskan sebagai kegiatan yang terus menerus dilakukan.

"Dan biarlah kamu juga dipergunakan sebagai batu hidup". Hasil dari "datang kepada-Nya" adalah mereka dibentuk menjadi batu-batu hidup untuk digunakan dalam bangunan rohani. Terhubung dengan "batu yang hidup" membuat mereka hidup dan cocok untuk tempat dalam rencana arsitektur-Nya.

"untuk pembangunan suatu rumah rohani". Ketika mereka datang ke "batu yang hidup" dan dibentuk menjadi batu hidup itu sendiri, mereka dibangun menjadi "rumah rohani". Kristus adalah pembangunnya. Dia membangun individu orang beriman ke dalam "rumah rohani". ­Rasul Paulus berkata kepada jemaat di Korintus, "Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?" (Surat 1 Korintus 3:16). Disebut "rumah rohani" karena Roh Allah tinggal di dalamnya.

"bagi suatu imamat kudus". Bukan sekedar "batu-batu hidup" yang dibangun menjadi "rumah rohani" di mana Roh Allah tinggal, mereka juga menjadi "imamat kudus". Dengan kata lain, mereka bukan hanya bangunan pasif di mana Allah berdiam; mereka juga peserta aktif dalam ibadah. Dan bukan hanya peserta biasa, tetapi jenis partisipan khusus, yaitu "para imam". Dalam kitab Taurat dijelaskan bahwa para imam membawa persembahan korban ke dalam "Kemah Suci". Tetapi sekarang, sebagai orang-orang yang beriman kepada Yesus Kristus, merekalah para imamnya. Mereka memiliki hak istimewa sebagai imam untuk mendekat kepada Allah membawa korban persembahan rohani. Dan sekarang, korban persembahannya telah digantikan oleh Yesus Kristus, yang darah-Nya tercurah mati di kayu salib; dan bangkit sebagai Korban Agung yang hidup.

"yang karena Yesus Kristus berkenan kepada Allah". Dan yang terakhir, Rasul Petrus menegaskan kembali kepada mereka bahwa korban persembahan rohani yang dapat diterima oleh Allah hanyalah melalui Yesus Kristus. Jadi, hanya ketika mereka datang kepada Yesus "batu yang hidup", mereka memiliki kehidupan, menjadi batu hidup yang dibangun menjadi "rumah rohani" dan menjadi "imamat kudus", dan menawarkan korban persembahan rohani yang Agung, Yesus Kristus.    

Jadi ingatlah, bahwa ketika datang kepada Yesus "Batu yang Hidup", Saudara memiliki hidup dan dipergunakan-Nya sebagai "batu hidup untuk membangun rumah rohani" dan "menjadi imamat kudus" yang menawarkan Korban Persembahan Agung, Yesus Kristus bagi keselamatan dunia yang saat ini menderita. Tuhan Yesus Kristus memberkati. (erd 090921)

Wednesday, 1 September 2021



[1 Petrus 2:1-3] 
Rabu, 1 September 2021

Jadilah sama seperti bayi yang baru lahir, yang selalu ingin 

akan air susu yang murni dan yang rohani, supaya olehnya 
kamu bertumbuh dan beroleh keselamatan.
(Renungan surat 1 Petrus 2:1-3)

Di tengah perjuangan menghadapi pandemi Covid-19, ada perjuangan serius yang harus dihadapi juga oleh setiap manusia yaitu terus-menerus berjuang melawan tabiat dosa, terus-menerus mengalami pertumbuhan iman sepanjang hidupnya. Bagaimana mengerjakan perjuangan ini? Bacalah surat 1 Petrus 2:1-3.

Rasul Petrus menuliskan bahwa setelah dihidupkan di dalam Kristus (1 Petrus 1:1-4), perjalanan rohani jemaah tidak berhenti. Keselamatan yang telah mereka terima bukanlah akhir dari perjalanan, tetapi hanyalah awal yang memungkinkan segala sesuatu yang ada di depan. Mereka yang sudah dipindahkan dari kegelapan (keberdosaan) kepada terang (kebenaran) harus terus mengalami pertumbuhan. Berhenti bertumbuh bukan sebuah pilihan yang bisa diambil. Pertumbuhan adalah bukti dari kehidupan.

Perhatikan ayat 1-2a. Dalam teks Yunaninya, yang berbentuk perintah hanya ayat 2a sebagai induk kalimatnya, sedangkan ayat 1 adalah penjelasannya. Orang-orang Kristen di Asia Kecil merupakan petobat baru di dalam Kristus. Mereka telah ditebus dari kehidupan yang lama (1:18-21). Mereka telah menyucikan diri dalam kebenaran sebagai konsekuensi dari kelahiran kembali melalui Firman kebenaran (1:22-25). Kehidupan yang lama sudah mereka tanggalkan (2:1). Namun, perjalanan belum berakhir. Mereka perlu terus bertumbuh dalam kebenaran, inilah pokok pentingnya.

"Dan jadilah sama seperti bayi yang baru lahir, yang selalu ingin akan air susu yang murni dan yang rohani", adalah cara untuk bertumbuh dalam kebenaran. Sebenarnya dalam teks Yunani, penekanannya bukan pada kata "jadilah" tetapi pada kata "ingin" ("epipotheo"); bukan hanya menyiratkan sebuah keinginan yang biasa, tetapi hasrat yang begitu besar. Dalam Septuaginta (terjemahan Alkitab Ibrani dalam bahasa Yunani), kata ini digunakan untuk rusa yang merindukan sungai yang berair (Mazmur 42:2) atau untuk Daud yang hatinya hancur karena merindukan pelataran TUHAN (Mazmur 84:3). Bahkan kata ini juga digunakan untuk Allah yang sangat menginginkan umat-Nya: “Roh yang ditempatkan Allah di dalam diri kita, diingini-Nya dengan cemburu!” (surat Yakobus 4:5). Perhatikan, bukan sekedar bayi tetapi "bayi yang baru saja dilahirkan" yang sangat menggantungkan hidupnya pada air susu ibunya (ASI). Dia tidak mempunyai pilihan minuman atau makanan yang lain. Tanpa ASI dia pasti sulit bertahan hidup, apalagi bertumbuh dengan baik. Pendeknya, keinginan ini bukan sekadar ada, tetapi sangat besar. Seperti itulah kerinduan yang seharusnya ada pada orang-orang yang baru dilahirkan di dalam Kristus. “Air susu yang murni dan rohani” bisa merujuk pada firman Allah di bagian sebelumnya (1:23-25). Firman kebenaran (Injil) bukan hanya menghidupkan, tetapi juga menumbuhkan. Bukan hanya sarana pertobatan, tetapi kedewasaan. Bagaimana cara menumbuhkan keinginan yang besar terhadap firman Allah?

Perhatikan ayat 2b-3, "supaya olehnya kamu bertumbuh dan beroleh keselamatan, jika kamu benar-benar telah mengecap kebaikan Tuhan". Menginginkan firman Allah ternyata dapat dibangkitkan. Mereka tidak seharusnya berpuas diri dengan keadaan yang ada dan tidak melakukan apa-apa. Rasul Petrus menunjukkan dua jalan bagi mereka untuk menumbuhkan keinginan yang besar terhadap firman Allah yaitu mengetahui tujuannya (ayat 2b), dan mengetahui alasannya (ayat 3).

Pertama, mengetahui tujuannya (ayat 2b). Ada tujuan yang besar di balik keinginan yang besar terhadap firman Allah, yaitu “supaya di dalamnya ditumbuhkan menuju keselamatan”. Bentuk pasif "auxano" ("ditumbuhkan") menyiratkan bahwa firman Allah bukan hanya obyek (yang dipelajari) tetapi juga subyek (yang memberi pertumbuhan rohani). Ketika mata dan pikiran mereka menyelidiki firman Allah, firman yang sama sedang menyelidiki hati mereka. Jadi, melalui firman Allah mereka dilahirkan, melalui firman Allah pula mereka ditumbuhkan. Dari awal sampai akhir perjalanan rohani mereka bergantung total pada firman Allah.

Kedua, mengetahui alasannya (ayat 3). Ayat 3 berfungsi sebagai alasan bagi perintah di ayat 2a. Mereka akan memiliki kerinduan yang besar terhadap firman Allah apabila mereka sudah mengecap kebaikan Allah. Kata "geuomai" ("mengecap") sangat tepat diterjemahkan "menikmati", terutama menikmati penebusan-Nya. Kristus telah menebus mereka dengan darah-Nya yang melebihi emas dan perak (1:18-19). Pengalaman ini merupakan dorongan yang besar untuk memiliki kerinduan yang besar terhadap firman Allah. Mereka yang sudah mengalami kebaikan Allah pasti selalu ingin memahami isi hati Allah. Mereka tahu bahwa Allah memiliki kehendak yang baik bagi mereka. Kehendak itu telah diungkapkan di dalam firman-Nya.

Jadi Saudara, dalam perjuangan iman di tengah pergumulan hidup saat ini, jadilah bayi rohani yang sehat. Semakin menikmati kebenaran firman-Nya dan terus bertumbuh. Tuhan Yesus Kristus memberkati. (erd010921)

Friday, 27 August 2021





 Di tengah penderitaan, saling mengasihi dengan tulus ikhlas adalah realita hidup orang-orang yang telah menikmati kasih Allah dan dimurnikan hatinya.(Renungan surat 1 Petrus 1:22-25)

Pandemi Covid-19 memang menimbulkan berbagai pergumulan, penderitaan dan dukacita. Tetapi di sisi lain, manusia semakin dimampukan melihat kehadiran Allah melalui orang-orang yang memberikan pertolongan dengan tulus ikhlas. Belajarlah dari surat 1 Petrus. Untuk perenungan saat ini, bacalah 1 Petrus 1:22-25.

Ingat, surat 1 Petrus ditujukan kepada mereka yang saat itu sedang mengalami penderitaan dan penganiayaan karena iman mereka. Di awal suratnya, Rasul Petrus mengatakan bahwa ada pengharapan dan pengudusan dalam Yesus Kristus. Dan sekarang, Rasul Petrus mengatakan bahwa pengharapan dan pengudusan dalam Yesus Kristus tersebut seharusnya menjadi dasar mengapa mereka harus sungguh-sungguh saling mengasihi dengan hati yang murni. Kekuatan untuk saling mengasihi datang dari pengharapan di dalam Allah yang mereka miliki. Perhatikan alasan mengapa mereka harus saling mengasihi!

Alasan pertama: ketaatan terhadap kebenaran yang memurnikan hati. "Karena kamu telah menyucikan dirimu oleh ketaatan kepada kebenaran, sehingga kamu dapat mengamalkan kasih persaudaraan yang tulus ikhlas, hendaklah kamu bersungguh-sungguh saling mengasihi dengan segenap hatimu" (ayat 22). Menyucikan jiwa mengandaikan adanya sesuatu yang sangat najis dan kotor yang telah mencemarkannya, dan bahwa kotoran ini dihilangkan. Ketaatan adalah tema berulang dalam pasal pertama (ayat 2,14,22). Ketaatan dalam menerima kebenaran Injil dan berjalan di dalamnya. Sekarang mereka hidup sebagai "anak-anak yang taat" (ayat 14), yang tidak lagi ingin hidup mementingkan diri sendiri seperti hidup mereka yang lama. Mereka telah dimurnikan hatinya dengan sarana yang agung yaitu Firman Allah (Yohanes 17:17), dan mengasilkan kasih persaudaraan yang tulus ikhlas (tidak munafik); mengasihi dengan hati yang murni.

Mereka adalah orang-orang yang "dikuduskan" dan "dilahirkan kembali",

tetapi masih tinggal di tengah-tengah dunia berdosa. Dunia yang penuh hawa nafsu dan keberpihakan dalam kodrat manusia, sehingga tanpa anugerah ilahi mereka tidak bisa mengasihi Allah dan satu sama lain seperti yang seharusnya. Tidak ada kasih selain yang keluar dari hati yang murni, yang timbul dari Roh Allah. Kasih ini bukan sekedar suatu kasih secara rohani, tetapi kasih ini merupakan kasih yang "sunggu-sungguh" (sejati) dengan "hati yang murni”. Alasan mereka mengasihi bukanlah untuk menerima, tetapi untuk memberi.

 

Kasih mereka “menyala-nyala”. Kata ini merupakan suatu istilah dalam bidang atletik yang berarti “berusaha dengan sekuat tenaga”. Kasih mereka bukanlah suatu perasaan, melainkan kehendak; sesuatu yang secara terus-menerus harus diusahakan dengan sekuat tenaga. Mereka menyatakan kasih kepada orang lain apabila mereka memperlakukan orang lain dengan cara yang sama seperti Allah telah memperlakukan mereka dengan kasih yang kekal.

Alasan kedua: mengasihi dengan tulus ikhlas karena mereka telah dilahirkan kembali oleh Firman Tuhan. "Karena kamu telah dilahirkan kembali bukan dari benih yang fana, tetapi dari benih yang tidak fana, oleh firman Allah, yang hidup dan yang kekal" (ayat 23). Ini adalah metafora keluarga yang digunakan untuk menggambarkan mereka sebagai anggota baru dari keluarga Allah melalui iman mereka dalam Kristus. Mereka menjadi bersaudara melalui kelahiran baru mereka dan dibawa ke dalam suatu hubungan yang baru dekat satu sama lain; hubungan yang rohani. Jadi, Rasul Petrus mendesak mereka untuk sungguh-sungguh mengasihi satu sama lain dengan hati yang murni dengan menimbang hubungan rohani mereka. Mereka semua telah dilahirkan kembali bukan dari benih yang fana, tetapi dari benih yang tidak fana. Oleh benih yang fana mereka menjadi anak-anak manusia, sedangkan oleh benih yang tidak fana mereka menjadi putra dan putri dari Yang Mahatinggi, yang terus bertumbuh sampai kekekalan (perhatikan ayat 24-25, mengutip kitab Yesaya 40:6-8). Satu hal yang bisa membuat mereka tidak mengasihi adalah ketakutannya sendiri bahwa jika mereka membayar harga kasih itu bagi sesama, diri sendiri akan kehilangan hal-hal baik yang ditawarkan oleh kehidupan di dunia ini. Kekuatan untuk mengatasi ketakutan ini adalah kekuatan pengharapan kekal: bahwa kemuliaan dunia ini akan berakhir dan mereka yang dilahirkan kembali melalui Firman Allah, dan berharap pada Firman Allah, akan tetap bertahan selamanya sampai kekekalan.

Jadi, dalam Pandemi Covid-19 saat ini, kasihilah orang lain dengan hati yang tulus ikhlas. Saudara telah dilahirkan kembali dari hidup yang lama oleh Firman Allah karena kasih-Nya. Sebagai anak-anak Allah yang baru lahir, Saudara mendengar dan mentaati Firman Allah dengan bertindak sungguh-sungguh mengasihi dengan tulus ikhlas. Kasihilah dengan hati yang bersih bahwa ada pengharapan kekal dari Allah yang lebih besar dari semua kemuliaan yang ditawarkan dunia. Tuhan Yesus Kristus memberkati. (erd270821)

Friday, 20 August 2021



[1 Petrus 1:13] 
Jumat, 20 Agustus 2021

 “Dalam penderitaan, siapkanlah akal budimu, waspadalah dan letakkanlah pengharapanmu seluruhnya atas kasih karunia yang dianugerahkan 
kepadamu pada waktu penyataan Yesus Kristus
(Renungan surat 1 Petrus 1:13).

Pandemi Covid-19 sejak setahun yang lalu, sudah mengubah banyak hal dalam kehidupan manusia, melahirkan era baru. Di dalamnya banyak pergumulan, dukacita dan penderitaan. Muncullah istilah “new normal”, “normal baru”, “kenormalan baru”, “tatanan kehidupan baru” yang semuanya menunjuk pada suatu keadaan normal yang baru yang sebelumnya belum ada atau tidak biasa. Dalam “new normal” saat ini, bagaimana tetap hidup memiliki pengharapan dalam Allah dan waspada mempertahankan iman; belajarlah dari surat 1 Petrus, Untuk renungan saat ini, bacalah surat 1 Petrus 1:13.

Sebab itu siapkanlah akal budimu”. Kata “sebab itu” merujuk hal sebelumnya. Mereka hidup dalam penderitaan dan penganiayaan karena iman mereka; tetapi mereka memiliki pengharapan keselamatan karena telah dipilih dan “dilahirkan kembali” (ayat 1-12). Hal ini menjadi pijakan untuk apa yang harus mereka kerjakan selanjutnya. Frasa “siapkanlah akal budimu” dalam teks Yunaninya tertulis “ikatlah pinggang akal budimu” dan beberapa terjemahan menulis “sabukilah pikiranmu untuk bertindak”, “sabukilah pinggang dari pikiranmu”. Latar belakang kata-kata ini adalah pakaian mereka saat itu yang longgar, sehingga untuk bisa bergerak dengan cepat maka pada bagian pinggang harus diketatkan dengan sabuk. Jadi artinya pikiran harus ada dalam keadaan selalu siap untuk melakukan kewajiban, tanggung jawab atau untuk menahan serangan/pencobaan. “Kendalikanlah pikiranmu! Milikilah pikiran yang terlatih”.

Perhatikan, dalam hidup baru mereka di tengah dunia berdosa dengan penderitaannya, tidak puas hanya dengan iman dalam Yesus Kristus yang sudah mereka miliki, tetapi juga terus menerus memperhatikan pikiran mereka. Kata Yunani “dianoia” (“pikiran/akal budi”) adalah kata yang menunjukkan berpikir melalui pertanyaan-pertanyaan; istilah yang berurusan dengan penggunaan intelek dalam mencapai suatu pengertian tentang berbagai masalah. Mereka memperhatikan pikiran mereka berdasarkan kebenaran Alkitab yang menghasilkan pengharapan, dan menjaga pikiran dari berbagai hal yang menyebabkan pudarnya pengharapan. Hidup dalam pengharapan bukan berdasarkan perasaan (yang bisa goyah) tetapi tindakan berdasarkan pemahaman yang baik atas kebenaran Firman Allah (dasar yang kokoh). Dan mereka tidak bisa berharap untuk menyenangkan Allah jika mereka tidak mau bekerja keras untuk berpikir tentang kebenaran-Nya.

“waspadalah”. Bukan hanya perlu memiliki pikiran yang terkendali, tetapi juga harus memiliki pikiran yang “waspada”. Dalam beberapa terjemahan tertulis “waraslah/kuasailah dirimu/tetaplah waras dalam roh”. Kata ini menggambarkan diri yang tetap sadar dan tidak mabuk karena minuman berakohol. Masalah besar dengan kemabukan adalah mendistorsi kenyataan dengan membuat pikiran tidak sensitif terhadap apa yang benar dan nyata serta berharga. Kata itu berarti “tenang, mantap, terkendali dalam mempertimbangkan persoalan-persoalan”. Jadi, istilah ini menyiratkan kewaspadaan mental dan tingkat kesadaran yang logis; mengevaluasi sesuatu dengan benar, karena mereka melihat dengan jelas, dan pikiran mereka tidak mati rasa dengan pengaruh yang memabukkan (baca juga 1 Petrus 4:7; 5:8).

Selanjutnya, muncul kata kerja utama yang sangat penting dan pertama kalinya tertulis dalam surat Petrus ini, “letakkanlah pengharapanmu seluruhnya/tetapkanlah harapanmu secara penuh/berharaplah sampai akhir”. Hendaknya mereka pun memiliki pikiran optimis, pandangan yang penuh pengharapan; tindakan yang mereka lakukan dengan akal budi/pikiran yang waspada tetapi juga dengan hati.

atas kasih karunia yang dianugerahkan kepadamu/dibawakan bagimu pada waktu penyataan Yesus Kristus. Akhirnya, Petrus mengingatkan mereka tentang apa obyek harapannya, “anugerah Allah”. Kata Yunani “pheromenen” (“dibawakan bagimu”) bukan berarti menunjuk pada masa yang akan datang, tetapi kasih karunia yang berkepanjangan, tidak henti-hentinya, dan makin lama makin besar. Kasih karunia ini diterima ketika waktu pertama kali mereka “dilahirkan kembali” (ayat 3), dan akan dinyatakan secara luar biasa pada saat Kristus datang keduakalinya (baca 1 Petrus 1:7; 4:13). “Penyataan (“apokalupsis”) Yesus Kristus” merupakan ungkapan yang lain bagi ”hidup yang penuh pengharapan” dan “Yesus Kristus menyatakan diri-Nya”. Mereka hidup dengan pandangan kepada masa yang akan datang; segala tindakan dan keputusannya sekarang dikendalikan oleh pengharapan kepada masa yang akan datang itu. Mereka saat ini hanyalah “menumpang” di dunia ini (1 Petrus 1:17) dan nanti akan “pulang”; hendaklah mereka mengendalikan pikiran dan menguasai diri.

Dalam “tatanan kehidupan baru” saat ini, ingatlah pesan Petrus "Sebab itu siapkanlah akal budimu, waspadalah dan letakkanlah pengharapanmu seluruhnya atas kasih karunia yang dianugerahkan kepadamu pada waktu penyataan Yesus Kristus. Tuhan Yesus Kristus memberkati. (erd200821)

Tuesday, 17 August 2021



(1 Petrus 1:13-21) 
Selasa, 17 Agustus 2021

Dalam penderitaan, tetap hidup dalam pengharapan dan hidup dalam kekudusan; orientasi hidup yang menyeluruh pada Allah.
(Renungan 1 Petrus 1:13-21)

Dalam kehidupan yang penuh pergumulan dan penderitaan saat pandemi Covid-19 saat ini, adalah penting untuk menjalaninya dalam hidup yang penuh pengharapan. Tetapi yang juga penting adalah hidup dalam kekudusan. Bagaimana hidup tetap kudus di dalam dunia yang penuh penderitaan, dunia yang berdosa ini? Renungkanlah surat 1 Petrus 1. Bacalah 1 Petrus 1:13-21.

Ingat, surat 1 Petrus dialamatkan kepada mereka yang saat itu hidup dalam penderitaan dan penganiayaan karena iman mereka di tengah-tengah masyarakat berdosa. Di awal suratnya, Petrus menekankan pentingnya hidup dalam pengharapan, tetapi sekarang ia menekankan tentang hidup dalam kekudusan. Kedua hal ini sejalan karena ”setiap orang yang menaruh pengharapan itu kepada Yesus Kristus, menyucikan diri sama seperti Dia yang adalah suci (1 Yohanes 3:3)Perhatikan nasihat Petrus tentang 5 dorongan bagi kehidupan rohani mereka supaya dapat mempertahankan cara hidup yang berbeda, yaitu hidup yang kudus di dalam dunia yang berdosa.

Pertama: Kemuliaan Allah. “kasih karunia....pada waktu penyataan Yesus Kristus” (ayat 13). Pandangan pada kemuliaan Yesus Kristus yang akan dinyatakan saat kedatangan-Nya kembali nanti, menjadi motivasi yang kuat bagi mereka untuk hidup taat saat ini. Menantikan kedatangan Kristus yang kedua kali menguatkan iman dan pengharapan mereka pada masa kesukaran, dan hal ini memberikan lebih banyak lagi kenikmatan kasih karunia Allah kepada mereka.

Kedua:  Kekudusan Allah. “Hiduplah sebagai anak-anak yang taat... hendaklah kamu menjadi kudus(ayat 14-15). Anak-anak biasanya mewarisi sifat-sifat orang tua mereka. Allah itu kudus, karena itu, sebagai anak-anak-Nya, mereka hendaknya hidup kudus. Mereka adalah orang-orang yang “mengambil bagian dalam kodrat ilahi” (2  Petrus 1:4) dan patut menyatakan sifat-sifat ilahi itu melalui kehidupan yang saleh. Keselamatan yang sejati selalu menghasilkan ketaatan (ayat 2). Dalam bahasa Yunani arti dari akar kata yang diterjemahkan menjadi kudus ialah “berbeda/terpisah dengan yang lain, diperuntukkan bagi Allah”. Semua segi kehidupan menjadi kudus apabila mereka hidup untuk memulikan Allah. Mereka disebut kudus bukan karena hidupnya suci, tetapi karena dalam Kristus mereka suci (bacalah 1 Yohanes 1:7; Titus 1:15).

Ketiga: Firman Allah. “sebab ada tertulis..” (ayat 16). Langkah penting untuk memperhatikan kehidupan yang kudus di dalam dunia yang berdosa ini adalah dengan mengajukan pertanyaan, “apakah yang dikatakan Firman Allah?” Di dalam Firman Allah yang mereka baca dan renungkan, mereka akan mendapati ajaran, prinsip, janji, dan teladan yang dapat membimbing mereka dalam mengambil keputusan pada masa sulit saat itu. Jika mereka benar-benar mau mentaati Allah, Ia akan menunjukkan kebenaran-Nya kepada mereka (bacalah Yohanes 7:17).

Keempat: Penghakiman Allah. “Dia yang tanpa memandang muka menghakimi semua orang menurut perbuatannya(ayat 17). Sebagai anak-anak Allah, mereka perlu bersikap serius tentang dosa dan kehidupan yang kudus. Bapa sorgawi mereka adalah Bapa yang kudus (Yohanes 17:11) dan adil (Yohanes 17:25). Allah tidak akan berkompromi dengan dosa. Allah pemurah dan pengampun, tetapi Ia juga Pendidik yang penuh kasih dan tidak membiarkan anak-anak-Nya hidup bergelimang dosa. Kata Yunani yang diterjemahkan menjadi “menghakimi” mengandung arti “menghakimi supaya mendapatkan sesuatu yang baik”.

Kelima: Kasih Allah. “kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia....dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus” (ayat 18-21). Hal penebusan adalah suatu yang berharga pada masa itu. Petrus bukan hanya mengingatkan mereka tentang keadaan mereka dahulu sebelum bertobat, tetapi ia juga mengingatkan tentang apa yang telah dilakukan Kristus. Dan kasih Allah merupakan alasan utama untuk mengerjakan kehidupan yang kudus. Dalam bagian ini, Petrus mengingatkan mereka tentang pengalaman keselamatan mereka; suatu peringatan yang perlu terus-menerus diperingatkan kepada mereka.

Jadi, Petrus menekankan dua hal ini (hidup dalam pengharapan dan hidup dalam kekudusan) untuk menyerukan orientasi hidup yang menyeluruh pada Allah. Jadi ketika mereka berharap, mereka berpusat pada Allah, dan ketika mereka kudus, mereka berpusat pada Allah. Rahmat Allah adalah sumber pengharapan mereka dan kekudusan Allah adalah standar kekudusan mereka. Petrus memberikan nasihat 5 dorongan bagi kehidupan rohani supaya dapat mempertahankan cara hidup yang berbeda, yaitu hidup yang kudus di dalam dunia yang berdosa dan menderita: kemuliaan Allah, kekudusan Allah, Firman Allah, penghakiman Allah, dan kasih Allah.

Tuhan Yesus Kristus memberkati. (erd170821)

Saturday, 14 August 2021



[1 Petrus 1:8-9]
Jumat, 13 Agustus 2021

Dalam realita pergumulan dan penderitaan yang Saudara alami 

saat ini, jadilah Kristen sejati. Mencintai Kristus, mempercayai 
Kristus dan bersukacita dalam Kristus.
(Renungan surat 1 Petrus 1:8-9)

Bagaimana dalam realita pergumulan dan penderitaan tetapi tetap hidup dalam sukacita yang nyata saat ini dan pengharapan akan masa depan yang pasti? Renungkanlah surat 1 Petrus. Bacalah 1 Petrus 1:8-9.

Pada tulisan/ayat sebelumnya, Petrus sudah mengatakan kepada pembaca suratnya yang sedang mengalami penderitaan untuk berbesar hati karena mengetahui bahwa mereka dilahirkan kembali, dipelihara, dan dipersiapkan untuk menerima kemuliaan (ayat 3-7). Akan tetapi, pengamatan Petrus yang diungkapkan berikutnya ini seharusnya semakin menguatkan mereka. Mereka dapat menikmati kemuliaan itu sekarang, sekalipun berada di tengah-tengah pencobaan. Perhatikan petunjuk Petrus kepada mereka.

Perhatikan ayat 8. Petrus berbicara tentang mengasihi Yesus Kristus, percaya pada-Nya dan bersukacita dalam-Nya.Sekalipun kamu belum pernah melihat Dia, namun kamu mengasihi-Nya, kamu percaya kepada-Nya” (ayat 8a). Kasih terhadap Yesus Kristus tidak berdasarkan penglihatan jasmaniah (melihat Dia), tetapi berdasarkan hubungan rohani dengan Dia dan apa yang diajarkan firman Allah tentang Dia kepada mereka (bacalah Roma 5:5). Petrus ingin mengatakan bahwa yang terpenting bukan apa yang mereka lihat, tetapi yang pertama dan terutama adalah masalah hati (kasih, kepercayaan, dan sukacita). Mereka melihat Yesus Kristus dengan mata hati, mencintai dan percaya pada-Nya dan bersukacita dengan sukacita yang tidak dapat diungkapkan dan penuh kemuliaan. Ini adalah kekristenan sejati menurut Petrus.

“namun kamu mengasihi-Nya”. Sekalipun tidak melihat Yesus, mereka bisa percaya dan mengasihi Dia (bacalah Yohanes 20:29;Ibrani 11:1; 2 Korintus 5:6-7). Mengasihi Kristus berarti mengalami Kristus yang berharga untuk semua karakter dan kebajikan-Nya. Iman yang benar tidak pernah sendirian, tetapi menghasilkan kasih yang kuat terhadap Yesus Kristus.

Kamu percaya kepada Dia”. Dalam konteks Ibrani hal ini awalnya merujuk pada seseorang yang ada dalam posisi stabil (kakinya diposisikan sehingga ia tidak dapat ditepis); secara kiasan untuk seseorang yang bisa diandalkan, setia, atau dapat dipercaya. Kata Yunaninya (pistis atau pisteuō) diterjemahkan sebagai "iman," "percaya," dan "kepercayaan". Iman atau kepercayaan Alkitabiah terutama bukanlah sesuatu yang mereka lakukan, tapi Seseorang tempat mereka menaruh kepercayaan mereka. Keterpercayaan Allah-lah, dan bukan mereka, yang menjadi fokusnya. Mempercayai Kristus berarti mengalami Kristus yang dapat diandalkan dalam semua janji-Nya dan semua nasihat-Nya. Fokusnya bukan pada kelimpahan atau intensitas iman manusia, tetapi objek dari iman tersebut (bacalah 1:21; 2:6-7).

Perhatikan ayat 8b, “Kamu bergembira karena sukacita yang mulia dan yang tidak terkatakan”. Mereka bersukacita di dalam Kristus. Ingat, istilah "bergembira" (agalliasthe) ini digunakan sebelumnya dalam ayat 6, yang merupakan suatu istilah yang menunjukkan sukacita yang hebat, bahkan biasanya disertai dengan ekspresi fisik seperti berteriak dan menari. Sukacita, yang dibicarakan oleh Petrus ini, ditemukan bahkan di tengah-tengah penderitaan (bacalah 1 Petrus 4:13, Roma 5:31 Tesalonika 5:16). Sukacita ini adalah salah satu berkat yang tak terduga dari Roh dalam masa pengujian dan penganiayaan. Mereka mungkin tidak dapat bersukacita menghadapi segala situasi, tetapi mereka bisa bersukacita di dalamnya dengan memusatkan hati dan pikiran pada Yesus Kristus yang sangat mulia dan dapat dipercayai. Perhatikan, sukacita yang dihasilkan-Nya begitu dalam dan ajaib sehingga mereka sama sekali tidak dapat mengungkapkannya.

Perhatikan ayat 9, “karena kamu telah mencapai tujuan imanmu, yaitu keselamatan jiwamu”. Kata yang digunakan merujuk pada pertandingan di mana sang pemenang menerima atau memakai mahkota atau hadiah dari juri, yang diaraknya dengan berkeliling dalam kemenangan. Teksnya menyiratkan bahwa kebahagiaan mereka bukan hanya suatu penyempurnaan di masa depan, tetapi juga kenyataan saat ini bahkan di tengah-tengah penderitaan karena tindakan Allah atas nama mereka (lihat ayat 2). Memang pantas mereka bersorak-sorak dalam sukacita yang tak terkatakan, sebab setiap hari mereka telah mencapai tujuan iman mereka, yaitu keselamatan jiwa mereka.

Jadi melalui suratnya, Petrus ingin menggambarkan untuk mereka yang sekalipun saat itu seketika harus berdukacita oleh berbagai-bagai pencobaan (ayat 6), perihal apa sebenarnya kekristenan yang sejati itu. Kekristenan sejati adalah mencintai Kristus, mempercayai Kristus dan bersukacita dalam Kristus. Melalui semua itu mereka menerima keselamatan jiwa mereka, dan mengalaminya meskipun mereka belum pernah melihat Kristus secara langsung, seperti Saudara juga. Dalam realita pergumulan dan penderitaan yang Saudara alami, jadilah Kristen sejati. Tuhan Yesus Kristus memberkati. (erd130821)

Selasa, 31 Desember 2024 "Tahun Baru: Hidup Baru Dengan Ketaatan Kepada-Nya" (Renungan Natal menyambut Tahun Baru 2025) Banyak...