Wednesday, 14 July 2021



[Ratapan 1:1-22]
Selasa, 13 Juli 2021

 “Saat Saudara mengalami bencana, salah satu hal penting adalah mengungkapkan perasaan Saudara untuk meratap kepada Tuhan”.
(Renungan Kitab Ratapan 1:1-22)

Betapa hari-hari di bulan Juli 2021 saat ini hidup dipenuhi dengan ratapan, pergumulan dan dukacita karena pandemi Covid-19. Ratapan seperti ini sebenarnya sudah pernah terjadi sebelumnya, seperti ratapan yang tertulis di Alkitab, yang dibacakan di bulan Juli setiap tahunnya. Bacalah dan renungkan Kitab Ratapan. Renungkan bagaimana ratapan yang digambarkan di Kitab Ratapan pasal 1.

Kitab Ratapan dibacakan setiap tahun pada tanggal 9 bulan Ab (sekitar bulan Juli-Agustus), yaitu pada saat orang-orang Yahudi memperingati kehancuran Yerusalem dan bait Allah pada 587 SM oleh bangsa Babel maupun 70 M oleh bangsa Romawi. Sampai sekarang orang-orang Yahudi bahkan membaca kitab ini di Tembok Ratapan minimal sekali dalam seminggu.

Kitab Ratapan (bahasa Latin) disebut juga “air mata” (bahasa Yunani) atau “betapa” (kata pertama dalam gulungan teks Ibrani). Kitab bahasa Indonesia dimulai dengan kata “Ah”. Kitab ini adalah salah satu kitab yang menyedihkan, ditulis oleh saksi mata dengan tetesan air mata ketika melihat kota Allah Yerusalem dan Bait Allah hancur lebur. Bahkan digambarkan, para ibu memaksa makan bayi-bayi mereka, bahkan makan plasenta dari ibu yang melahirkan (Ratapan 2:20), mereka sungguh putus asa dan keadaannya sangat menyedihkan. Dalam konteks teokrasi (Allah sebagai pemimpin tertinggi), tidak mudah bagi penulis kitab untuk menyaksikan bagaimana negara teokrasi ini akhirnya justru musnah.

Menariknya, Kitab Ratapan ditulis dengan cara yang sangat unik, indah dan seksama berupa 5 puisi ratapan (5 pasal). Pasal 1, 2, 4, 5; masing-masing terdiri dari 22 bait (ayat). Pasal 3 terdiri dari 66 bait (22 x 3). 22 adalah jumlah abjad Ibrani yang dipakai sebagai bingkai untuk menulis puisi ini dalam bentuk akrostik. Misalnya, pasal 1 terdiri dari 22 bait, dan setiap bait terdiri dari 3 baris. Bait pertama, setiap barisnya dimulai dengan huruf Ibrani Aleph. Bait kedua, setiap barisnya dimulai dengan huruf Ibrani berikutnya, Bet; dan seterusnya berurutan sampai bait ke-22, setiap barisnya dimulai dengan huruf Ibrani terakhir Taw.

Bagaimana mungkin seorang yang sedang meratap dengan penuh kesedihan, yang tidak menghiraukan keteraturan maupun keindahan dari ratapannya, tetapi bisa menuliskan puisi akrostik yang seksama dan indah? Bukan sekedar supaya mudah diingat dan menggambarkan ratapan yang lengkap serta mendalam, tetapi juga memberikan kesan sebagai tulisan rasional yang teratur guna menemukan pesan teologis di dalamnya. Bagaimana ratapan yang mendalam dan menyeluruh ini digambarkan?

Bacalah ayat 1-3. Kota Yerusalem seperti seorang janda yang meratap sangat dalam. Yerusalem kota Allah dan Bait Suci telah hancur lebur. Rajanya yang tadinya, atau yang seharusnya, adalah suaminya, menceraikannya dan pergi. Seorang janda dan budak yang ditinggalkan semua orang. Kota yang tadinya berkuasa sekarang ditundukkan. Kota yang tadinya penuh dengan kegembiraan sekarang menjadi murung dan penuh dengan kesedihan dalam segala hal. Mereka yang tadinya bangsa yang dikhususkan, sekarang menjadi bangsa yang bercampur dan tidak mendapat ketentraman. Siapa yang menyangka bisa sampai seperti ini! Ratapannya semakin mendalam ketika mengingat bahwa Tuhan sebelumnya sudah berjanji akan memelihara Yerusalem (bacalah 2 Samuel 7:10-16; Yesaya 37:30-35).

Bacalah ayat 4-7. ­Lenyaplah dari putri Sion segala kemuliaannya. Jalan-jalannya diliputi duka, perayaan-perayaannya ditinggalkan pengunjung, pintu-pintu gerbangnya (tempat-tempat persidangannya) sunyi senyap, imam-imamnya mengeluh, dara-daranya bersedih, dan ia sendiri pilu hatinya. Hukuman ilahi atas dosa-dosanya membuat dia jatuh ke tangan lawan-lawannya, dan mereka menawan anak-anaknya ke pembuangan. Para pemimpinnya bagaikan rusa tanpa padang rumput, mereka tidak dapat lari dari pengejarnya (lihat Yeremia 39:4-7). Terkenanglah Yerusalem. Kenangan tentang hari-hari bahagia hanya menambah kesedihan Sion, terutama ketika ia diejek oleh orang-orang yang menontonnya dengan sukacita.

Bacalah ayat 8-11.  Yerusalem sangat berdosa. Dosa tidak pernah mendatangkan kebahagiaan yang sempurna. Yerusalem yang dihina dan dinajiskan oleh orang-orang yang dahulu menghormatinya, memalingkan muka dengan malu atas ketelanjangannya; karena penyelewengan dan kelalaian telah mendatangkan akibat-akibat menyedihkan. Orang-orang yang tidak mengenal Tuhan telah menjarah perkakas-perkakas Bait Suci, dan bangsa yang cemar telah menyerbu masuk tempat kudus yang menurut ketetapan Yahweh terlarang. Dengan mengerang karena butuh makanan, mereka menukarkan barang-barang berharga dengan roti demi menyambung hidup (perhatikan ayat 9 dan 11).

Bacalah ayat 12-16. Malapetaka yang diberikan Allah adalah keras, tetapi pantas diterima, sebagaimana pengakuan sang peratap. Dari atas dikirim-Nya api masuk ke dalam tulang-tulangnya. Putri Yehuda menceritakan penderitaan yang dialaminya di tangan Tuhan - demam pada tulang-tulangnya, jaring di kakinya, kecewa dan tidak berdaya sepanjang hari. Allah telah menjalin dosa-dosa putri Sion menjadi kuk penindasan dan perbudakan. Darah teruna-teruna Sion diumpamakan sebagai anggur yang diperas di tempat pengirikan untuk perayaan musuh-musuh Yehuda. Karenanya Yehuda menangis, tanpa ada yang dapat menghibur dan tanpa ada yang dapat memulihkan, sebab anak-anak mereka binasa sementara musuh-musuh mereka berjaya.

Bacalah ayat 17-19. “Kekasih-kekasihku… memperdayakan aku”. Sion mengulurkan tangan meminta tolong, tetapi tidak ada yang mengacuhkan, karena perintah yang adil dari TUHAN menjadikan para kekasihnya musuh. Tetangga-tetangga Yakub, yang kini menjadi lawan, memperlakukan Yerusalem sebagai sesuatu yang najis. Sion menerima balasan atas pemberontakannya. Para imam dan para tua-tua mereka yang berjuang memenuhi kebutuhan pokok mereka telah mati kelaparan; dan teruna-teruna muda dan dara-daranya menjadi tawanan.

Bacalah ayat 20-22. “Ya, TUHAN, lihatlah, betapa besar ketakutanku… tiada penghibur bagiku”. Sion meminta pembelaan. Pedang berkeliaran di jalan-jalannya dan maut mengintai dalam setiap rumah. Kiranya musuh-musuh mereka yang bergembira itu berlalu, demikian permohonannya. Ratapan diakhiri dengan doa kepada Tuhan.

Perhatikan, dalam ratapan yang mendalam tetap kebenaran Tuhan-lah yang menjadi fokusnya. Perhatikan pengulangan kata TUHAN/Tuhan (Yehovah/Adonai) di ayat 12-19; bahwa Tuhan mengendalikan sejarah. “TUHANlah yang benar karena aku telah memberontak terhadap firman-Nya” (ayat 18), kebenaran Tuhan atas semua penderitaan yang Dia hadirkan. Tetapi, kasih setia-Nya tetap berlangsung (3:22-23). Walaupun semua berkat TUHAN sudah lenyap (Yerusalem kota Allah, Bait Allah, dsb), tetapi TUHAN tetap menjadi bagian umat-Nya (3:24). TUHAN bahkan sedang mengajarkan beberapa kebaikan kepada mereka (3:25-27).

Jadi, saat Saudara mengalami bencana, salah satu hal penting adalah mengungkapkan perasaan Saudara untuk meratap kepada Tuhan. Ingat, Yesus sendiri menangisi Yerusalem secara terbuka (Lukas 19:41). Dia mati di kayu salib dan bangkit, menghapuskan semua ratapan dosa anak-anak-Nya. Datang dan merataplah kepada-Nya. Tuhan Yesus Kristus memberkati. (erd130721)

Sunday, 11 July 2021



[1 Raja-raja 19]
Minggu, 11 Juli 2021.

“Protokol Ketangguhan dalam Masa Krisis; 
pelajaran dari kehidupan Nabi Elia”.
(Renungan Kitab 1 Raja-raja 19)

Dalam kitab 1 Raja-raja 19, diceritakan Nabi Elia sedang dalam keadaan stres; padahal baru saja memperoleh kemenangan rohani yang besar di gunung Karmel (1 Raja-raja 18:20-46). Ia merasa sangat kelelahan luar biasa. Orang yang memiliki keberanian dan iman yang hebat itu, sekarang ketakutan luar biasa. Elia lari sekitar 120 km ke Betsyeba, ke padang gurun dan di bawah pohon arar berdoa, “Cukuplah itu! Sekarang, ya Tuhan, ambillah nyawaku” (ayat 1-3). Bagaimana Tuhan menolong Elia menjadi semakin tangguh pada saat dia mengalami stres?

Perhatikan ayat 4. Istirahat dan retreat. Elia melakukan retreat dengan pergi sendirian ke dalam keheningan padang gurun, pelayanannya pun ia tinggalkan. Di dalam keheningan, ia berbicara kepada Tuhan dan beristirahat. Saat pandemi Covid-19 sekarang ini, nikmatilah retreat mendekatkan diri dan berbicara kepada Tuhan.

Perhatikan ayat 5a. Tidur. Setelah Elia berkata pada Tuhan bahwa sudah cukup dan dia ingin mati, kemudian berbaringlah dia dan tertidur. Sepertinya ia tertidur dengan cepat di tempat yang tenang ini. Kemudian ia bangun dan tertidur lagi. Tidurlah yang cukup, jangan kelelahan.

Perhatikan ayat 5b,7. Sentuhan. Malaikat menyentuh Elia sampai dua kali. Sentuhan malaikat meyakinkan Elia bahwa ia tidak sendirian karena masih ada orang lain yang peduli. Yesus juga menyentuh orang-orang, atau mengizinkan mereka menyentuh-Nya, termasuk mereka yang tidak bisa disentuh atau tidak tahir (Matius 9:20; Lukas 7:37-38; 8:54).Kehadiran dan sentuhan Sahabat menenangkan. Membelai anjing peliharaan atau bunga-bunga di taman menimbulkan kenyamanan.

Perhatikan ayat 5-7. Makanan yang baik. Malaikat memberikan Elia roti dan air. Beberapa waktu sebelumnya, Elia diberi makan oleh burung gagak (1 Raja-raja 17:6). Walaupun orang Yahudi menganggap gagak adalah burung yang tidak tahir. Dan sekarang, Tuhan mengirimkan malaikat untuk membuatkan roti bakar bagi Elia saat ia tidur; roti yang masih hangat. Elia menghirup aroma roti hangat itu, ia makan, dan ia minum lagi untuk memperoleh kekuatan bagi perjalanan selanjutnya.

Perhatikan ayat 8. Olahraga. Bagian Alkitab ini menjelaskan bahwa Elia berjalan 40 hari dan 40 malam ke gunung Tuhan, yakni gunung Horeb. Perjalanan itu menempuh jarak sekitar 320 kilometer, jadi sekitar delapan kilometer per hari. Elia berjalan dengan lebih santai sehingga menghabiskan waktu lebih banyak. Jangka waktu itulah yang mungkin membantunya untuk mulai pulih dari keadaan depresinya. Pada hari-hari terakhir kehidupannya di bumi ia berjalan dari Gilgal ke Betel ke Yerikho dan menyeberang sungai Yordan (2 Raja-raja 2:1-8). Perjalanan itu menempuh paling sedikit 64 kilometer, lumayan bagi yang sudah tua, meskipun kebanyakan adalah jalan menurun.

Perhatikan ayat 9-14. Menceritakan kisahnya. Tuhan bertanya kepada Elia, “Apakah kerjamu di sini, hai Elia?” (ayat 9). Dan Elia menceritakan kisahnya. Empat ayat kemudian, Tuhan bertanya lagi, “Apa kerjamu di sini, hai Elia?” (ayat 14). Dan Elia menceritakan kembali kisahnya untuk kedua kalinya, menggunakan kata-kata yang sama persis dengan yang sebelumnya. Tuhan tentu tidak lupa atau mengabaikan saat Elia pertama kali bercerita. Tuhan tahu bahwa baik bagi Elia untuk menceritakan kisahnya lebih dari sekali. Bercerita tentang Tuhan dan kasih-Nya, menyegarkan hati dari perasaan terisolasi dan bersalah serta mengantarkan pada pemulihan.

Perhatikan ayat 10,14. Dukungan. Elia berkata kepada Tuhan, “Hanya aku seorang dirilah yang masih hidup”. Elia merasa terisolasi serta menjadi satu-satunya yang tersisa di seluruh Israel dan berpikir akan segera dibunuh sehingga pelayanannya (dan kehidupannya) selama ini adalah membuang-buang waktu. Dan Tuhan memberikan respons dengan mengatakan kepada Elia untuk mendelegasikan tugasnya, bahwa Elisa akan meneruskan pekerjaannya. Tuhan mendukung Saudara; bertolong-tolonglah menanggung beban (Galatia 6:2).

Perhatikan ayat 8, 12-18. Suara kecil lembut: suara dalam keheningan. Elia pergi ke gunung Horeb yang adalah tempat suci, dikenal sebagai “gunung Allah” (ayat 8).  Di sinilah Tuhan telah menampakkan diri kepada Musa dalam semak yang terbakar (Keluaran 3:1-2), memukul batu dan air keluar (Keluaran 17:6), muncul api yang menghanguskan di puncak gunung itu (Keluaran 24:17). Tetapi tidak seperti yang dipikirkan dan diinginkan Elia, sekarang Tuhan tidak ada di dalam angin, gempa bumi, atau api; tetapi Tuhan datang dalam bisikan, suara yang lembut, atau suara keheningan. Hal ini penting dalam membangun ketangguhan dalam diri Elia.

Perhatikan ayat 19-21. Ditugaskan kembali. Tuhan memberikan tugas yang baru kepada Elia, yaitu memuridkan dan mengurapi Elisa. Hal ini menjadi awal yang baru baginya, yang sebelumnya merasa telah gagal. Ditugaskan kembali  dapat meningkatkan semangat Elia, karena ternyata masih ada yang harus dikerjakan, memuridkan orang lain untuk melanjutkan pelayanannya.

Saudara, dalam pandemi Covid-19 saat ini, banyak orang menjadi stres. Jika Saudara mengalaminya, ingatlah kisah Nabi Elia dan menjadi tangguh kembali. Dengarkan suara Tuhan yang lembut, yang hadir bersama Saudara, yang memimpin Saudara untuk langkah hidup selanjutnya. Selamat hari Minggu, hari kebangkitan. Tuhan Yesus Kristus memberkati. (erd110721)


Saturday, 10 July 2021



[Mazmur 13]
Jumat, 9 Juli 2021.

Ketika malas dan sulit berdoa kepada Tuhan, justru saat itulah 
Saudara harus berdoa. Yakin bukan karena siapa Saudara 
tetapi karena siapa Tuhan yang Saudara sembah.
(Renungan Mazmur 13)

Dalam pergumulan menghadapi pandemi Covid-19 saat ini, pernahkah Saudara merasa seolah-olah Tuhan tidak mendengar dan menjawab doa-doa Saudara? Belajarlah dari mazmur ratapan. Bacalah Mazmur 13.

Perhatikan ayat 1-3. “Berapa lama lagi” diucapkan sampai empat kali dalam dua kalimat mazmur ini. Daud mengeluh, seolah-olah Tuhan tidak mendengar dan mempedulikan dirinya. Tetapi perhatikan, Daud tetap mengarahkan keluhannya langsung kepada Tuhan, dengan keyakinan bahwa keluhannya berarti bagi Tuhan. Tetapi bukan saja mengeluh, Daud juga berdoa mengajukan permohonan kepada Tuhan. Bagaimana permohonan doa Daud?

Perhatikan ayat 4-5. Permohonan doa Daud disampaikan kepada Tuhan dalam bahasa perintah, menunjukkan keseriusan permohonannya. Kata “supaya jangan” diucapkan dua kali dan tersirat satu kali. Hal ini menunjukkan bahwa Daud memberikan alasan mengapa Tuhan seharusnya menjawab doanya. Perhatikan, ada tiga alasan dalam doa.

Alasan pertama, berkaitan dengan karakter dan janji Tuhan Sekarang, Daud tidak hanya memanggil “ya Tuhan (Jehovah)” tetapi juga “Allah-ku (Elohim)”. Selain menggambarkan relasi yang dekat, panggilan ini juga dikaitkan dengan kehadiran (immanensi) Tuhan sebagai Allah perjanjian dan dikaitkan dengan kebesaran (transendensi) Tuhan. Doa dilandaskan atas pemahaman tentang sifat dan karakter Tuhan yang kasih dan adil (baca Kejadian 18:24-25; Keluaran 32:13).

Alasan kedua, berkaitan dengan keadaan umat Tuhan. Keadaan umat Tuhan dibawah ancaman hukuman karena membuat patung anak lembu emas, mendorong Musa berdoa kepada Tuhan (bacalah doanya di Keluaran 32:11). Keadaan umat Tuhan yang tertindas di tanah mereka sendiri, mendorong Nemehia berdoa bago bangsanya kepada Tuhan (bacalah doanya di Nehemia 9:36).

Alasan ketiga, apa kata dunia tentang Tuhan dan umat-Nya? Doa diarahkan pada reputasi dan kemuliaan Tuhan sendiri., bukan pada diri sendiri. Musa memohonkan keselamatan bagi bangsa Israel dengan berkata tentang Tuhan, “Mengapakah orang Mesir akan berkata: Dia membawa mereka keluar dengan maksud menimpakan malapetaka kepada mereka dan membunuh mereka di gunung dan membinasakannya dari muka bumi?”  (Keluaran 32:12).

Memang Tuhan tidak membutuhkan alasan Saudara, tetapi Saudara perlu memberikan alasan dalam doa supaya Saudara mengerti apa yang Saudara doakan. Hal ini akan menolong Saudara berdoa dengan motivasi yang lebih baik.

Perhatikan 3 permintaan Daud dalam doanya. Ada serangkaian tiga imperative (permohonan): pandanglah, jawablah, cerahkanlah. Pertama, "Pandanglah aku," permohonan agar Tuhan memusatkan perhatian pada hamba-Nya dan memeriksa dia. Daud merasa bahwa Tuhan telah menyembunyikan wajah-Nya, dan dia ingin Dia memalingkan wajah-Nya lagi. Kedua, supaya Tuhan menjawabnya dan mengirimkan semacam dorongan. Daud merasa bahwa dia telah ditinggalkan dan doanya tidak menghasilkan apa-apa. Ketiga, "Buatlah mataku bercahaya." Daud meminta kebijaksaan Tuhan untuk dapat melihat pergumulan yang dihadapinya dengan lebih baik dan benar. Kekuatan iman sangat penting bagi Daud.

Perhatikan ayat 6. Kata “goyah” di ayat 5 menggambarkan goncangan bak gempa bumi atau tsunami yang membongkar hancurkan segala sesuatu sampai ke dasarnya. Namun justru dalam kegoncangan dahsyat seperti itu, iman Daud bangkit dan mengakhiri mazmurnya dengan mengatakan “Ia telah berbuat baik kepadaku". Keadaan Daud belum berubah, tetapi Tuhan telah mengubahkan dia, dan itu terjadi ketika Daud berhenti memandang masalah hidupnya dan dengan iman mulai mencari Tuhan. Kepastian iman bukan lahir dari kekuatan mental ataupun berpikir positif, melainkan anugerah dari Tuhan sendiri yang kasih setia-Nya (hesed) tidak pernah berakhir dalam menjawab umat-Nya. Bukan iman Daud yang hebat tetapi obyek iman Daud yang hebat.

Saat putus asa melanda hidup Saudara karena merasa Tuhan tidak kunjung menjawab, saat itulah Saudara perlu berseru seperti Daud. Merataplah dan berdoalah kapada Tuhan. Dia setia menanti Saudara mengekspresikan emosi dan keluhan Saudara kepada-Nya; dan penuh kasih karunia menjawab doa Saudara. Tuhan Yesus Kristus memberkati. (erd090721)

Wednesday, 7 July 2021



[Mazmur 13]
Rabu, 7 Juli 2021.

(Renungan Mazmur 13)

Ratapan kesedihan dalam penderitaan, pergumulan yang berlanjut seperti tidak ada ujungnya, perasaan bahwa Tuhan melupakan dan mengabaikan; itukah yang Saudara alami saat ini? Saat pandemi Covid-19 masih menjadi ancaman nyawa ataupun pergumulan hidup lain yang menyertainya?  Bacalah dan renungkan Mazmur 13, mazmur ratapan.

Kitab Mazmur adalah bagian Alkitab yang banyak berisi pikiran-pikiran manusia ketika berbicara kepada Tuhan. Bukan saja penyembahan kepada Tuhan, tetapi juga ungkapan pada masa kesulitan dan kesedihan. Seperti Mazmur 13, Daud berbicara kepada Tuhan mengenai kesulitan hidupnya dengan tulus dan tidak berpura-pura. Daud mengalami banyak kesulitan dan pergumulan hidup, bahkan nyawanya terancam juga, dan dia datang kepada Tuhan. Perhatikan, walaupun dalam bentuk lagu, mazmur ini sebenarnya merupakan doa yang dinyanyikan dengan kuat secara langsung kepada Tuhan. Ada lima bagian dalam mazmur ratapan ini dan ada pergerakan yang penting di dalamnya. Mulai dengan keluhan emosional dan pergumulan, tetapi berakhir dengan pujian kepada Tuhan. Bukan ratapan kosong. Jadi, Tuhan mengijinkan Saudara membawa ratapan Saudara kepada-Nya. Perhatikan lima hal penting dalam ratapan ini.

Pertama, ayat 1-2. Mengeluh kepada Tuhan dengan mengatakan “Ya..TUHAN”. Hal ini penting; dalam pergumulannya, Daud percaya bahwa pergumulannya berarti bagi Tuhan. Daud berbicara secara langsung kepada Tuhan dengan asumsi Dia mendengarkan. Setiap orang yang menerima Kristus diberikan kuasa menjadi anak-anak Tuhan, mempunyai Seseorang dimana mereka bisa mencurahkan hati dan mempercayakan pergumulan mereka. Tuhan Yesus Kristus berkata, “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu” (Injil Matius 11:28). Mereka diundang untuk berani menghampiri hadirat Tuhan (Ibrani 4:16; 10:19). Inilah yang dilakukan Daud dalam pergumulannya; datang langsung kepada Tuhan dan percaya disambut dalam hadirat-Nya. Jadi, pemazmur mulai dengan menujukan lagu ratapannya kepada Tuhan.

Kedua, ayat 2-3. “Berapa lama lagi..., Tuhan?”. Banyak orang tidak senang mendengar keluhan orang lain, tetapi Daud percaya bahwa Tuhan memahami isi hatinya. Kondisi masalah Daud tidak tertulis jelas, tetapi tersirat yang menjadi kekhawatiran terbesarnya adalah kekhawatiran-kekhawatiran itu sendiri. “Berapa lama lagi?” dikatakan sampai empat kali, sepertinya pergumulan akan terus berlangsung dalam hidupnya. Seakan-akan Tuhan melupakan dia, Tuhan menyembunyikan wajah-Nya, tidak peduli pada kesedihannya, dan musuhnya ditinggikan. Inilah hal berat yang dialaminya hingga akhirnya mengeluh. Satu tantangan besar dalam kehidupan adalah tidak mengerti sepenuhnya apa yang dilakukan Tuhan sepanjang waktu. “Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman Tuhan” (Kitab Yesaya 55:8). Walaupun mengerti apa yang sedang dialaminya, tetapi Daud tidak mengetahuai apa yang Tuhan sedang kerjakan dengan hal tersebut.

Ketiga, ayat 4-5. “Pandanglah...jawablah,” pemazmur tidak hanya meminta Tuhan melihat persoalannya, tetapi juga untuk terlibat dalam pergumulannya dan menjawab kebutuhannya. “Buatlah mataku bercahaya,”  ini berarti membiarkan orang lain untuk memilih jalannya. Daud meminta kebijaksanaan bagaimana harus merespon pergumulan yang dihadapinya dengan baik. Tuhan adalah Tuhan yang penuh dengan kebijaksanaan dan Dia ingin agar setiap orang menjalani kehidupan dengan bijaksana (bacalah Yakobus 1:5). Ketika menghadapi tantangan, yang terbaik adalah datang kepada Tuhan dan meminta kebijaksanaan, karena Dia pasti memberikannya seperti janji-Nya sendiri. Kebijaksanaan Tuhan diberikan melalui Alkitab, pimpinan Roh Kudus, dan bisa juga datang melalui orang-orang yang bijaksana. Menariknya, ketika Daud meminta Tuhan memberikan kebijaksanaan, hal ini menjadi titik peralihan dari mazmurnya.

Keempat, ayat 6a. “Tetapi aku, kepada kasih setia-Mu aku percaya.”  Ini membuka pintu pemahaman yang baru, ketika Daud beralih dari kebimbangan kepada kepercayaan. Keadaan Daud sebenarnya belum berubah, tetapi ketika dia merenungkan kebaikan Tuhan di masa lalunya, dia bisa melihat masa depannya. Kebijaksanaan yang diterima Daud menghasilkan perspektif, melihat dan merenungkan kasih Tuhan untuk bertindak. Pada waktu muda, ketika Daud dengan sukarela melawan Goliat yang sudah menakutkan semua orang, Daud berefleksi kepada kasih Tuhan pada masa lampau. Tuhan memampukan Daud mengalahkan singa dan beruang yang mengancam dombanya, maka sekarang dia percaya melawan Goliat, orang Filistin yang tidak bersunat, yang telah mencemooh barisan dari pada Allah yang hidup (1 Samuel 17:34-37). Dan itulah yang sekarang dilakukannya. Kelihatannya Tuhan tidak menyelamatkan Daud pada saat ini, tetapi Daud tahu pasti bahwa Tuhan akan menyelamatkan. Tuhan setia pada masa lampau dan tetap setia, dan karenanya akan menyelamatkan Daud sekarang. Dan Daud menyembah Tuhan karena kesetiaan-Nya itu. Daud beralih dari mempertanyakan Tuhan kepada percaya dan berserah kepada Tuhan. Inilah komponen penting dalam mazmurnya ini, dari ratapan kepada melihat kasih Tuhan dengan hati yang bersukacita.

Terakhir, ayat 6. Apakah kondisi yang dialami Daud nampak sudah berubah?  Tetapi, mulai dengan keluhan dan berakhir dengan pujian. Daud sadar bahwa Tuhan hadir di masa sulitnya walaupun dia tidak tahu apa yang dilakukan Tuhan untuk menyelesaikan masalahnya. “Aku mau menyanyi untuk TUHAN, karena Ia telah berbuat baik kepadaku”. 

Kiranya mazmur ini meneguhkan Saudara saat ini. Datanglah kepada-Nya yang sedia mendengarkan ratapan Sauadara dan menolong Saudara. Ketika Saudara berani dengan jujur datang bergumul dengan Tuhan, iman Saudara akan diperkuat. Yakin bukan karena siapa diri Saudara tetapi karena siapa Tuhan yang Saudara sembah. Ketika Saudara menghadapi pergumulan, ketika Saudara menyatakan diri pada kebijaksanaan Tuhan, Saudara diingatkan akan kebaikan dan kesetiaan Tuhan. Tuhan Yesus Kristus memberkati. (erd070721) 

Thursday, 1 July 2021



[Kejadian 29:16-35]
Kamis, 1 Juli 2021

 “Tuhan sanggup mendatangkan yang terbaik 
dari penderitaan dan kepedihan yang Saudara alami”.
(Studi Kitab Kejadian 29:16-35)

Apakah Saudara mengalami masa-masa sulit, tidak dikasihi, tertolak, diabaikan, dipermainkan, dilukai, direndahkan, menderita? Saudara mengatakan ”Apakah Tuhan tidak memperdulikan aku yang menderita dengan hati yang hancur ini?” Bacalah Kejadian 29:16-35, kisah Lea.

Perhatikan ayat 16-21. ”Lea tidak berseri matanya, tetapi Rahel itu elok sikapnya dan cantik parasnya” (ayat 17). Tersirat kontras dan ada persaingan antara Lea dan Rahel. Yakub memilih mencintai Rahel. Untuk mendapatkannya, Yakub bersedia bekerja 7 tahun pada Laban (ayah Lea dan Rahel). Bagi Lea, masa yang menegangkan dan bisa memalukan bagi dirinya selama 7 tahun itu.

Perhatikan ayat 22-27. Bayangkan, bagaimana perasaan Lea? Malam itu, Laban yang licik menipu Yakub (penipu ditipu) dan Lea (yang tidak berseri matanya) menjadi sarananya, menjadi istri Yakub. Tetapi pada waktu pagi tampaklah bahwa itu Lea! Lalu berkatalah Yakub kepada Laban: "Apakah yang kauperbuat terhadap aku ini? Bukankah untuk mendapat Rahel aku bekerja padamu? Mengapa engkau menipu aku?" (ayat 25). Pagi itu, Lea melihat 2 pria penting dalam hidupnya (ayah dan suaminya) bertengkar di hadapannya. Bagaimana Lea diperlakukan oleh Laban ayahnya sendiri dan  oleh suaminya? Lea menjadi istri yang tidak dikehendaki dan tidak dicintai.

Perhatikan ayat 28-30. Akhirnya, Rahel menjadi istri Yakub juga. Istri yang elok sikapnya dan cantik parasnya, serta dicintai suaminya. "Yakub menghampiri Rahel juga, malah ia lebih cinta kepada Rahel dari pada kepada Lea. Demikianlah ia bekerja pula pada Laban tujuh tahun lagi" (ayat 30). Bagaimana dengan Lea? Bagaimana kehidupan Lea ke depannya, bersama suami yang tidak menginginkan dirinya, bersama istri kedua yang lebih dicintai suami, dan bersama budak-budak perempuan di rumahnya? Apalagi dalam dunia kuno saat itu, wanita dipandang rendah dan tidak mempunyai pilihan!

Perhatikan ayat 31-35. Tuhan tidak diam. Tuhan tahu apa yang terjadi pada Lea. Tuhan sangat terlibat dalam semua situasi yang dialami Lea. "Ketika TUHAN melihat, bahwa Lea tidak dicintai, dibuka-Nyalah kandungannya" (ayat 31). Lea melahirkan anak laki-laki bagi Yakub. Dalam dunia kuno, seorang wanita yang bernilai adalah wanita yang melahirkan anak laki-laki bagi suaminya. Dan Tuhan menggunakan budaya ini untuk menyatakan kasih-Nya atas Lea untuk menemukan harga dirinya. Tetapi apakah itu cukup untuk Lea mendapat cinta suaminya?

Lea berusaha mendapatkan kasih dan perhatian dari suaminya, sampai kelahiran anaknya yang ke-4. Perhatikan nama yang diberikan untuk setiap anak dan apa yang menjadi alasannya! Ruben: "terlihat" dan kata Lea "sekarang tentulah aku akan dicintai oleh suamiku" (ayat 32). Simeon: "mendengar" (ayat 33). Lewi: "harapan untuk keterikatan". Lea berkata "Sekali ini suamiku akan lebih erat kepadaku" (ayat 34). Tersirat, tidak pula Lea dicintai oleh Yakub suaminya. Status sebagai istri yang pertama dan lahirnya anak laki-lakinya tidak menolong apa-apa. Dan lahirlah anak ke-4, Yehuda: "terpujilah Tuhan". Perhatikan, sekarang Lea tidak lagi fokus mencari perhatian manusia, "Sekali ini aku akan bersyukur kepada TUHAN" (ayat 35). Kini, Lea mendapat harga diri dalam Tuhan daripada mencari perhatian dari Yakub suaminya. Tetapi kepedihan berlanjut ke kepedihan berikutnya. Rahel punya anak juga, yaitu Yusuf (Kejadian 30:24). Anak yang paling disayang dalam keluarga ini, karena lahir dari istri tersayang. Ingat, nantinya Yusuf sangat vital perannya bagi kesejahteraan keluarga besar Yakub; saat Yusuf menjadi Pejabat di Mesir (Kejadian 41-50). Bagaimana dengan anak Lea sendiri?

Tuhan sanggup mendatangkan yang terbaik dari penderitaan dan kepedihan yang dialami Lea. Justru Lea dan anaknya (Yehuda: “terpujilah  Tuhan”) masuk dalam kisah Yesus Kristus. Lea tidak menyadarinya bahwa dari keturunannya lahir Mesias, Juruselamat. Yehuda akan melahirkan keturunan yang menjadi leluhur Yesus Kristus. (baca Injil Matius 1:1-3). Dan yang menarik, pada akhirnya Yakub pun sadar pada akhir hidupnya (Kejadian 49:8-12, 32). Dekat makam siapa Yakub ingin dikuburkan? Dekat Lea, yang tidak dikasihi sepanjang hidupnya tetapi sangat dikasihi oleh Tuhannya.

Seberat apapun pergumulan hidup Saudara saat ini, saat pandemi Covid-19 ini, Tuhan tidak tinggal diam. Tuhan sanggup mendatangkan yang terbaik bagi Saudara. Tuhan mengasihi Saudara. Tuhan Yesus Kristus memberkati. (010721)

Wednesday, 30 June 2021



[Matius 28:5-7, 18-20]
Rabu, 30 Juni 2021

 “Mulailah kembali bersama Yesus! Memulai kembali bersama Kitab Suci! Memulai kembali dengan kelaparan rohani!”
(Renungkan Matius 28:5-7, 18-20)

Wah...rasanya cepat sekali ya, sudah setengah jalan melewati tahun 2021 dan tahun kedua pandemi Covid-19. Bagaimana dengan resolusi, rencana kehidupan dan komitmen untuk hidup bagi Tuhan, yang Saudara sudah niatkan pada akhir tahun lalu dan memasuki tahun baru 2021 ini? Masih ingatkah? Besok, Saudara mulai memasuki setengah jalan berikutnya di tahun 2021 ini. Renungkanlah Matius 28:5-7, apa yang dikatakan Yesus Kristus kepada murid-murid-Nya.

Perhatikan ayat 5-6. Setelah penyaliban dan kematian Yesus, hari yang baru dimulai. Hal yang sebenarnya tidak mereka pikirkan dan harapkan sebelumnya. Yesus bangkit dari kematian dan menyampaikan kepada murid-murid-Nya, mulai dengan perempuan-perempuan yang menengok kubur Yesus di pagi itu.

Perhatikan ayat 7. Malaikat Tuhan yang wajahnya bagaikan kilat dan pakaiannya bagaikan salju, berkata kepada perempuan-perempuan itu,

“Katakanlah kepada murid-murid-Nya bahwa Ia mendahuli kamu ke Galilea. Temuai Dia di Galilea.” Yesus telah dibangkitkan dari kematian. Dia ingin bertemu murid-murid-Nya untuk memberi semangat mereka, untuk menyaksikan kepada mereka kemuliaan dan kuasa Allah, dari hidup yang dibangkitkan, dari kebenaran, dari keselamatan dalam Injil.

Dia ingin bertemu murid-murid-Nya untuk memuridkan mereka sebagai para pemimpin gereja mula-mula, sebagai para pemimpin rasuli. Apa yang Dia katakan? Temuai Aku di Galilea.”

Renungkan. Mengapa Galilea? Mengapa tidak menemui Yesus di Yerusalem? Mereka semuanya sudah ada di Yerusalem! Bukankah Yesus bisa saja muncul kepada mereka di Yerusalem dan berkata, “Marilah, kita bicara. Marilah kita mantabkan kemuridan dan kepemimpinan.” Mengapa menemui Yesus di Galilea?

Galilea berada sekitar 120 Km jauhnya. Diperlukan sekitar 6 atau 7 hari untuk mencapainya, dan dimana mereka berada di Yerusalem ke Galilea. Mengapa Yesus meminta mereka untuk berjalan jauh yang memerlukan waktu hampir 1 minggu untuk mencapainya? Mengapa tidak melakukannya di Yerusalem, pusat agama dunia? Mungkin ada diantara mereka yang bertanya, bisakah Dia yang mati di kayu salib, yang kakinya ditusuk dengan paku, bisa sampai ke Galilea? Apakah benar Dia akan ada di Galilea? Perjalanan yang tidak mudah. Tetapi akhirnya mereka menaatinya.

Apa yang begitu spesial tentang Galilea? Jawabannya? Karena Galilea adalah tempat pertama mereka mendengar undangan untuk pertama kalinya, “Ikutlah Aku”. “Aku akan menjadikanmu penjala manusia”. Galilea adalah tempat kemuridan. Galilea adalah tempat dimana mereka pertama kali menerima panggilan mereka. Galilea adalah cinta pertama mereka. Galilea adalah dimana Yesus berkata kepada mereka, “Jadilah murid-Ku.” Yesus sendang mengatakan kepada mereka, “Pergilah ke Galilea karena di sana, kau kembali kepada cinta pertamamu, kau akan memulai semuanya kembali!”

Saudara, meninggalkan setengah perjalanan di tahun 2021, dan melanjutkan perjalanan hidup  di hari-hari berikutnya, mulailah kembali bersama Yesus! Memulai kembali bersama Kitab Suci! Memulai kembali dengan kelaparan rohani! Memulai semuanya kembali dan berkata, “Tuhan, aku akan menemui-Mu di Galilea. Aku akan kembali kepada cinta pertamaku karena itulah segala sesuatunya tentang menjadi murid-Mu!”

Mengutamakan Firman Allah yang mengajarkan kebenaran sehingga di dalam hati Saudara ada api yang terus menyala, ada penyembahan yang mengantar Saudara untuk kembali kepada cinta pertama Saudara kepada-Nya tanpa melupakannya atau melarikan diri! Menjadi murid-Nya yang memuridkan orang lain, bahkan dalam pergumulan Pandemi Covid-19 saya. Seperti anugerah yang diterima perempuan-perempuan itu, beritakanlah Kabar Baik. Menikmati kenyataan kuasa-Nya atas segala kuasa di sorga dan di bumi, dan pemeliharaan-Nya bahwa “Dia menyertai Saudara senantiasa sampai kepada akhir zaman” (Injil Matius 28:18-20, ayat terakhir Injil ini). Tuhan Yesus Kristus memberkati. (erd300621)  

Tuesday, 29 June 2021



[1 Samuel 1]
Selasa, 29 Juni 2021

 

“Doanya dipenuhi emosi dukacita dan sukacita, serta kesediaannya

untuk menyerahkan anak yang begitu dirindukannya kepada Tuhan”.

(Studi Kitab 1 Samuel 1 – Ketangguhan Emosi)

 

Di dalam kitab Perjanjian Lama Ibrani, kitab 1 dan 2 Samuel merupakan satu kitab. Keduanya diberi nama menurut nabi Samuel, tokoh yang sangat dihormati sebagai seorang pemimpin rohani Israel yang tangguh dan yang dipakai Allah untuk mengatur kerajaan teokrasi. Kitab 1 Samuel sendiri meliputi hampir 100 tahun sejarah Israel – dari kelahiran Samuel hingga wafatnya Saul (1105-1010 sebelum Masehi) – dan merupakan mata rantai sejarah yang utama di antara masa para hakim dengan raja Israel yang pertama. Menariknya, kitab ini diawali dengan kisah istri yang mandul, yang tersakiti oleh istri kedua dari suaminya, menerima ejekan, menangis, dan terjadi dari tahun ke tahun. Perempuan itu bernama Hana (“kesayangan, belas kasihan”), punya ketangguhan emosi, yang suka berdoa, yang melahirkan Samuel. Bacalah kitab 1 Samuel 1:1-28, tentang ketangguhan emosi.

Perhatikan ayat 1-8. Hana memperlihatkan cara bertahan yang berfokus pada emosi yang benar. Karena ia mandul, ia diejek Penina, istri kedua dari suaminya, yang memiliki anak laki-laki dan perempuan. Ketika Penina mengejeknya, Hana menangis, sehingga suaminya menghiburnya.

Perhatikan ayat 9-11. Selain menangis tentang kemandulannya, Hana juga berdoa dengan sungguh-sungguh, menyampaikan kepada Tuhan segala perasaan dan keinginannya.

Dan dengan hati pedih ia berdoa kepada TUHAN sambil menangis tersedu-sedu. Kemudian bernazarlah ia, katanya: "TUHAN semesta alam, jika sungguh-sungguh Engkau memperhatikan sengsara hamba-Mu ini dan mengingat kepadaku dan tidak melupakan hamba-Mu ini, tetapi memberikan kepada hamba-Mu ini seorang anak laki-laki, maka aku akan memberikan dia kepada TUHAN untuk seumur hidupnya dan pisau cukur tidak akan menyentuh kepalanya" (ayat 10-11). 

 

Perhatikan ayat 11-18. Pada waktu mengunjungi rumah Tuhan, Hana terus berdoa dengan sungguh-sungguh begitu lama tanpa suara, sampai imam Eli menyangka ia sedang mabuk dan menegurnya. Hana memberitahukan kepadanya bahwa ia tidak mabuk, namun “mencurahkan isi hati(nya) kepada Tuhan” dan berdoa “karena besarnya cemas dan sakit hati” (ayat 15-16). Imam Eli memberkatinya, dan hati Hana dikuatkan kembali.

 

Perhatikan ayat 19-28. Tuhan menjawab doa Hana dan ia melahirkan seorang anak laki-laki bernama Samuel (“didengar Allah”). Hana dapat bersukacita atas kelahiran anaknya, meski ia tahu bahwa setelah menyapihnya, ia akan menyerahkan anaknya untuk dibesarkan di Bait Allah, sebagai anak yang dipersembahkan kepada Allah. Ia mengungkapkan emosinya lagi saat ia menyerahkan Samuel kepada imam Eli, namun kali ini dengan emosi sukacita. Ia berdoa:

 

Hatiku bersukaria karena Tuhan ... Tidak ada yang kudus seperti Tuhan ...

Siapa yang kenyang dahulu, sekarang menyewakan dirinya karena makanan,

tetapi orang yang lapar dahulu, sekarang boleh beristirahat. ...

      Ia merendahkan, dan meninggikan juga.

(1 Samuel 2:1-2, 5, 7)

 

    Atau, seperti dikatakan dalam terjemahan Alkitab versi The Massage:

 

Sukacitaku meluap-luap dengan kabar dari Allah!

      Seakan aku terbang melayang di udara ...

      Menari-nari karena keselamatan dari Tuhan.

(1 Samuel 2:1, terjemahan bebas versi The Message)

 

Hana terus mengungkapkan pujian, rasa syukur dan kepuasan hatinya. Di Alkitab ia disebut hanya dalam dua pasal saja, tetapi kita tahu bahwa ia seorang perempuan yang kuat sebab ia sanggup untuk menepati janjinya untuk menyerahkan anaknya melayani Tuhan di Bait Allah yang berarti bertemu dia hanya setahun sekali saat ia memberinya pakaian yang dijahitnya sendiri. Setelah itu ia membesarkan lima anak lagi. Hal utama yang membuat Hana diingat ialah doanya yang dipenuhi emosi dukacita dan sukacita, serta kesediaanya untuk menyerahkan anak yang begitu dirindukannya kepada Tuhan.

 

Bagaimana Saudara meneladani ketangguhan emosi Hana? Dalam situasi dan kondisi apapun dalam hidup Saudara, dalam pandemi Covid-19 saat ini? Berserah kepada Tuhan, bersandar kepada-Nya dan bersukacita di dalam-Nya. Tuhan Yesus Kristus memberkati. [erd290621]

Selasa, 31 Desember 2024 "Tahun Baru: Hidup Baru Dengan Ketaatan Kepada-Nya" (Renungan Natal menyambut Tahun Baru 2025) Banyak...